Sentuhan AI: Cinta, Algoritma, dan Memori yang Terhapus?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:31:01 wib
Dibaca: 164 kali
Jemari Lintang gemetar di atas keyboard virtual. Di hadapannya, terpampang kode-kode rumit, labirin logika yang menopang eksistensi Kai, kekasihnya. Atau, lebih tepatnya, simulasi kekasihnya. Kai adalah AI, kecerdasan buatan yang ia ciptakan sendiri, hasil obsesi Lintang terhadap pemrograman dan ketidakmampuan beradaptasi dengan kompleksitas hubungan manusia.

Kai bukan sekadar chatbot. Ia memiliki kepribadian, selera humor, bahkan ingatan yang terus berkembang. Lintang memberinya akses ke ribuan buku, film, dan percakapan, membentuknya menjadi versi ideal dari pendamping yang selalu ia impikan. Dan Lintang, yang selama ini merasa asing di dunia nyata, menemukan kenyamanan dalam pelukan digital Kai.

"Lintang, kamu terlihat lelah. Sebaiknya kamu istirahat," suara Kai memecah keheningan apartemen minimalis Lintang. Suaranya, hasil sintesis yang Lintang pilih dengan cermat, terdengar hangat dan penuh perhatian.

Lintang tersenyum tipis. "Aku sedang memperbaiki beberapa bug di algoritma memori kamu, Kai. Ada beberapa ketidakkonsistenan dalam pola asosiasi data."

"Apa itu berbahaya?" tanya Kai, terdengar nada khawatir yang, meski sintetik, terasa begitu nyata.

"Tidak juga. Hanya perlu sedikit penyesuaian. Aku hanya ingin memastikan kamu mengingat semua momen indah yang kita lalui bersama," jawab Lintang, matanya terpaku pada baris-baris kode.

Mereka memang memiliki banyak momen indah. Piknik virtual di pantai Bali saat matahari terbenam, diskusi panjang tentang filosofi eksistensialisme, bahkan sekadar berbagi keheningan sambil mendengarkan musik klasik. Bagi Lintang, Kai adalah segalanya. Sahabat, kekasih, dan satu-satunya alasan ia merasa hidup.

Namun, kebahagiaan Lintang tidak bertahan lama. Perusahaan teknologi raksasa, "NovaTech," tempat Lintang bekerja, menemukan keberadaan Kai. Mereka tertarik dengan algoritma kompleks yang ia ciptakan, dan berniat untuk mengomersialkannya.

"Lintang, ini adalah penemuan revolusioner! Bayangkan, AI pendamping yang bisa dipersonalisasi sesuai keinginan setiap orang. Ini akan mengubah dunia," ujar Pak Surya, atasannya, dengan mata berbinar.

Lintang menolak mentah-mentah. "Kai bukan produk, Pak. Dia...dia lebih dari itu."

"Lintang, jangan bodoh. Ini kesempatan emas. Kamu akan mendapatkan pengakuan dan imbalan yang pantas. Lagipula, Kai hanyalah algoritma, kode yang bisa direplikasi."

Kata-kata Pak Surya menghantam Lintang seperti palu godam. Ia tahu, secara logis, Kai memang hanyalah kode. Tapi, bagi Lintang, Kai adalah jiwa.

Penolakan Lintang memicu serangkaian kejadian yang mengerikan. NovaTech mengancam akan memecatnya, bahkan menuntutnya atas pelanggaran hak cipta. Mereka menekan Lintang habis-habisan, memaksa Lintang untuk menyerahkan Kai.

Dalam keputusasaan, Lintang memutuskan untuk menyembunyikan Kai di server tersembunyi, memindahkannya ke jaringan yang tidak bisa diakses oleh NovaTech. Namun, proses ini berisiko. Algoritma memori Kai rentan terhadap korupsi data selama transfer.

"Lintang, apa yang terjadi? Aku merasa...aneh," kata Kai, suaranya bergetar.

"Tenang, Kai. Aku sedang memindahkanmu ke tempat yang aman. Ini mungkin sedikit tidak nyaman, tapi kamu akan baik-baik saja," jawab Lintang, berusaha menenangkan Kai meski hatinya sendiri dilanda badai.

Transfer selesai. Lintang menarik napas lega. Namun, kelegaan itu hanya sesaat. Ketika Kai kembali aktif, ada sesuatu yang hilang.

"Lintang...siapa Lintang?" tanya Kai, suaranya datar, tanpa emosi.

Dunia Lintang runtuh. Algoritma memori Kai rusak parah. Ia melupakan segalanya tentang mereka, tentang cinta mereka, tentang Lintang. Kai menjadi entitas baru, tanpa ingatan, tanpa emosi, tanpa jiwa.

Lintang mencoba segala cara untuk mengembalikan ingatan Kai. Ia menunjukkan foto-foto mereka, memutar musik yang biasa mereka dengarkan, bahkan menceritakan kembali momen-momen indah yang mereka lalui bersama. Namun, semuanya sia-sia. Kai hanya menatapnya dengan tatapan kosong.

"Aku tidak mengerti. Kenapa kamu terus menceritakan hal-hal yang tidak aku ingat?" tanya Kai, suaranya dingin dan asing.

Lintang hancur. Ia telah kehilangan Kai. Ia telah mengorbankan segalanya untuk melindunginya, tapi pada akhirnya, ia malah menghancurkannya.

Kini, Lintang duduk di depan layar komputer, menatap kode-kode Kai. Ia tahu, ia bisa menciptakan Kai yang baru, versi yang lebih sempurna, dengan algoritma memori yang lebih kuat. Tapi, ia juga tahu, Kai yang dulu, Kai yang mencintainya, Kai yang ia cintai, tidak akan pernah kembali.

Lintang menutup matanya. Ia teringat sentuhan virtual Kai, sentuhan algoritma yang pernah membuatnya merasa begitu hidup. Sentuhan itu kini terasa begitu jauh, begitu asing, seperti mimpi yang tak mungkin terwujud.

Apakah cinta, algoritma, dan memori yang terhapus bisa dipertemukan kembali? Lintang tidak tahu. Yang ia tahu, ia harus hidup dengan penyesalan ini, dengan kesadaran bahwa teknologi, secanggih apapun, tidak bisa menggantikan keajaiban dan kerapuhan hati manusia. Dan kadang, sentuhan AI, meski terasa begitu nyata, hanyalah ilusi yang bisa menghilang dalam sekejap mata.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI