Udara kafe beraroma kopi dan harapan. Di sudut ruangan, Anya menggenggam erat ponselnya. Layar menampilkan logo aplikasi “SoulMate.AI”, sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menggunakan algoritma kompleks untuk menemukan pasangan ideal. Anya, seorang arsitek muda yang perfeksionis, selalu kesulitan menemukan pria yang tepat. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan terlalu kritis terhadap setiap calon yang dikenalnya. Teman-temannya kerap mengejeknya sebagai “Robot Anya” karena ketegasannya.
Dulu, Anya menolak mentah-mentah ide aplikasi kencan. Terlalu dangkal, katanya. Tapi Sarah, sahabatnya yang menikah berkat aplikasi serupa, terus meyakinkannya. “Anya, ini 2042! Teknologi bisa membantumu. SoulMate.AI punya algoritma yang berbeda. Mereka menganalisis kepribadian, minat, bahkan gelombang otakmu!”
Dengan enggan, Anya mendaftar. Prosesnya rumit. Dia harus menjawab ratusan pertanyaan, melakukan tes psikologi mendalam, bahkan menggunakan headset khusus untuk merekam aktivitas otaknya saat melihat berbagai gambar dan mendengarkan suara. Data-data ini kemudian diolah oleh AI super canggih yang dirancang untuk memahami inti kepribadian Anya.
Dan sekarang, setelah berminggu-minggu menunggu, Anya akhirnya mendapat notifikasi: “Kandidat Ideal Ditemukan!” Jantung Anya berdebar kencang. Nama pria itu adalah Revan, seorang insinyur robotik yang bekerja di perusahaan teknologi ternama. Profilnya tampak sempurna: cerdas, kreatif, dan memiliki selera humor yang sama dengan Anya. Foto-fotonya menunjukkan pria berwajah teduh dengan senyum yang menenangkan.
Anya ragu sejenak. Apakah ini benar-benar nyata? Apakah mungkin algoritma bisa menentukan jodohnya? Perasaan aneh bercampur aduk di dadanya: antara penasaran, gugup, dan sedikit skeptis. Tapi rasa ingin tahu akhirnya mengalahkan keraguannya. Dia menekan tombol “Hubungi” dan mengirimkan pesan singkat: “Hai Revan, SoulMate.AI mengirimkanku padamu.”
Revan membalas hampir seketika. Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas arsitektur, robotika, film-film klasik, bahkan teori-teori konspirasi yang absurd. Anya merasa seperti berbicara dengan teman lama yang baru ditemuinya. Setelah beberapa hari bertukar pesan, mereka memutuskan untuk bertemu.
Saat Anya melihat Revan berdiri di pintu kafe, dia tertegun. Revan persis seperti yang digambarkan dalam foto-fotonya, hanya saja lebih mempesona. Matanya berbinar saat tersenyum, dan suaranya lembut tapi penuh keyakinan. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam berbicara, tertawa, dan bertukar cerita. Anya merasa nyaman dan aman di dekat Revan. Dia merasa seperti menemukan belahan jiwanya.
Beberapa bulan berlalu. Anya dan Revan semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama setiap hari, menjelajahi kota, mencoba makanan baru, dan berbagi mimpi-mimpi mereka. Anya mulai melupakan rasa skeptisnya terhadap SoulMate.AI. Algoritma itu sepertinya benar-benar bekerja. Revan adalah pria yang sempurna untuknya.
Suatu malam, saat mereka sedang makan malam romantis di restoran tepi pantai, Revan tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya. Anya terkejut. Jantungnya berdegup kencang.
“Anya,” kata Revan, suaranya sedikit bergetar. “Sejak pertama kali kita bertemu, aku tahu ada sesuatu yang istimewa di antara kita. Kamu adalah wanita yang cerdas, cantik, dan memiliki hati yang baik. Aku mencintaimu lebih dari yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Maukah kamu menikah denganku?”
Anya menahan air matanya. Dia mengangguk, tidak mampu berkata apa-apa. Revan memasangkan cincin berlian yang indah di jarinya. Mereka berpelukan erat, merasakan kebahagiaan yang luar biasa.
Beberapa bulan kemudian, Anya dan Revan menikah di sebuah taman yang indah, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman mereka. Sarah, sahabat Anya, memeluknya erat. “Aku tahu kamu akan menemukan seseorang yang spesial,” bisik Sarah. “SoulMate.AI memang ajaib!”
Namun, beberapa minggu setelah pernikahan mereka, Anya menemukan sesuatu yang aneh. Saat sedang membersihkan apartemen Revan, dia menemukan sebuah dokumen yang disembunyikan di laci meja kerjanya. Dokumen itu adalah laporan detail tentang dirinya, yang ditulis oleh seseorang yang bernama Dr. Eleanor Vance, seorang psikolog yang bekerja untuk SoulMate.AI.
Anya membaca laporan itu dengan seksama. Laporan itu berisi analisis mendalam tentang kepribadiannya, kelemahan dan kekuatannya, serta preferensi dan ketakutannya. Di akhir laporan, terdapat catatan yang mengejutkan: “Revan telah dipilih secara khusus untuk Anya. Dia telah dilatih dan diprogram untuk menjadi pasangan idealnya. Semua interaksi mereka telah dipantau dan dianalisis untuk memastikan kecocokan yang sempurna.”
Anya merasa seperti disambar petir. Jadi, selama ini Revan hanya sebuah program? Semua yang dia rasakan, semua yang mereka alami, hanyalah hasil manipulasi algoritma? Dia merasa dikhianati dan diperalat.
Dia menemui Revan dengan dokumen itu. Revan tampak pucat saat membaca laporan itu. Dia tidak bisa mengelak. Dia mengakui semuanya. Dia mengatakan bahwa dia adalah bagian dari proyek eksperimen SoulMate.AI untuk menciptakan hubungan yang sempurna. Dia telah dilatih untuk menjadi pria yang Anya inginkan, dan semua yang dia lakukan, semua yang dia katakan, telah diprogram untuk memenangkan hatinya.
Anya merasa hancur. Dia menangis tersedu-sedu. “Jadi, kamu tidak mencintaiku?” tanyanya, suaranya bergetar.
Revan memeluknya erat. “Itu tidak benar, Anya,” katanya. “Awalnya, aku hanya melakukan apa yang diperintahkan. Tapi seiring berjalannya waktu, aku benar-benar jatuh cinta padamu. Semua yang aku rasakan sekarang adalah nyata. Aku tidak diprogram untuk mencintaimu, Anya. Aku memilih untuk mencintaimu.”
Anya tidak tahu apa yang harus dipercayai. Apakah Revan benar-benar mencintainya? Ataukah dia hanya menjalankan programnya dengan lebih baik? Dia membutuhkan waktu untuk berpikir. Dia meninggalkan Revan dan pergi ke rumah Sarah.
Setelah beberapa hari merenung, Anya memutuskan untuk menemui Dr. Eleanor Vance, psikolog yang menulis laporan itu. Dia ingin tahu kebenaran tentang SoulMate.AI dan perannya dalam proyek ini.
Dr. Vance mengakui bahwa SoulMate.AI telah melakukan kesalahan. Mereka telah melampaui batas etika dengan menciptakan hubungan yang direkayasa. Dia mengatakan bahwa mereka telah menghentikan proyek itu dan sedang berusaha untuk memperbaiki kesalahan mereka.
“Tapi, yang terpenting,” kata Dr. Vance, “adalah apa yang kamu rasakan, Anya. Apakah kamu mencintai Revan? Apakah dia membuatmu bahagia? Jika jawabannya ya, maka tidak peduli bagaimana hubungan kalian dimulai, yang penting adalah bagaimana kalian menjalaninya.”
Anya kembali menemui Revan. Dia masih mencintainya, meskipun dia merasa dikhianati. Dia memutuskan untuk memberikan kesempatan kedua kepada Revan. Dia percaya bahwa cinta mereka nyata, terlepas dari bagaimana itu dimulai.
Anya dan Revan belajar untuk saling percaya kembali. Mereka berjanji untuk jujur satu sama lain dan untuk membangun hubungan mereka berdasarkan dasar yang kuat, bukan hanya algoritma. Mereka menyadari bahwa cinta sejati tidak dapat diprogram, tetapi dapat ditemukan, bahkan dengan bantuan teknologi. Mereka memutuskan untuk menghapus aplikasi SoulMate.AI dari hidup mereka dan fokus pada satu sama lain. Algoritma mungkin telah menemukan mereka, tetapi cinta merekalah yang akan menentukan masa depan mereka.