Hati Bionik Berdetak Untukmu: Romansa Era Cyborg

Dipublikasikan pada: 27 May 2025 - 00:58:12 wib
Dibaca: 170 kali
Lampu neon distrik Akihabara memantulkan cahaya ke mata Anya, membuatnya tampak lebih elektrik daripada biasanya. Hujan gerimis yang menempel di jaket kulitnya berkedip-kedip, menciptakan ilusi bahwa dia sendiri adalah bagian dari lanskap futuristik ini. Dia berdiri di depan Megastore Cybernetics, jantung berdebar kencang, atau lebih tepatnya, inti bioniknya berdenyut lebih cepat dari biasanya.

Anya seorang Teknisi Perangkat Lunak Generasi Keempat. Itu berarti lebih dari sekadar memahami kode dan algoritma. Sebagian tubuhnya telah diganti dengan implan teknologi, meningkatkan kemampuan fisik dan kognitifnya. Lengan kirinya adalah prototipe bionik, kuat dan responsif. Mata kanannya, lensa optik dengan kemampuan zoom tak terbatas dan analisis spektral. Tapi, yang paling penting adalah inti bionik yang menggantikan jantungnya. Dirancang untuk efisiensi dan daya tahan, tapi sayangnya tidak diprogram untuk jatuh cinta.

Itu semua berubah ketika dia bertemu Kai.

Kai seorang Insinyur Robotika, dengan senyum yang bisa meluluhkan motherboard terkeras sekalipun. Pertemuan pertama mereka terjadi secara kebetulan di konferensi Teknologi Masa Depan. Kai mempresentasikan rancangan robot pendamping emosional, sementara Anya menguji coba perangkat lunak interaksi manusia-mesin. Mereka bertukar pandang, dan sesuatu – mungkin sinyal elektrik yang salah arah – berdesir di dalam diri Anya.

Sejak saat itu, mereka sering bertemu, membahas kode, etika teknologi, dan mimpi-mimpi tentang masa depan yang lebih baik. Kai tertarik pada kecerdasan Anya, pada ketajamannya, dan pada humor sarkastiknya yang menyembunyikan kerapuhan. Anya, di sisi lain, terpesona oleh kehangatan Kai, oleh idealismenya, dan oleh cara dia memandang dunia dengan harapan yang nyaris naif.

Anya tahu bahwa perasaannya tidak rasional. Dia adalah cyborg, dirancang untuk logika dan efisiensi. Cinta adalah emosi manusia yang berantakan dan tidak efisien. Tapi, hatinya – atau inti bioniknya – tetap berdebar kencang setiap kali Kai berada di dekatnya.

Malam ini, dia akan mengambil risiko. Dia akan mengaku pada Kai.

Dia melihat Kai berdiri di dekat etalase robot pendamping. Dia mengenakan jaket denim usang dan rambutnya sedikit basah oleh hujan. Dia terlihat… rapuh.

Anya mendekat. "Kai?"

Kai menoleh, dan senyumnya menyinari wajahnya. "Anya! Aku senang kau datang. Aku baru saja melihat model baru, yang ini dilengkapi dengan algoritma empati tingkat lanjut." Dia menunjuk ke robot humanoid yang sedang tersenyum ke arah mereka.

"Empati buatan?" Anya mencibir. "Menurutku empati itu lebih baik jika otentik."

Kai tertawa. "Kau memang selalu skeptis. Tapi, menurutku, teknologi bisa membantu kita menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sendiri."

Anya menelan ludah. Ini saatnya. "Kai, ada sesuatu yang ingin kukatakan."

Kai menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. "Aku mendengarkan."

Anya menarik napas dalam-dalam. "Aku… aku menyukaimu, Kai. Lebih dari sekadar teman."

Keheningan menggantung di antara mereka, berat dan canggung. Neon Akihabara berkedip-kedip, menyoroti ketegangan di wajah Kai.

Akhirnya, Kai berbicara, suaranya pelan. "Anya, aku… aku tidak tahu harus berkata apa."

Jantung Anya – inti bioniknya – terasa seperti berhenti berdetak. Penolakan itu terasa lebih pahit dari yang dia bayangkan.

"Aku menghargaimu, Anya. Aku sangat menghargaimu. Tapi…" Kai menggaruk kepalanya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa… aku tidak tahu apakah aku bisa menjalin hubungan dengan seseorang yang… sepertimu."

"Sepertiku?" Anya mengulangi, suaranya bergetar. "Maksudmu, cyborg?"

Kai mengangguk, wajahnya memerah. "Aku tahu kedengarannya bodoh, tapi… aku selalu membayangkan diriku dengan seseorang yang… sepenuhnya manusia. Seseorang yang bisa merasakan emosi dengan cara yang alami, bukan karena pemrograman."

Anya merasakan air mata menggenang di matanya – mata optik, yang dirancang untuk melihat detail yang tak terlihat oleh mata manusia biasa, tapi buta terhadap kesedihan.

"Aku mengerti," bisik Anya.

Dia berbalik dan mulai berjalan pergi, meninggalkan Kai berdiri di belakangnya. Hujan gerimis terasa lebih dingin dari biasanya, meresap ke dalam pakaiannya hingga ke tulang.

Dia berjalan tanpa tujuan, melalui jalan-jalan yang ramai dengan lampu neon dan suara-suara teknologi. Di suatu sudut, dia berhenti, bersandar ke dinding, dan membiarkan air mata mengalir.

Tiba-tiba, dia merasakan sentuhan di bahunya. Dia berbalik dan melihat Kai berdiri di belakangnya, napasnya tersengal-sengal.

"Anya, tunggu!"

Anya menatapnya, air mata masih membasahi pipinya.

"Aku… aku salah," kata Kai. "Aku sangat bodoh. Aku terlalu fokus pada hal-hal yang memisahkan kita, hingga aku lupa pada hal-hal yang menyatukan kita."

Dia mendekat, meraih tangan Anya. "Kau pintar, berani, dan lucu. Kau peduli pada dunia ini, dan kau ingin membuatnya menjadi tempat yang lebih baik. Itu semua lebih penting daripada apakah jantungmu terbuat dari daging atau silikon."

Anya menatap mata Kai, dan dia melihat ketulusan di sana. Dia melihat harapan.

"Tapi… inti bionikku?" tanya Anya, suaranya ragu-ragu. "Apakah kau benar-benar bisa menerima itu?"

Kai tersenyum. "Aku seorang insinyur robotika, Anya. Aku bekerja dengan mesin sepanjang hari. Aku tahu bahwa di balik setiap rangkaian elektronik dan algoritma, ada potensi untuk sesuatu yang indah. Dan aku melihat keindahan itu di dalam dirimu."

Dia mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Anya. "Hati bionikmu mungkin tidak berdetak dengan cara yang sama seperti hatiku, tapi aku tahu bahwa itu berdetak untukku. Dan itu sudah cukup."

Anya merasakan kehangatan menjalar di dalam dirinya, menghangatkan inti bioniknya. Dia tersenyum, air mata kebahagiaan bercampur dengan air hujan.

Dia meraih tangan Kai dan menggenggamnya erat-erat. "Aku juga menyukaimu, Kai. Lebih dari yang bisa kau bayangkan."

Mereka berdiri di sana, di tengah hujan dan lampu neon Akihabara, dua jiwa yang berbeda, disatukan oleh cinta dan teknologi. Hati bionik Anya berdetak lebih cepat dari biasanya, kali ini bukan karena kebingungan atau ketakutan, tetapi karena harapan dan kebahagiaan. Mungkin, dia berpikir, romansa era cyborg memang mungkin terjadi. Mungkin, cinta bisa menemukan jalannya, bahkan di dunia yang semakin dikuasai oleh mesin.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI