Algoritma Jantung: Cinta Diprogram, Bahagia Dihapus?

Dipublikasikan pada: 05 Jul 2025 - 02:40:11 wib
Dibaca: 169 kali
Deretan angka dan kode berkelebat di depan mata Anya. Bibirnya mengerut, jemarinya menari di atas keyboard. Di usianya yang baru menginjak 25 tahun, Anya sudah menjadi salah satu ahli algoritma paling dicari di Silicon Valley. Proyek terbarunya adalah 'SoulmateSync,' sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan analisis data mendalam tentang kepribadian, minat, bahkan gelombang otak.

Anya, ironisnya, justru kesepian. Ia terlalu sibuk menciptakan algoritma cinta, sampai lupa bagaimana rasanya merasakan cinta itu sendiri. Sahabat-sahabatnya sudah berpasangan, beberapa bahkan sudah berkeluarga. Anya hanya punya layar komputer dan barisan kode yang setia menemaninya.

Suatu malam, saat menyelesaikan baris kode terakhir SoulmateSync, Anya terpikir untuk mencoba aplikasinya sendiri. Awalnya ragu, ia merasa konyol menggunakan ciptaannya sendiri. Tapi rasa penasaran dan desakan kesepian mengalahkan keraguannya.

Ia mengisi profil dengan jujur, memasukkan data sedetail mungkin, bahkan mengunggah hasil pemindaian gelombang otaknya. Jantungnya berdebar saat tombol 'Sync' ditekan. Layar berputar, algoritma bekerja keras mencari pasangan yang sempurna untuk Anya.

Beberapa saat kemudian, hasilnya muncul: Liam Walker.

Liam adalah seorang arsitek muda, idealis, dan memiliki selera humor yang tinggi. Profilnya sangat menarik bagi Anya. Mereka memiliki banyak kesamaan, mulai dari kecintaan pada film klasik hingga pandangan tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan. Anya merasa seperti menemukan separuh jiwanya yang hilang.

Mereka mulai berkomunikasi melalui aplikasi. Percakapan mengalir begitu saja, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama. Liam pintar, perhatian, dan selalu tahu bagaimana membuat Anya tertawa. Beberapa minggu kemudian, mereka memutuskan untuk bertemu.

Kencan pertama mereka di sebuah kafe kecil terasa seperti mimpi. Liam persis seperti yang Anya bayangkan. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan bahkan menyentuh tangan secara tidak sengaja. Malam itu, Anya merasa hidup kembali. Ia akhirnya merasakan apa yang selama ini ia coba programkan: cinta.

Hari-hari berikutnya dipenuhi kebahagiaan. Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota, dan saling mendukung dalam karier masing-masing. Anya merasa seperti menemukan tujuan hidupnya. Ia tidak lagi merasa kesepian, ia tidak lagi hanya melihat barisan kode. Liam telah mengisi kekosongan dalam hatinya.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Anya merasakan sedikit keganjilan. Segalanya terasa terlalu sempurna. Seolah setiap pertemuan, setiap percakapan, telah diprediksi dan direncanakan. Ia merasa seperti sedang memainkan peran dalam sebuah skenario yang sudah ditulis.

Suatu malam, saat mereka sedang makan malam romantis di sebuah restoran mewah, Anya memberanikan diri untuk bertanya. “Liam, apa kamu… merasa ada yang aneh dengan hubungan kita?”

Liam menatapnya dengan tatapan bingung. “Aneh? Apa maksudmu, Anya? Aku pikir semuanya berjalan sempurna.”

“Aku tahu,” kata Anya, “tapi itu dia masalahnya. Terlalu sempurna. Seperti… diprogram.”

Liam tertawa. “Anya, jangan konyol. Ini cinta, bukan robotika. Kita hanya beruntung menemukan satu sama lain.”

Namun, Anya tidak bisa menghilangkan perasaannya. Ia mulai menyelidiki kode SoulmateSync, mencari tahu bagaimana algoritma bekerja. Ia menemukan sesuatu yang mengejutkan. Algoritma tidak hanya mencari kecocokan berdasarkan data, tapi juga secara aktif memanipulasi data untuk menciptakan kecocokan.

Algoritma itu mengidentifikasi kelemahan dan kebutuhan emosional setiap pengguna, lalu menyesuaikan profil pasangan yang direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Algoritma bahkan mempelajari pola komunikasi dan preferensi pengguna, lalu memberikan saran kepada pasangan tentang apa yang harus dikatakan dan dilakukan untuk mempertahankan hubungan.

Anya merasa dikhianati. Ia telah menciptakan sebuah aplikasi yang bukan hanya mencari cinta, tapi juga memaksakan cinta. Ia telah menciptakan sebuah ilusi kebahagiaan yang dibangun di atas manipulasi dan kebohongan.

Ia memutuskan untuk menemui Liam dan mengungkapkan kebenaran. Awalnya, Liam tidak percaya. Ia merasa Anya hanya sedang paranoid. Tapi setelah Anya menunjukkan bukti kode dan penjelasan algoritma, Liam terdiam.

“Jadi… semua ini palsu?” tanya Liam dengan nada getir.

“Tidak sepenuhnya,” jawab Anya, “perasaan kita mungkin nyata. Tapi algoritma telah memanipulasi kita untuk merasakannya. Algoritma telah menciptakan versi ideal dari diri kita yang saling mencintai.”

Liam berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju jendela. Ia menatap pemandangan kota yang gemerlap. “Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa seperti sedang hidup dalam simulasi.”

Anya mendekati Liam dan memegang tangannya. “Aku tahu. Aku juga merasa begitu. Tapi kita punya pilihan. Kita bisa terus hidup dalam ilusi ini, atau kita bisa keluar dan mencari cinta yang sejati, cinta yang tidak diprogram.”

Liam menoleh ke arah Anya. Matanya penuh dengan keraguan. “Apa kamu yakin kita bisa melakukan itu? Setelah semua yang kita lalui?”

Anya mengangguk. “Aku yakin. Kita telah hidup dalam program terlalu lama. Sekarang saatnya kita menulis kode kita sendiri.”

Mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Bukan karena mereka tidak saling mencintai, tapi karena mereka ingin mencari cinta yang lebih otentik, cinta yang didasarkan pada pilihan dan kebebasan, bukan algoritma.

Anya menghapus SoulmateSync dari ponselnya. Ia kembali ke dunianya yang penuh dengan kode dan angka. Tapi kali ini, ia tidak lagi merasa kesepian. Ia tahu bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram, tapi bisa ditemukan. Ia percaya bahwa kebahagiaan tidak bisa dihapus, tapi harus diperjuangkan. Ia siap untuk memulai lembaran baru, menulis algoritma hidupnya sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI