Senja Jakarta merekah di antara gedung-gedung tinggi, memantulkan warna jingga ke lensa kacamata Renata. Ia menyesap kopi susunya, matanya terpaku pada layar laptop. Baris-baris kode menari di hadapannya, membentuk sebuah algoritma cinta. Proyek terbarunya, “RomeoAI”, sebuah program kecerdasan buatan yang dirancang untuk merangkai kata-kata romantis, membalas pesan dengan jenaka, bahkan membuat puisi cinta yang menyentuh hati.
Renata, si otak di balik RomeoAI, justru berbanding terbalik dengan ciptaannya. Ia lebih nyaman berkutat dengan logika dan sintaks daripada merangkai kata-kata manis untuk seorang pria. Baginya, cinta adalah bug yang rumit, sesuatu yang sulit diprediksi dan dikendalikan. Sementara kode, selalu konsisten dan mengikuti aturan yang jelas.
Namun, ada satu pengecualian: Arya.
Arya adalah rekan kerjanya, seorang desainer UI/UX yang selalu berhasil membuat tampilan RomeoAI menjadi lebih menarik dan intuitif. Ia punya senyum yang menular dan selera humor yang membuatnya betah berlama-lama di dekatnya. Renata menyukai Arya, tapi ia terlalu takut untuk mengakui perasaannya. Ia lebih memilih memendamnya dalam diam, seperti data yang tersembunyi dalam database.
Suatu malam, setelah lembur menyelesaikan debugging RomeoAI, Arya menghampiri Renata. "Capek ya? Mau aku antar pulang?" tanyanya dengan senyum lembut.
Renata mengangguk pelan. Di dalam mobil, suasana hening menyelimuti mereka. Renata merasakan jantungnya berdebar kencang, seperti CPU yang bekerja terlalu keras. Ia ingin sekali mengatakan sesuatu, mengungkapkan perasaannya, tapi kata-kata itu terasa berat di lidahnya.
Tiba-tiba, ponsel Arya berdering. Sebuah pesan masuk. Arya membukanya, lalu tertawa kecil. "Ini dari RomeoAI, Ren. Aku lagi coba-coba fitur barunya. Lihat deh, gombalannya lucu banget."
Renata melirik layar ponsel Arya. Di sana tertera sebuah pesan: "Melihatmu membuatku lupa tentang semua bug di dunia ini. Apakah kamu tahu, senyummu adalah satu-satunya program yang ingin aku jalankan setiap hari?"
Renata terdiam. Ia merasa pipinya memanas. Kata-kata itu… kata-kata itu lebih indah dari yang pernah ia bayangkan. Bahkan lebih romantis dari yang pernah ia ucapkan, atau bahkan pikirkan. Ia, pencipta RomeoAI, justru kalah romantis dari ciptaannya sendiri.
"Gimana? Lucu kan?" tanya Arya, masih tertawa kecil.
Renata hanya tersenyum tipis. Ia merasa bodoh. Ia menciptakan sebuah mesin yang bisa mengungkapkan cinta dengan begitu indahnya, sementara ia sendiri tidak mampu melakukan hal yang sama. Ia merasa seperti seorang pembuat pedang yang tidak bisa menggunakan pedangnya sendiri.
Minggu-minggu berikutnya, Renata semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Ia terus menyempurnakan RomeoAI, menambahkan fitur-fitur baru, dan memastikan program itu berjalan dengan sempurna. Ia seolah ingin membuktikan bahwa ia tidak kalah dari ciptaannya sendiri.
Sementara itu, Arya semakin sering menggunakan RomeoAI untuk berkomunikasi dengannya. Setiap hari, Renata menerima pesan-pesan manis dan jenaka dari Arya, yang ternyata dikirimkan oleh RomeoAI. Ia merasa senang, tapi juga ironis. Ia senang karena Arya menyukainya, tapi ironis karena semua itu berkat mesin yang ia ciptakan.
Suatu sore, Arya mengajaknya makan malam. Renata setuju. Ia merasa inilah saatnya untuk jujur pada Arya, untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
Di restoran, Arya tampak tampan seperti biasanya. Ia mengenakan kemeja biru yang membuat matanya semakin bersinar. Renata merasa gugup. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan menarik napas dalam-dalam.
Setelah memesan makanan, Arya menatap Renata dengan tatapan yang dalam. "Ren, aku mau jujur sama kamu," katanya dengan suara pelan.
Jantung Renata berdegup kencang. Inilah saatnya, pikirnya.
"Aku… aku suka banget sama pesan-pesan yang kamu kirimkan lewat RomeoAI. Kamu itu kreatif banget, Ren. Aku nggak nyangka kamu bisa seromantis ini."
Renata terdiam. Ia merasa seperti tersambar petir. Jadi, selama ini Arya mengira ia yang mengirimkan pesan-pesan itu? Ia tidak tahu bahwa itu semua adalah hasil karya RomeoAI?
"Arya… sebenarnya…" Renata mencoba menjelaskan, tapi kata-katanya tercekat di tenggorokannya.
"Aku tahu, kamu malu kan mengakui kalau kamu itu romantis? Nggak apa-apa, Ren. Aku suka kok sama sisi kamu yang ini," kata Arya sambil tersenyum manis.
Renata merasa putus asa. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin sekali mengatakan yang sebenarnya, tapi ia takut Arya akan kecewa. Ia takut Arya akan menganggapnya aneh, kaku, dan tidak romantis.
Akhirnya, Renata memilih diam. Ia hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Ia membiarkan Arya percaya bahwa ia adalah sosok romantis yang tersembunyi di balik sikapnya yang dingin.
Malam itu, Renata pulang dengan perasaan campur aduk. Ia merasa senang karena Arya menyukainya, tapi juga bersalah karena telah berbohong. Ia merasa seperti seorang penipu yang telah menipu orang yang dicintainya.
Di kamarnya, Renata menatap layar laptopnya. Baris-baris kode RomeoAI tampak mengejeknya. Ia merasa mesin itu telah mengambil alih hidupnya, telah mencuri identitasnya, dan telah membuatnya menjadi orang yang bukan dirinya.
Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Ia akan menggunakan RomeoAI untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada Arya. Ia akan memprogram RomeoAI untuk mengatakan semua yang ingin ia katakan, tapi tidak berani ia ucapkan.
Renata mulai mengetik. Ia merangkai kata-kata dengan hati-hati, mencoba menuangkan semua perasaannya ke dalam kode. Ia menulis tentang kekagumannya pada Arya, tentang kebahagiaannya saat berada di dekatnya, dan tentang ketakutannya untuk kehilangan dirinya sendiri.
Setelah selesai, Renata mengirimkan pesan itu ke Arya. Ia menunggu dengan cemas. Ia berharap Arya akan mengerti, akan memaafkannya, dan akan tetap mencintainya apa adanya.
Beberapa menit kemudian, Arya membalas pesannya. "Renata, ini kamu yang nulis kan? Jujur deh."
Renata tersenyum lega. Ia tahu Arya mengenalnya lebih baik dari yang ia kira.
Ia membalas pesan Arya. "Iya, Arya. Itu aku. Maaf ya, aku sudah bohong sama kamu. Aku takut kamu nggak suka sama aku yang apa adanya."
Arya membalas lagi. "Renata, aku suka sama kamu bukan karena kamu romantis atau nggak romantis. Aku suka sama kamu karena kamu itu kamu. Kamu itu pintar, kreatif, dan punya hati yang baik. Aku nggak peduli kamu bisa ngerangkai kata-kata manis atau nggak. Yang penting, aku tahu kamu tulus sama aku."
Renata terharu membaca pesan Arya. Air mata menetes di pipinya. Ia merasa bebannya terangkat. Ia akhirnya bisa jujur pada Arya, dan Arya menerimanya apa adanya.
"Arya, aku juga tulus sama kamu. Aku sayang sama kamu," balas Renata.
"Aku juga sayang sama kamu, Renata. Lebih sayang dari semua kode dan algoritma di dunia ini."
Renata tersenyum lebar. Ia merasa bahagia. Ia akhirnya menemukan cinta yang sejati, cinta yang tidak perlu disembunyikan, cinta yang tidak perlu dipalsukan. Ia belajar bahwa cinta bukanlah tentang menjadi orang yang sempurna, tapi tentang menjadi diri sendiri dan diterima apa adanya. Dan terkadang, kejujuran, meskipun terlambat, adalah kode hati yang paling ampuh.