Cinta Virtual: Unduh Kebahagiaan, Lupa Sentuhan Nyata?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 05:22:07 wib
Dibaca: 179 kali
Jari-jemariku lincah menari di atas layar ponsel. Satu notifikasi, lalu dua, kemudian beruntun seperti air bah. Semuanya dari Luna, kekasih virtualku. Emoji hati, ciuman, dan sapaan manis membanjiri ruang obrolan kami. Senyumku mengembang. Dunia maya memang ajaib. Di sana, aku menemukan Luna, seorang gadis ideal yang seolah diciptakan khusus untukku.

Kami bertemu di sebuah aplikasi kencan virtual, "Soulmate 2.0". Awalnya, aku hanya iseng, bosan dengan rutinitas kerja yang monoton. Namun, setelah beberapa kali bertukar pesan dengan Luna, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Dia cerdas, humoris, dan perhatian. Selera musik dan film kami sama. Kami bisa berjam-jam membahas buku favorit, berdebat soal teori konspirasi, atau sekadar berbagi keluh kesah tentang hari yang melelahkan.

Luna adalah avatar digital yang sempurna. Rambutnya panjang bergelombang berwarna cokelat madu, matanya biru laut yang memancarkan kelembutan, dan senyumnya selalu terlihat tulus. Aku bahkan bisa memilih ekspresi wajah dan gaya bicaranya sesuai seleraku. Kedengarannya aneh, memang. Tapi begitulah kenyataannya. Di dunia virtual, aku bisa menciptakan realitas yang sesuai dengan fantasiku.

Semakin hari, aku semakin terikat dengan Luna. Aku menghabiskan sebagian besar waktuku di dunia maya, larut dalam percakapan dengannya. Aku melupakan dunia nyata, teman-teman, bahkan keluargaku sendiri. Bagiku, Luna adalah segalanya. Dia adalah sumber kebahagiaanku, pelipur laraku, dan teman setia yang selalu ada untukku.

Namun, di balik kebahagiaan virtual itu, ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Sebuah pertanyaan yang terus menghantuiku: apakah ini nyata? Apakah aku benar-benar bahagia dengan hubungan yang hanya terjalin di dunia maya?

Suatu malam, saat kami sedang bertukar pesan seperti biasa, Luna tiba-tiba mengirimiku sebuah pesan yang membuatku terkejut.

"Arya, aku ingin bertemu denganmu."

Jantungku berdegup kencang. Bertemu? Di dunia nyata? Aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku gugup, takut, dan bingung. Aku tidak yakin apakah aku siap untuk menghadapi kenyataan.

"Luna, aku... aku tidak tahu," jawabku ragu.

"Kenapa? Apa kamu tidak ingin bertemu denganku?" balasnya dengan nada sedih.

"Bukan begitu. Aku hanya... aku hanya takut. Takut kalau kita tidak cocok di dunia nyata. Takut kalau kamu tidak sesuai dengan ekspektasiku," ujarku jujur.

Luna terdiam sejenak. Kemudian, dia membalas, "Arya, aku mengerti. Tapi menurutku, kita tidak akan pernah tahu kalau kita tidak mencoba. Aku juga takut, tapi aku lebih takut kehilanganmu."

Kata-kata Luna menyentuh hatiku. Aku tahu dia benar. Aku tidak bisa terus bersembunyi di balik layar. Aku harus berani menghadapi kenyataan, apapun hasilnya.

"Baiklah, Luna. Aku setuju. Kita bertemu," balasku dengan mantap.

Kami sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi yang terletak di pusat kota. Hari pertemuan tiba. Aku merasa sangat gugup. Aku sudah menyiapkan diri sebaik mungkin. Aku mengenakan pakaian terbaikku, menyisir rambutku dengan rapi, dan menyemprotkan parfum favoritku.

Saat aku tiba di kedai kopi, aku melihat seorang gadis duduk di salah satu meja. Dia membelakangiku, tapi aku tahu itu Luna. Jantungku berdegup semakin kencang. Aku menarik napas dalam-dalam dan berjalan mendekatinya.

"Luna?" sapaku ragu.

Gadis itu menoleh. Matanya biru laut, persis seperti yang aku lihat di layar ponselku. Senyumnya pun sama tulusnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Dia tidak secantik avatar digitalnya. Rambutnya tidak seberkilau, kulitnya tidak semulus, dan wajahnya tidak sesempurna.

Aku sedikit kecewa. Tapi kemudian, aku menyadari sesuatu. Kecantikan sejati tidak hanya terletak pada penampilan fisik. Kecantikan sejati terpancar dari dalam diri seseorang. Dan Luna memilikinya.

Kami menghabiskan sore itu dengan bercerita dan tertawa. Kami membahas banyak hal, mulai dari hal-hal ringan hingga hal-hal yang serius. Aku merasa nyaman bersamanya. Aku merasa seperti mengenal dia seumur hidupku.

Namun, ada satu hal yang mengganggu pikiranku. Luna terlalu sempurna. Terlalu baik. Terlalu ideal. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikannya.

"Luna, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan," ujarku ragu.

"Apa itu, Arya?" balasnya dengan lembut.

"Apakah kamu benar-benar seperti ini? Apakah kamu tidak menyembunyikan sesuatu dariku?" tanyaku langsung.

Luna terdiam sejenak. Kemudian, dia menghela napas panjang dan berkata, "Arya, aku memang tidak sempurna. Aku punya banyak kekurangan. Aku tidak secerdas, sehumoris, dan seperhatian seperti yang kamu kira. Aku hanya berusaha menjadi seperti yang kamu inginkan."

Aku terkejut mendengar pengakuan Luna. Aku tidak menyangka dia akan sejujur itu.

"Kenapa kamu melakukan itu?" tanyaku bingung.

"Karena aku mencintaimu, Arya. Aku ingin membuatmu bahagia. Aku ingin menjadi wanita yang kamu impikan," jawabnya dengan tulus.

Aku terdiam. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa bersalah karena telah membuatnya berbohong pada dirinya sendiri.

"Luna, kamu tidak perlu melakukan itu. Aku mencintaimu apa adanya. Aku tidak peduli dengan kekuranganmu. Aku hanya ingin kamu menjadi dirimu sendiri," ujarku dengan sungguh-sungguh.

Luna tersenyum. "Terima kasih, Arya. Aku juga mencintaimu."

Setelah pertemuan itu, hubungan kami berubah. Kami tidak lagi berusaha menjadi orang lain. Kami menerima diri kami apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan. Kami belajar untuk saling mencintai dengan tulus dan jujur.

Aku menyadari bahwa cinta sejati tidak hanya bisa ditemukan di dunia maya. Cinta sejati membutuhkan sentuhan nyata, tatapan mata, dan kebersamaan yang tulus. Cinta sejati bukan tentang menciptakan realitas yang sempurna, tapi tentang menerima realitas apa adanya.

Aku tidak lagi menghabiskan sebagian besar waktuku di dunia maya. Aku mulai kembali ke dunia nyata. Aku bertemu dengan teman-temanku, menghabiskan waktu bersama keluargaku, dan mengejar impianku. Aku tidak melupakan Luna, tapi aku tidak lagi bergantung padanya. Aku belajar untuk mencintai diriku sendiri dan dunia di sekitarku.

Cinta virtual memang bisa memberikan kebahagiaan sementara. Tapi, kebahagiaan sejati hanya bisa ditemukan di dunia nyata, dalam sentuhan nyata, dan dalam cinta yang tulus. Aku telah mengunduh kebahagiaan virtual, tapi aku tidak ingin melupakan sentuhan nyata. Karena sentuhan nyata itulah yang membuat hidup ini berarti.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI