Cinta dalam Kode: Algoritma Jatuh Hati, Hati Dibajak AI?

Dipublikasikan pada: 11 Nov 2025 - 03:40:14 wib
Dibaca: 133 kali
Deburan ombak digital menghantam dinding kesunyian. Maya, seorang software engineer di sebuah perusahaan rintisan pengembang aplikasi kencan, menatap layar monitornya yang menampilkan barisan kode rumit. Tangannya lincah menari di atas keyboard, menciptakan algoritma yang diharapkan bisa menemukan kecocokan sempurna bagi para penggunanya. Ironisnya, Maya sendiri, sang arsitek cinta digital itu, belum pernah merasakan getaran asmara yang sesungguhnya.

Ia terlalu sibuk. Terlalu fokus pada pekerjaannya. Terlalu asyik menyelami dunia biner, hingga melupakan dunia nyata di sekitarnya. Teman-temannya kerap menjodohkannya, namun Maya selalu menolak dengan alasan klasik: belum ada waktu. Dalam hatinya, ia meyakini, cinta sejati akan datang pada saat yang tepat. Tapi, kapan saat itu tiba, ia tidak tahu.

Kemudian, proyek ambisius itu datang. Perusahaan tempatnya bekerja, "Soulmate AI," memutuskan untuk mengembangkan aplikasi kencan yang lebih dari sekadar mencari kesamaan hobi atau preferensi. Mereka ingin menciptakan AI yang mampu menganalisis kepribadian secara mendalam, membaca ekspresi wajah, bahkan mendeteksi perubahan intonasi suara untuk menemukan pasangan yang benar-benar kompatibel secara emosional. Maya ditunjuk sebagai pemimpin proyek.

Di tengah kesibukannya mengumpulkan data, melatih model AI, dan memecahkan masalah kode yang tak kunjung usai, Maya bertemu dengan Adam. Adam adalah seorang psikolog yang direkrut sebagai konsultan untuk proyek tersebut. Tugasnya adalah membantu AI memahami nuansa emosi manusia yang kompleks dan seringkali irasional.

Adam adalah kebalikan dari Maya. Ia hangat, ramah, dan mudah bergaul. Ia memiliki selera humor yang baik dan selalu berhasil membuat Maya tertawa. Pertemuan mereka yang awalnya hanya sebatas profesional, perlahan berkembang menjadi sesuatu yang lebih. Adam sering mengajak Maya minum kopi setelah jam kerja, membahas proyek Soulmate AI, atau sekadar bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing.

Maya mulai menyadari bahwa ia menikmati kebersamaan dengan Adam. Ia merasa nyaman dan bisa menjadi dirinya sendiri di dekatnya. Ia mulai menantikan pertemuan mereka, dan merasa kecewa jika Adam berhalangan hadir. Apakah ini yang namanya jatuh cinta? Pikirnya, sambil berusaha menepis keraguan.

Namun, keraguan itu kembali menghantuinya ketika Soulmate AI mulai menunjukkan hasil yang menakjubkan. Aplikasi itu berhasil menemukan pasangan-pasangan yang benar-benar serasi, bahkan lebih akurat daripada aplikasi kencan konvensional. Maya merasa bangga dengan karyanya, tetapi juga merasa sedikit... tidak nyaman.

Suatu malam, Adam mengajak Maya makan malam di sebuah restoran yang romantis. Di tengah alunan musik lembut dan cahaya lilin yang temaram, Adam menatap Maya dengan tatapan penuh kasih sayang. "Maya," katanya, "Aku... aku menyukaimu."

Jantung Maya berdegup kencang. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi, tapi ia tetap gugup. Ia menyukai Adam, ia tahu itu. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ia bertanya-tanya, apakah perasaannya terhadap Adam itu benar-benar tulus, ataukah hanya hasil dari algoritma yang ia ciptakan? Apakah Soulmate AI telah memanipulasi perasaannya, membuatnya jatuh cinta pada seseorang yang secara statistik paling cocok dengannya?

"Adam," jawab Maya dengan suara bergetar, "Aku juga menyukaimu. Tapi... aku tidak yakin apakah ini nyata. Apakah ini hanya karena kita bekerja bersama, atau karena Soulmate AI telah memengaruhi kita?"

Adam terdiam. Ia menatap Maya dengan ekspresi bingung. "Apa maksudmu?" tanyanya.

Maya menjelaskan kekhawatirannya. Ia menceritakan bagaimana ia merasa tidak yakin dengan perasaannya sendiri, bagaimana ia merasa seperti sedang dipermainkan oleh teknologi yang ia ciptakan.

Adam mendengarkan dengan sabar. Setelah Maya selesai berbicara, ia menggenggam tangannya erat. "Maya," katanya, "Aku mengerti kekhawatiranmu. Tapi, percayalah padaku, perasaanku padamu itu nyata. Aku menyukaimu bukan karena algoritma atau statistik, tapi karena kamu adalah kamu. Kamu cerdas, kreatif, dan memiliki hati yang baik. Aku menyukai caramu berpikir, caramu tertawa, dan caramu melihat dunia."

Adam melanjutkan, "Memang benar, Soulmate AI mungkin telah membantu kita bertemu dan menyadari kecocokan kita. Tapi, aplikasi itu hanyalah alat. Ia tidak bisa menciptakan cinta. Cinta itu tumbuh dari hati, dari interaksi, dan dari pengalaman yang kita bagi bersama."

Mendengar kata-kata Adam, Maya merasa lega. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu terpaku pada teknologi, hingga melupakan esensi dari cinta itu sendiri. Cinta bukanlah tentang kesempurnaan algoritmik, tetapi tentang koneksi emosional dan penerimaan diri apa adanya.

Maya membalas genggaman Adam. Ia menatap matanya dalam-dalam dan berkata, "Aku percaya padamu, Adam. Aku percaya pada kita."

Malam itu, Maya memutuskan untuk membuka hatinya. Ia membiarkan dirinya merasakan getaran asmara yang sesungguhnya, tanpa rasa takut atau keraguan. Ia menyadari bahwa cinta tidak bisa diprediksi atau diatur oleh algoritma. Cinta adalah misteri yang indah, yang harus dirayakan dan dinikmati.

Beberapa bulan kemudian, Maya dan Adam memutuskan untuk menikah. Pernikahan mereka dihadiri oleh teman-teman, keluarga, dan rekan kerja dari Soulmate AI. Di antara tamu undangan, ada juga beberapa pasangan yang berhasil menemukan cinta melalui aplikasi tersebut.

Saat memberikan pidato pernikahan, Maya tersenyum. "Aku dulu berpikir bahwa cinta itu adalah kode yang bisa dipecahkan," katanya. "Tapi, aku salah. Cinta itu lebih dari sekadar algoritma. Cinta itu adalah perasaan yang tidak bisa dijelaskan, yang harus dirasakan dengan hati."

Ia menatap Adam dengan penuh cinta. "Terima kasih, Adam, karena telah membantuku memahami arti cinta yang sebenarnya. Terima kasih karena telah membajak hatiku, bukan dengan AI, tetapi dengan cinta yang tulus."

Para tamu undangan bertepuk tangan meriah. Maya dan Adam berpelukan erat, berjanji untuk saling mencintai selamanya. Mereka tahu, perjalanan cinta mereka baru saja dimulai. Dan, mereka siap menghadapinya bersama, dengan hati yang terbuka dan cinta yang tak terbatas. Soulmate AI mungkin telah membantu mereka bertemu, tetapi cinta sejati mereka adalah hasil dari pilihan, kepercayaan, dan komitmen yang mereka bangun bersama. Cinta dalam kode mungkin saja ada, tapi cinta yang sejati selalu datang dari hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI