Udara kafe beraroma kopi dan algoritma. Luna menyesap latte-nya, matanya terpaku pada layar ponsel. Bukan meme kucing atau berita terkini yang menarik perhatiannya, melainkan antarmuka aplikasi "SoulSync" – aplikasi kencan berbasis kecerdasan buatan yang dirancang untuk menemukan pasangan paling kompatibel berdasarkan analisis data emosional.
"Siap validasi hatimu, Luna?" sapa suara dari earphone yang terhubung ke ponselnya. Itu Anya, sahabat sekaligus developer utama SoulSync.
Luna menghela napas. "Siap tidak siap, Anya. Ini sudah kencan virtual ke-lima minggu ini. Semuanya terasa… sintetik."
"Beri SoulSync kesempatan. Algoritma terus belajar. Calon kali ini, namanya Arion, skor kompatibilitasnya 97,8%. Rekor tertinggi sejauh ini," jawab Anya dengan nada penuh optimisme.
Luna sedikit ragu. Angka memang meyakinkan, tapi hatinya masih merindukan sesuatu yang organik, sentuhan nyata di tengah dunia digital yang serba instan. Aplikasi itu menjanjikan "validasi hati oleh sentuhan data," tapi bisakah data benar-benar mengukur kompleksitas perasaan?
Sesi kencan virtual dimulai. Di layar muncul wajah Arion, tampan dengan senyum yang terlihat tulus. Profilnya menyebutkan ia seorang arsitek lanskap yang peduli lingkungan. Luna terpukau.
"Halo, Luna. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu," sapa Arion dengan suara yang menenangkan.
"Halo, Arion. Senang juga," jawab Luna, berusaha menyembunyikan keraguannya.
Percakapan mengalir lancar. Arion ternyata pandai bercerita, membahas desain taman kota berkelanjutan dengan antusiasme yang menular. Luna tertawa mendengar leluconnya tentang klien yang meminta pohon bonsai berbentuk karakter kartun. Mereka bahkan memiliki selera musik yang sama.
SoulSync bekerja dengan memantau ekspresi wajah, intonasi suara, dan pola ketikan pengguna, lalu menganalisisnya untuk mengukur emosi dan kompatibilitas. Anya mengklaim aplikasi itu mampu mendeteksi kebohongan, ketidakjujuran, dan bahkan perasaan tersembunyi.
Setelah satu jam, Luna mulai merasa rileks. Arion terasa berbeda dari calon-calon sebelumnya. Ia tidak hanya sekadar memenuhi kriteria data, tetapi juga memiliki kepribadian yang menarik.
"Luna, aku ingin jujur. Aku awalnya skeptis tentang aplikasi kencan seperti ini. Tapi, setelah melihat profilmu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa," kata Arion tiba-tiba.
Luna terkejut. "Aku juga. Aku merasa… nyaman berbicara denganmu."
"Mungkin kita bisa bertemu langsung? Ada pameran arsitektur lanskap minggu depan. Aku akan memamerkan salah satu desainku di sana," ajak Arion.
Luna menimbang-nimbang. Bertemu langsung adalah langkah besar. Ia takut kekecewaan akan menghancurkan harapan yang mulai tumbuh. Namun, ia juga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengenal Arion lebih dalam.
"Baiklah. Aku akan datang," jawab Luna akhirnya.
Anya berseru di earphonenya. "Ya Tuhan, Luna! Aku tahu SoulSync tidak akan mengecewakanmu!"
Minggu depan, Luna berdiri di depan stan pameran arsitektur lanskap. Jantungnya berdebar kencang. Di kejauhan, ia melihat Arion sedang berbicara dengan seorang pengunjung. Ia tampak lebih tampan dari yang ia ingat di layar.
Arion berbalik dan melihat Luna. Senyumnya merekah, lebih lebar dan lebih hangat dari sebelumnya. Ia menghampiri Luna dan mengulurkan tangannya.
"Luna, akhirnya kita bertemu," kata Arion.
Luna menyambut uluran tangan Arion. Sentuhan kulitnya terasa nyata, hangat, dan tidak seperti sentuhan dingin layar ponsel. Ada sengatan kecil yang menjalar di tubuhnya, sensasi yang tidak pernah ia rasakan dalam kencan virtual.
"Arion," balas Luna, merasakan pipinya memerah.
Mereka menghabiskan sore itu bersama, berjalan-jalan di sekitar pameran, berdiskusi tentang desain lanskap, dan tertawa bersama. Luna menyadari bahwa data dan algoritma hanyalah alat. Mereka bisa membantu menemukan potensi, tetapi keajaiban sejati terjadi ketika dua hati bertemu dalam dunia nyata.
Saat matahari mulai terbenam, Arion mengantar Luna ke halte bus. Sebelum Luna naik, Arion berhenti dan menatapnya dalam-dalam.
"Luna, aku tahu ini baru pertemuan pertama, tapi aku merasa ada koneksi yang kuat di antara kita. Aku ingin mengenalmu lebih jauh," kata Arion.
Luna tersenyum. "Aku juga, Arion."
Arion mendekat dan mencium pipi Luna. Ciuman itu singkat, tapi cukup untuk membuktikan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar data dan algoritma. Ada perasaan yang tulus, harapan, dan potensi cinta yang menunggu untuk berkembang.
Dalam perjalanan pulang, Luna melepas earphonenya. Anya pasti sedang menunggunya dengan rasa ingin tahu yang besar. Tapi, Luna tidak ingin berbicara dengan siapa pun sekarang. Ia ingin menikmati momen ini, merasakan kehangatan ciuman Arion di pipinya, dan membiarkan hatinya berproses.
Ia menatap layar ponselnya, ke ikon aplikasi SoulSync. Aplikasi itu mungkin telah membantunya menemukan Arion, tapi cinta sejati tidak bisa divalidasi oleh data. Cinta membutuhkan keberanian untuk mengambil risiko, kepercayaan untuk membuka hati, dan sentuhan nyata untuk membuktikan bahwa ada sesuatu yang istimewa di antara dua jiwa.
Luna menutup matanya dan tersenyum. Validasi hatinya bukan lagi tentang data, tetapi tentang perasaan yang tumbuh di dalam dirinya. Perasaan yang membuatnya berharap, bahwa mungkin, di era AI ini, cinta sejati masih mungkin ditemukan. Dan kali ini, mungkin saja, ia telah menemukannya.