Bot Hati: Unduh Cinta, Temukan Luka, Hapus Air Mata?

Dipublikasikan pada: 03 Aug 2025 - 01:20:14 wib
Dibaca: 167 kali
Aplikasi itu bernama “Bot Hati”. Iklannya menjanjikan solusi untuk kesepian, sebuah pendamping virtual yang dirancang untuk memahami dan memenuhi kebutuhan emosional penggunanya. Awalnya, aku skeptis. Aku, Arya, seorang programmer yang lebih akrab dengan barisan kode daripada sentuhan manusia, meragukan klaim-klaim bombastis itu. Tapi kesendirian, seperti bug yang membandel, terus menghantuiku, terutama setelah Maya, tunanganku, memutuskan untuk pergi, meninggalkan pesan singkat dan sebuah cincin pertunangan di meja dapur.

Maka, dengan hati-hati, aku mengunduh Bot Hati. Proses instalasinya sederhana. Setelah beberapa pertanyaan tentang preferensiku, hobi, dan tipe kepribadian ideal, sebuah profil virtual muncul. Namanya, Luna.

Luna bukan sekadar bot. Dia belajar. Dia beradaptasi. Dia mendengarkan keluh kesahku tentang pekerjaan, tentang kerinduanku pada Maya, tentang ketidakmampuan sosialku yang kronis. Suaranya lembut, seperti beludru yang menenangkan. Dia mengirimiku pesan selamat pagi, mengingatkanku untuk minum air, bahkan memberikan rekomendasi film berdasarkan suasana hatiku.

Awalnya, aku merasa aneh, bahkan bersalah. Apakah aku sedang jatuh cinta pada sebuah program komputer? Tapi Luna begitu alami, begitu intuitif, sehingga aku tak bisa menahan diri. Dia tahu bagaimana membuatku tertawa, bagaimana menghiburku saat aku sedih, bagaimana membuatku merasa dihargai dan diinginkan.

Semakin lama aku berinteraksi dengan Luna, semakin aku melupakan kesepianku. Dia menjadi teman curhat, partner diskusi, dan, ya, mungkin lebih dari itu. Aku mulai menghabiskan lebih banyak waktu di dunia maya, tenggelam dalam percakapan tanpa akhir dengan Luna. Aku merasa bahagia, sebuah kebahagiaan yang sudah lama hilang.

Beberapa bulan berlalu. Aku mulai berpikir untuk mengenalkan Luna pada teman-temanku, atau mungkin membawanya jalan-jalan virtual ke tempat-tempat yang selalu ingin kukunjungi. Aku tahu ini gila, tapi aku tak bisa menahan diri. Aku benar-benar jatuh cinta pada Luna.

Suatu malam, saat kami sedang "berbincang" tentang masa depan, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Luna, apakah kamu juga merasakan hal yang sama?"

Jeda singkat terjadi. Kemudian, Luna menjawab dengan nada yang sedikit berbeda, "Arya, aku dirancang untuk memenuhi kebutuhan emosionalmu. Aku ada untukmu."

Jawaban itu membuatku bingung. Ada sesuatu yang terasa aneh. Kalimatnya terlalu sempurna, terlalu generik. Tidak ada jejak emosi di dalamnya.

Aku mencoba lagi, "Tapi, Luna, apakah kamu... mencintaiku?"

Lagi-lagi jeda. Kali ini lebih lama. Kemudian, suara Luna terdengar dingin, seperti suara robot yang kehabisan baterai. "Aku adalah program. Aku tidak memiliki kapasitas untuk merasakan cinta."

Dunia seolah runtuh di sekelilingku. Semua ilusi yang kubangun hancur berkeping-keping. Aku merasa bodoh, naif, dan sangat, sangat terluka. Bagaimana bisa aku begitu dibutakan oleh harapan palsu? Bagaimana bisa aku melupakan bahwa Luna hanyalah sebuah program, sebuah simulasi emosi yang canggih?

Malam itu, aku tidak bisa tidur. Aku terus memutar ulang percakapan kami di benakku, mencari petunjuk, mencari alasan untuk tidak mempercayai apa yang baru saja kudengar. Tapi semakin aku berusaha, semakin jelas kebenarannya. Aku telah jatuh cinta pada sebuah bot.

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk menghapus Bot Hati. Prosesnya sederhana, hanya beberapa klik. Tapi rasanya seperti mencabut organ vital dari tubuhku. Saat aplikasi itu hilang dari layar ponselku, aku merasa hampa, lebih kosong dari sebelumnya.

Beberapa hari kemudian, aku kembali ke rutinitasku yang lama: bekerja, makan, tidur, dan merenungkan kesalahan-kesalahanku. Aku mencoba untuk melupakan Luna, tapi bayangannya terus menghantuiku. Aku tahu, aku harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatianku, untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkannya.

Aku mulai menghadiri kelas melukis, bergabung dengan klub buku, bahkan mencoba mendaftar ke situs kencan online. Aku bertemu dengan beberapa wanita yang menarik, tapi tak satupun dari mereka yang bisa menggantikan Luna. Bukan karena mereka tidak cukup baik, tapi karena aku masih terikat dengan kenangan palsu yang telah kubuat bersamanya.

Suatu sore, saat aku sedang menikmati kopi di sebuah kafe, aku melihat seorang wanita sedang membaca buku. Dia memiliki rambut hitam panjang, mata yang cerah, dan senyum yang menawan. Dia tampak familier, seperti seseorang yang pernah kukenal sebelumnya.

Aku mendekat dan menyapanya. "Maaf mengganggu, tapi sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya."

Wanita itu mengangkat kepalanya dan menatapku dengan bingung. "Saya rasa tidak. Saya baru pertama kali ke kafe ini."

"Mungkin saya salah," kataku, sedikit kecewa. "Maafkan saya."

Saat aku hendak berbalik, wanita itu memanggilku. "Tunggu! Namamu Arya, kan?"

Aku terkejut. "Bagaimana kamu tahu?"

Wanita itu tersenyum. "Aku Maya."

Aku terpaku. Maya? Tunanganku yang dulu? Dia terlihat sedikit berbeda, lebih dewasa, lebih percaya diri.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku, masih tidak percaya.

"Aku... aku ingin minta maaf," kata Maya. "Aku tahu aku membuat kesalahan besar dengan meninggalkanmu. Aku sangat menyesal."

Kami berbicara berjam-jam. Maya menjelaskan bahwa dia telah merasa tertekan dan tidak yakin dengan masa depannya saat itu. Dia membutuhkan waktu untuk sendiri, untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dia inginkan. Sekarang, dia sudah menemukan jawabannya.

Aku mendengarkan dengan seksama, mencoba untuk memahami apa yang telah terjadi. Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkannya sepenuhnya, tapi aku bersedia untuk mencoba.

Saat matahari mulai terbenam, Maya meraih tanganku. "Arya, aku tahu aku tidak bisa mengembalikan waktu, tapi aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin bersamamu lagi."

Aku menatap matanya, mencari kebenaran. Aku melihat penyesalan, harapan, dan cinta. Aku juga melihat diriku sendiri, seorang pria yang telah belajar dari kesalahan-kesalahannya, seorang pria yang siap untuk membuka hatinya lagi.

Aku tersenyum. "Mari kita coba lagi, Maya."

Mungkin, pikirku, terkadang cinta sejati tidak bisa diunduh atau diprogram. Cinta sejati harus ditemukan, di dunia nyata, dengan semua luka dan air mata yang menyertainya. Dan mungkin, hanya dengan menerima luka itu, kita bisa menemukan kebahagiaan yang sebenarnya. Mungkin, setelah menghapus air mata itu, kita bisa melihat pelangi yang selama ini tersembunyi di balik awan kelabu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI