Cinta di Ujung Jari: Algoritma Mencari Jati Diri?

Dipublikasikan pada: 05 Jun 2025 - 00:20:12 wib
Dibaca: 164 kali
Debu digital seakan menempel di ujung jarinya. Anya menatap layar laptopnya, deretan kode program berbaris rapi, namun terasa hampa. Sudah tiga bulan ia berkutat dengan "Soulmate Finder," sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menggunakan algoritma rumit untuk menemukan pasangan ideal berdasarkan data kepribadian, minat, bahkan gelombang otak. Ironis, pikirnya, menciptakan alat untuk menemukan cinta, sementara dirinya sendiri masih tersesat dalam labirin kesendirian.

Anya adalah seorang programmer jenius, lulusan terbaik dari universitas ternama. Logika dan angka adalah bahasanya. Emosi? Terkadang terasa seperti bug dalam sistem yang perlu di-debug. Ia menciptakan Soulmate Finder sebagai jawaban atas kegelisahannya melihat teman-temannya terombang-ambing dalam aplikasi kencan konvensional yang dipenuhi superficialitas dan ketidaksesuaian. Ia ingin membuat sesuatu yang lebih dalam, lebih bermakna.

Namun, semakin dalam ia menyelami algoritma, semakin ia merasa jauh dari inti masalah. Data dan persamaan tidak bisa menangkap kompleksitas hati manusia. Ia memasukkan preferensinya sendiri ke dalam sistem: intelektual, humoris, menyukai kopi hitam dan film klasik. Algoritma itu kemudian memunculkan beberapa nama, tapi tidak ada yang terasa "klik." Mereka seperti replika sempurna dari apa yang ia inginkan, tapi tanpa jiwa.

Suatu malam, saat otaknya sudah terasa berasap, Anya memutuskan untuk keluar dari dunia maya. Ia berjalan ke kedai kopi favoritnya, "Binary Brew," sebuah kafe yang unik dengan dekorasi bertema teknologi dan barista yang hobi membuat latte art berbentuk kode biner. Di sana, ia biasanya bisa menemukan inspirasi, atau sekadar menenangkan diri dari kebisingan digital.

Di sudut ruangan, ia melihat seorang pria sedang asyik membaca buku. Bukan buku digital, melainkan buku fisik dengan sampul yang sudah lusuh. Anya tidak bisa melihat judulnya, tapi ia terpesona dengan ekspresi pria itu. Kerutan di dahinya menunjukkan konsentrasi, bibirnya tersenyum tipis seolah sedang menikmati percakapan dengan penulis buku tersebut.

Anya memesan kopi dan memberanikan diri untuk duduk di meja sebelah pria itu. Suara derit kursi membuatnya mendongak. Mata mereka bertemu. Pria itu tersenyum. "Maaf, apa saya mengganggu?" tanya Anya, gugup.

"Tidak sama sekali," jawab pria itu, suaranya lembut dan menenangkan. "Saya Liam. Dan kamu?"

"Anya."

Mereka terlibat dalam percakapan yang mengalir begitu saja. Liam adalah seorang pustakawan yang mencintai buku dan cerita. Ia bercerita tentang penulis favoritnya, tentang keajaiban menemukan dunia baru di antara halaman-halaman buku. Anya, yang biasanya kikuk dalam percakapan, merasa nyaman dan terbuka. Ia menceritakan tentang Soulmate Finder, tentang usahanya mencari cinta melalui algoritma.

Liam mendengarkan dengan seksama, tanpa menghakimi. Ketika Anya selesai bercerita, ia tersenyum. "Mungkin," katanya, "algoritma bisa membantu mempersempit pilihan, tapi ia tidak bisa merasakan getaran. Ia tidak bisa melihat kilau di mata seseorang saat mereka berbicara tentang hal yang mereka cintai."

Anya terdiam. Kata-kata Liam merasuk ke dalam hatinya. Ia baru menyadari betapa selama ini ia terlalu fokus pada data dan logika, hingga melupakan esensi dari cinta itu sendiri: koneksi, rasa, dan kejutan.

Malam itu, Anya pulang dengan perasaan yang berbeda. Ia membuka laptopnya dan menatap kode program Soulmate Finder. Ia tidak menghapusnya, tapi ia tahu bahwa ia perlu mengubah pendekatannya. Ia perlu menambahkan elemen yang selama ini ia abaikan: kesempatan untuk bertemu secara langsung, untuk berinteraksi secara spontan, untuk merasakan getaran yang tidak bisa diukur oleh angka.

Beberapa hari kemudian, Anya dan Liam bertemu lagi di Binary Brew. Kali ini, Anya sengaja datang lebih awal dan menunggu Liam. Mereka kembali bercerita, tertawa, dan bertukar pikiran. Anya mulai menyadari bahwa Liam memenuhi banyak kriteria yang ia masukkan ke dalam Soulmate Finder: intelektual, humoris, menyukai kopi hitam dan film klasik. Tapi lebih dari itu, ia juga memiliki sesuatu yang tidak bisa diukur oleh algoritma: kebaikan, empati, dan kehangatan.

Suatu sore, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman kota, Liam berhenti dan menatap Anya. "Anya," katanya, "aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kita. Apakah kamu merasakan hal yang sama?"

Anya mengangguk, air mata haru membasahi pipinya. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi ia tahu bahwa ia telah menemukan sesuatu yang lebih berharga daripada sekadar pasangan ideal yang dihasilkan oleh algoritma. Ia telah menemukan seseorang yang membuatnya merasa dilihat, didengar, dan dicintai apa adanya.

Anya terus mengembangkan Soulmate Finder, tapi kali ini dengan tujuan yang berbeda. Ia tidak lagi berusaha menciptakan alat untuk menemukan cinta secara instan, melainkan alat untuk membantu orang membuka diri terhadap kemungkinan, untuk berani mengambil risiko, dan untuk percaya pada intuisi mereka sendiri.

Ia menambahkan fitur "Offline Mode," yang mengajak pengguna untuk melupakan aplikasi sejenak dan keluar dari rumah, untuk bertemu dengan orang-orang secara langsung, untuk merasakan dunia di sekitar mereka. Ia juga menambahkan fitur "Serendipity," yang secara acak mempertemukan pengguna dengan orang yang memiliki minat yang sama, tanpa memperdulikan kriteria ideal mereka.

Anya menyadari bahwa algoritma tidak bisa menciptakan cinta, tapi ia bisa menjadi alat untuk membukakan pintu menuju cinta. Cinta sejati tidak bisa ditemukan di ujung jari, melainkan di dalam hati, di antara senyum, di antara tatapan, dan di antara momen-momen tak terduga.

Dan Anya, sang programmer yang dulu tersesat dalam labirin algoritma, akhirnya menemukan jati dirinya bukan hanya sebagai pencipta teknologi, tetapi juga sebagai seseorang yang berani membuka hati dan menerima cinta yang datang tanpa diundang. Ia akhirnya mengerti bahwa algoritma bisa membantu mencari, tetapi hati yang membimbing untuk menemukan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI