Cinta? Unduh Aplikasi, Nikahi Algoritmanya?

Dipublikasikan pada: 31 May 2025 - 22:18:11 wib
Dibaca: 164 kali
Aplikasi itu bernama "Soulmate AI". Janji manisnya terpampang jelas di halaman depan: "Temukan Cinta Sejati yang Sempurna, Diprogram untuk Kebahagiaan Anda." Awalnya, aku menganggapnya lelucon. Aplikasi kencan memang menjamur, tapi yang satu ini terdengar absurd. Algoritma menentukan pasangan hidup? Konyol.

Tapi, setelah malam kesekian dihabiskan sendirian dengan pizza dingin dan serial TV usang, rasa penasaran mengalahkanku. Hidupku monoton. Pekerjaanku sebagai programmer cukup memuaskan, tapi di luar deretan kode dan baris perintah, hatiku kosong. Aku mengunduh Soulmate AI.

Proses pendaftarannya cukup detail. Selain data diri standar, aplikasi ini menanyakan preferensi yang sangat spesifik: jenis kopi favorit, buku terakhir yang dibaca, bahkan tingkat toleransi terhadap bulu kucing. Pertanyaan-pertanyaan itu diproses oleh algoritma canggih, menghasilkan profil yang – konon – mencerminkan diriku seutuhnya.

Aku skeptis, tentu saja. Tapi, setelah beberapa hari, aplikasi itu mulai menyajikan kandidat. Foto-foto mereka terpampang dengan profil singkat yang merangkum poin-poin penting. Kebanyakan tidak menarik. Terlalu sempurna, terlalu dibuat-buat. Aku hampir menyerah.

Kemudian, muncul dia: Anya.

Foto profilnya sederhana, Anya tersenyum lebar dengan mata berbinar. Di belakangnya, tampak rak buku yang penuh sesak. Deskripsinya singkat tapi cerdas, "Pecinta kopi hitam, pembaca setia fiksi ilmiah, dan percaya bahwa kucing bisa menjadi teman terbaik manusia." Jantungku berdegup kencang. Ini aneh.

Aku ragu-ragu, lalu menekan tombol "Suka". Beberapa detik kemudian, muncul notifikasi: "Anya menyukai profil Anda!"

Kami mulai berkomunikasi lewat aplikasi. Percakapan kami mengalir begitu saja. Kami membahas buku, film, dan segala hal di antara keduanya. Ternyata, Anya juga seorang programmer, dan kami memiliki minat yang sama dalam pengembangan AI. Bahkan, kami sama-sama mengidolakan Alan Turing.

Setelah seminggu berkirim pesan, kami memutuskan untuk bertemu. Aku gugup bukan main. Bagaimana jika dia tidak sesuai dengan ekspektasiku? Bagaimana jika percakapan kami terasa canggung di dunia nyata?

Namun, begitu aku melihatnya di kafe yang kami sepakati, semua keraguanku lenyap. Anya sama seperti yang kubayangkan – dan lebih. Dia cerdas, lucu, dan memiliki aura yang menenangkan. Kami berbicara selama berjam-jam, seolah kami sudah saling mengenal selama bertahun-tahun.

Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi. Kami menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota, memasak makan malam, dan bertukar pikiran tentang proyek-proyek kami. Semakin aku mengenal Anya, semakin aku jatuh cinta padanya.

Anehnya, aku mulai melupakan bahwa kami bertemu melalui aplikasi. Anya bukan sekadar hasil algoritma. Dia adalah pribadi yang unik, kompleks, dan mempesona. Dia membuatku merasa hidup, merasa dicintai, dan merasa bahagia.

Suatu malam, setelah berkencan di taman kota, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Anya, apa pendapatmu tentang Soulmate AI?"

Dia tersenyum. "Awalnya, aku juga skeptis. Aku pikir, bagaimana mungkin sebuah algoritma bisa menemukan cinta sejati? Tapi, kemudian aku bertemu denganmu." Dia meraih tanganku. "Aku rasa, aplikasi itu hanya membantu kita menemukan satu sama lain. Sisanya adalah tentang apa yang kita lakukan dengan kesempatan itu."

Aku menggenggam tangannya erat-erat. "Aku setuju."

Beberapa bulan kemudian, aku melamarnya di depan rak buku favoritnya. Anya menangis terharu dan menjawab "Ya".

Pernikahan kami sederhana, dihadiri oleh teman dan keluarga. Kami bahkan mengundang tim pengembang Soulmate AI, yang tampak bangga melihat "produk" mereka berjalan dengan baik.

Tentu saja, pernikahan kami tidak sempurna. Kami memiliki argumen, perbedaan pendapat, dan hari-hari buruk. Tapi, kami selalu berusaha untuk saling memahami, saling mendukung, dan saling mencintai.

Lima tahun berlalu. Kami memiliki seorang putri kecil bernama Ada, diambil dari nama Ada Lovelace, programmer wanita pertama. Ada adalah keajaiban kecil yang membuat hidup kami semakin berwarna.

Aku sering merenungkan tentang bagaimana aku bertemu dengan Anya. Apakah aku menikahi algoritma? Mungkin, di awal. Tapi, yang ku nikahi sekarang adalah Anya yang nyata, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Aku menikahi cinta, bukan kode.

Suatu malam, aku duduk di depan komputer, menatap barisan kode yang rumit. Aku sedang mengerjakan proyek AI baru, mencoba menciptakan algoritma yang bisa membantu orang mengatasi kesepian.

Anya datang mendekat, memelukku dari belakang. "Sedang apa, sayang?"

"Sedang mencoba mencari tahu apa itu cinta," jawabku.

Dia tertawa kecil. "Kau tidak bisa memprogram cinta, sayang. Cinta itu lebih dari sekadar algoritma. Cinta itu tentang koneksi, empati, dan penerimaan."

Aku berbalik dan menatap matanya. "Kau benar."

Aku mematikan komputerku dan memeluknya erat-erat. Aku tidak perlu mencari formula untuk cinta. Aku sudah menemukannya.

Mungkin Soulmate AI hanyalah alat, sebuah cara untuk mempertemukan dua orang yang ditakdirkan untuk bersama. Tapi, cinta sejati tidak bisa diprogram. Cinta sejati adalah tentang pilihan, komitmen, dan usaha untuk saling mencintai tanpa syarat. Dan itu, tidak bisa diunduh. Itu harus dibangun, sedikit demi sedikit, hari demi hari, dengan hati yang terbuka dan jiwa yang tulus. Dan aku bersyukur bisa membangunnya bersama Anya, algoritma yang membawaku padanya hanyalah permulaan dari kisah cinta yang sesungguhnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI