Cinta Berbasis Data: Algoritma Memprediksi, Hati Memutuskan?

Dipublikasikan pada: 26 Nov 2025 - 02:00:16 wib
Dibaca: 116 kali
Deru pendingin server di ruangan itu hampir menenggelamkan degup jantung Anya. Di layar monitor, deretan kode hijau dan kuning menari-nari, hasil dari berbulan-bulan kerjanya. Proyek terbesarnya, "Soulmate Algorithm," sebentar lagi akan diluncurkan. Algoritma yang dirancangnya ini berjanji: menemukan pasangan yang paling kompatibel berdasarkan data kepribadian, preferensi, bahkan pola aktivitas otak. Sebuah Cupid digital, dengan presisi yang (dianggap) tak mungkin dilakukan manusia.

Anya sendiri, paradoksnya, masih sendiri. Ironi yang menggelitik. Ia menciptakan sistem yang menjamin cinta, namun hatinya sendiri masih sepi seperti padang gurun. Dulu, ia pernah mencoba aplikasi kencan konvensional, tapi hasilnya mengecewakan. Foto-foto yang diedit berlebihan, obrolan basa-basi yang membosankan, dan harapan yang kandas sebelum sempat bersemi. Ia lelah. Ia ingin efisiensi, validitas, dan kepastian, sesuatu yang tak bisa diberikan oleh kencan konvensional. Itulah sebabnya ia menciptakan Soulmate Algorithm.

Malam peluncuran tiba. Anya berdiri di belakang panggung, jantungnya berdebar-debar. CEO perusahaan, seorang pria tambun dengan senyum licik, memberikan pidato pembukaan yang berapi-api tentang revolusi cinta. Anya mendengarkan dengan setengah hati. Ia lebih tertarik pada respons pasar.

Aplikasi itu langsung meledak. Ribuan orang mendaftar dalam hitungan jam, menyerahkan data pribadi mereka dengan sukarela, berharap algoritma akan menemukan belahan jiwa mereka. Anya dan timnya begadang semalaman, memantau server, memperbaiki bug, dan memastikan semuanya berjalan lancar.

Beberapa minggu kemudian, kisah-kisah sukses mulai bermunculan. Pasangan-pasangan yang ditemukan oleh Soulmate Algorithm berbagi cerita bahagia mereka di media sosial. Pernikahan, kehamilan, rumah tangga yang harmonis. Anya merasa bangga, sekaligus hampa. Ia telah menciptakan sesuatu yang mengubah hidup banyak orang, tapi kebahagiaan itu terasa jauh, terisolasi di balik layar monitor.

Suatu malam, saat sedang memeriksa log server, Anya menemukan anomali. Ada satu profil yang secara konsisten menghasilkan nilai kompatibilitas tinggi dengan profilnya sendiri. Awalnya, ia mengabaikannya. Mungkin hanya bug kecil dalam sistem. Tapi rasa penasaran terus mengganggunya.

Akhirnya, ia memutuskan untuk menyelidiki. Ia membuka profil yang bersangkutan. Namanya: Rian. Usia: 28 tahun. Pekerjaan: Arsitek lanskap. Hobi: Membaca buku, mendaki gunung, dan bermain gitar. Profilnya sederhana, jujur, dan jauh dari kesan dibuat-buat.

Anya membaca deskripsi diri Rian berulang-ulang. Ada sesuatu dalam kata-katanya yang membuatnya tertarik. Rian menulis tentang kecintaannya pada alam, tentang bagaimana ia menemukan kedamaian di tengah kesibukan kota, tentang mimpinya menciptakan taman yang bisa menyembuhkan jiwa.

Anya tahu ia melanggar protokol. Menggunakan algoritmanya sendiri untuk mencari cinta, itu seperti menggunakan kunci utama untuk membuka pintu hatinya sendiri. Tapi ia tidak bisa menahan diri. Ia mengirim pesan kepada Rian.

"Hai, Rian. Saya Anya, salah satu pengembang Soulmate Algorithm. Saya menemukan profil Anda dan... Saya penasaran."

Beberapa menit kemudian, Rian membalas. "Hai, Anya. Saya juga penasaran. Saya tahu aplikasi ini kontroversial, tapi saya memutuskan untuk mencobanya. Dan profil Anda... menarik perhatian saya."

Mereka mulai bertukar pesan setiap hari. Mereka berbicara tentang segala hal, dari musik favorit mereka hingga ketakutan terbesar mereka. Anya merasa seperti mengenal Rian seumur hidup. Ia kagum pada kecerdasannya, kebaikan hatinya, dan selera humornya yang unik.

Setelah beberapa minggu berbalas pesan, mereka memutuskan untuk bertemu. Anya merasa gugup. Ia takut Rian akan kecewa ketika bertemu dengannya di dunia nyata. Ia takut algoritma itu salah, bahwa semua koneksi yang mereka rasakan hanya ilusi yang diciptakan oleh data.

Rian menunggunya di sebuah kafe kecil di pusat kota. Ketika Anya melihatnya, jantungnya berdebar kencang. Rian lebih tampan dari fotonya. Matanya berbinar-binar dan senyumnya tulus.

Mereka menghabiskan berjam-jam berbicara. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan saling mendengarkan. Anya merasa nyaman dan tenang di dekat Rian. Ia merasa seperti menemukan seseorang yang benar-benar memahaminya.

Malam itu, setelah mengantar Anya pulang, Rian berhenti di depan apartemennya. Ia menatap Anya dalam-dalam, lalu berkata, "Anya, saya tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi saya merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kita."

Anya tersenyum. "Saya juga merasakan hal yang sama, Rian."

Rian mendekat dan mencium Anya. Ciuman itu lembut, penuh perasaan, dan membuat Anya merasa seolah-olah ia sedang melayang.

Setelah ciuman itu, Anya menyadari sesuatu. Algoritma bisa memprediksi kompatibilitas, bisa mencocokkan data, dan bisa memberikan saran. Tapi algoritma tidak bisa menciptakan cinta. Cinta adalah sesuatu yang lebih dari sekadar data dan angka. Cinta adalah tentang koneksi emosional, tentang kepercayaan, tentang kerentanan, dan tentang keberanian untuk mengambil risiko.

Beberapa bulan kemudian, Anya dan Rian berdiri di altar, berjanji untuk saling mencintai dan menghargai seumur hidup. Anya menatap Rian dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu bahwa ia telah menemukan cinta sejati. Bukan karena algoritma, tapi karena hatinya. Algoritma mungkin telah memperkenalkan mereka, tapi hati mereka yang memutuskan.

Saat resepsi, CEO perusahaan menghampiri Anya, menyeringai lebar. "Lihat, Anya! Algoritma kita benar! Kamu dan Rian adalah bukti nyata!"

Anya tersenyum tipis. "Ya," jawabnya. "Tapi yang lebih penting adalah bukti bahwa cinta bisa ditemukan di mana saja, kapan saja, asalkan kita berani membuka hati kita."

Anya kemudian menoleh ke arah Rian, yang sedang bercanda dengan teman-temannya. Ia tahu bahwa masa depan mereka tidak akan selalu mudah. Akan ada tantangan, kesulitan, dan perbedaan pendapat. Tapi ia juga tahu bahwa mereka akan menghadapinya bersama, dengan cinta dan pengertian. Karena cinta sejati bukan hanya tentang menemukan pasangan yang sempurna, tapi tentang menjadi pasangan yang sempurna bagi satu sama lain. Dan itu, tidak bisa diprediksi oleh algoritma apa pun. Itu adalah pilihan, sebuah keputusan, yang diambil oleh dua hati yang saling mencintai.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI