Cinta Dalam Bingkai Data: Algoritma Mengetuk Kalbu

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 17:26:21 wib
Dibaca: 163 kali
Debora membenarkan letak kacamatanya yang melorot. Di depannya, layar laptop memancarkan cahaya kebiruan, menerangi wajahnya yang tampak serius. Baris-baris kode Python memenuhi layar, tarian rumit logika dan angka. Ia sedang merancang algoritma kencan, bukan sembarang algoritma, melainkan yang mampu membaca lebih dari sekadar preferensi dangkal. Algoritma yang, menurutnya, bisa menyentuh kalbu.

Sebagai seorang data scientist, Debora selalu percaya bahwa cinta, meskipun tampak irasional, memiliki pola yang bisa dianalisis. Pengalaman kencan daringnya selama ini hanya membuktikan betapa dangkalnya sebagian besar aplikasi kencan. Slide demi slide, foto-foto yang diedit sempurna, deskripsi diri yang klise, dan percakapan yang hanya berkutat pada “apa hobimu?” dan “lagi cari apa?”.

“Algoritma ini akan melihat jauh ke dalam,” gumam Debora pada dirinya sendiri. Ia mengetik dengan cepat, menambahkan variabel baru. Bukan hanya usia, pekerjaan, dan lokasi, tapi juga analisis sentimen dari unggahan media sosial, pola baca buku, preferensi film, dan bahkan, data detak jantung saat mendengarkan musik tertentu. Ia ingin menciptakan sistem yang memahami esensi seseorang, bukan hanya permukaannya.

Di saat yang sama, di seberang kota, seorang pria bernama Arya sedang berkutat dengan masalah yang mirip. Arya adalah seorang musisi, pemain biola yang berbakat. Ia merasakan kehampaan dalam hidupnya, kekosongan yang tidak bisa diisi oleh melodi seindah apapun. Teman-temannya terus mendesaknya untuk mencoba aplikasi kencan, tapi Arya selalu menolak. Ia merasa bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan dengan menggeser layar.

Namun, suatu hari, seorang temannya memperkenalkan Arya pada sebuah aplikasi kencan baru bernama “SoulMate.AI”. Aplikasi ini, menurut temannya, menggunakan algoritma revolusioner yang dirancang untuk menemukan kecocokan berdasarkan nilai-nilai dan minat yang mendalam, bukan hanya penampilan fisik. Arya, yang biasanya skeptis, merasa sedikit tertarik. Ia memutuskan untuk mencobanya, dengan harapan kecil.

Debora sendiri menggunakan SoulMate.AI untuk menguji algoritmanya. Ia memasukkan data dirinya dengan cermat, membiarkan sistem menganalisis kepribadiannya. Ia juga menambahkan filter yang sangat spesifik: seseorang yang mencintai musik klasik, menghargai seni, dan memiliki jiwa yang lembut. Ia berharap algoritmanya bisa memberikan hasil yang lebih baik daripada aplikasi kencan biasa.

Beberapa hari kemudian, Debora mendapatkan notifikasi. “Potensi kecocokan: Arya.” Debora mengklik profil Arya. Foto seorang pria dengan rambut sedikit gondrong, memegang biola dengan tatapan mata yang teduh. Debora membaca deskripsi Arya dengan seksama. Ia seorang musisi, pecinta alam, dan percaya bahwa keindahan ada di hal-hal sederhana. Algoritma Debora ternyata bekerja dengan baik.

Arya juga mendapatkan notifikasi yang sama. Ia melihat profil Debora, terpukau oleh kecerdasannya dan kecintaannya pada data. Ia membaca blog Debora tentang etika dalam kecerdasan buatan dan merasa kagum. Arya memutuskan untuk mengirim pesan kepada Debora.

Percakapan mereka dimulai dengan canggung, membahas tentang algoritma dan musik. Namun, seiring waktu, mereka mulai merasa nyaman satu sama lain. Mereka berbicara tentang mimpi, ketakutan, dan harapan mereka. Mereka menemukan bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, lebih dari yang mereka bayangkan.

Debora terkejut. Algoritmanya memang menemukan seseorang yang cocok dengannya, tapi apa yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu yang di luar prediksinya. Ia mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar ketertarikan intelektual. Ia jatuh cinta pada Arya.

Arya juga merasakan hal yang sama. Ia kagum dengan kecerdasan Debora, tapi yang lebih penting, ia menyukai hatinya. Ia menghargai kejujuran dan kebaikan Debora. Ia merasa bahwa Debora adalah seseorang yang bisa diajak berbagi hidup.

Mereka memutuskan untuk bertemu. Kencan pertama mereka berlangsung di sebuah kafe kecil yang tenang. Debora merasa gugup, tapi begitu melihat senyum Arya, semua kegugupannya hilang. Mereka berbicara selama berjam-jam, tidak menyadari waktu yang berlalu.

Setelah kencan pertama itu, mereka sering bertemu. Mereka pergi ke konser musik klasik, mengunjungi museum seni, dan berjalan-jalan di taman. Mereka saling belajar, saling menginspirasi, dan saling mencintai.

Suatu malam, Arya mengajak Debora ke sebuah bukit yang menghadap ke kota. Di bawah langit yang bertaburan bintang, Arya mengeluarkan biolanya dan memainkan sebuah melodi yang indah. Debora terpukau oleh keindahan musik Arya.

Setelah Arya selesai bermain, ia menatap Debora dengan mata yang penuh cinta. "Debora," katanya, "aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi aku jatuh cinta padamu. Bukan hanya karena algoritma, tapi karena dirimu sendiri. Kamu adalah wanita paling cerdas, paling baik, dan paling cantik yang pernah aku temui."

Debora tersenyum. "Arya," jawabnya, "aku juga mencintaimu. Aku awalnya meragukan apakah algoritma bisa menemukan cinta sejati, tapi kamu membuktikan bahwa aku salah. Algoritma hanya menemukanmu, tapi hatimu yang menaklukkanku."

Arya mendekat dan mencium Debora. Di bawah langit yang bertaburan bintang, mereka berjanji untuk saling mencintai selamanya.

Debora menyadari bahwa algoritma memang bisa membantu menemukan seseorang yang cocok, tapi cinta sejati adalah sesuatu yang lebih dari sekadar data dan logika. Cinta adalah tentang koneksi emosional, tentang saling memahami, dan tentang saling menerima apa adanya. Algoritmanya mungkin telah mengetuk pintu kalbunya, tapi Arya yang membukanya dan mengisi kekosongan di dalamnya. Cinta, pada akhirnya, memang misteri yang indah, bahkan bagi seorang data scientist sekalipun.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI