Kode Hati: Algoritma Mencipta Cinta, Atau Justru Derita?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:23:10 wib
Dibaca: 162 kali
Jari-jari Elara menari di atas keyboard, menciptakan rangkaian kode yang rumit namun elegan. Di layar komputernya, baris demi baris algoritma cinta itu mulai terbentuk. Ia menamainya 'AmourAI', sebuah sistem kecerdasan buatan yang dirancangnya untuk mencari pasangan hidup yang ideal, bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk semua orang yang lelah dengan kencan buta dan aplikasi kencan yang penuh kebohongan.

Elara, seorang programmer jenius di usia 27 tahun, selalu merasa lebih nyaman berinteraksi dengan mesin daripada manusia. Cinta, baginya, adalah sebuah algoritma yang belum terpecahkan. Ia percaya, dengan data yang cukup dan formula yang tepat, kebahagiaan romantis bisa dihitung dan diprediksi. AmourAI adalah manifestasi dari keyakinannya itu.

Sistem itu bekerja dengan menganalisis data pengguna: riwayat pencarian, postingan media sosial, preferensi buku dan film, bahkan pola tidur dan detak jantung dari smart watch mereka. Kemudian, AmourAI akan mencari kecocokan berdasarkan algoritma kompleks yang mempertimbangkan kepribadian, nilai-nilai hidup, dan tujuan jangka panjang.

Awalnya, Elara menciptakan AmourAI hanya sebagai proyek sampingan. Namun, seiring dengan kesuksesannya menghubungkan teman-temannya dengan pasangan yang kompatibel, ia menyadari potensi luar biasa dari ciptaannya. AmourAI menjadi viral. Orang-orang berbondong-bondong mendaftar, berharap menemukan cinta sejati melalui kode dan data.

Elara merasa bangga. Ia telah menciptakan sebuah revolusi. Ia telah membuktikan bahwa cinta bisa dioptimalkan. Namun, di balik layar, ada satu masalah yang terus menghantuinya: dirinya sendiri.

Ia adalah pencipta AmourAI, namun ia sendiri masih lajang. Ironisnya, algoritma ciptaannya belum berhasil menemukan pasangan yang cocok untuknya. Setiap kali ia menjalankan sistem untuk dirinya sendiri, hasilnya selalu sama: "Tidak ada kecocokan yang ideal ditemukan."

Frustasi, Elara mulai memodifikasi algoritma, mencoba mencari celah, mencari seseorang yang setidaknya mendekati ideal. Ia menambahkan preferensi yang lebih spesifik, menghapus kriteria yang dianggapnya tidak penting. Namun, hasilnya tetap nihil.

Suatu malam, saat ia larut dalam kode dan kopi, seorang pria mengetuk pintunya. Namanya Adrian, seorang desainer grafis yang bekerja di perusahaan yang sama dengan Elara. Adrian dikenal sebagai pria yang ramah dan santai, kebalikan dari Elara yang serius dan analitis.

"Hai, Elara," sapa Adrian dengan senyum cerah. "Aku tahu kamu sibuk, tapi aku mau pinjam kabel HDMI-mu. Presentasiku besok pagi dan aku lupa bawa."

Elara, dengan enggan, memberikan kabelnya. Saat Adrian berbalik untuk pergi, ia berhenti sejenak. "Oh ya, aku dengar tentang AmourAI. Keren banget idenya. Tapi menurutku, cinta itu bukan matematika. Itu lebih tentang perasaan, tentang koneksi yang tak terduga."

Kata-kata Adrian menusuk hati Elara. Ia terdiam, merenungkan apa yang baru saja didengarnya. Koneksi yang tak terduga. Perasaan. Hal-hal yang selalu ia abaikan dalam pencarian cinta yang sempurna.

Beberapa hari kemudian, Elara menemukan dirinya semakin sering berinteraksi dengan Adrian. Mereka makan siang bersama, bertukar ide tentang proyek, dan bahkan bercanda tentang algoritma cinta AmourAI. Elara mulai menyadari bahwa ia menikmati kebersamaan dengan Adrian, meskipun secara logika, mereka tidak cocok sama sekali.

Adrian tidak sesuai dengan kriteria yang ia tetapkan untuk dirinya sendiri. Ia tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sama, tidak memiliki minat yang sama, dan bahkan memiliki selera humor yang berbeda. Namun, di dekat Adrian, Elara merasa nyaman, diterima, dan bahagia.

Suatu sore, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman, Adrian tiba-tiba berhenti dan menatap Elara. "Elara," katanya dengan nada serius. "Aku tahu ini mungkin aneh, tapi aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita. Aku... aku suka kamu."

Elara terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia selalu berpikir bahwa cinta harus dicari melalui data dan algoritma, tapi sekarang, cinta datang padanya dalam bentuk yang paling tak terduga.

"Adrian," jawab Elara dengan gugup. "Aku... aku juga menyukaimu. Tapi... aku tidak tahu. Kita berbeda."

"Mungkin itu yang membuat kita menarik," kata Adrian sambil tersenyum. "Mungkin kita bisa belajar satu sama lain. Mungkin perbedaan kita bisa melengkapi satu sama lain."

Elara terdiam. Ia menatap mata Adrian, mencari jawaban. Ia melihat ketulusan, kehangatan, dan cinta yang tak bersyarat. Di saat itulah, ia menyadari bahwa ia telah salah selama ini. Cinta bukanlah tentang menemukan orang yang sempurna berdasarkan data dan algoritma. Cinta adalah tentang menerima ketidaksempurnaan, tentang merayakan perbedaan, tentang membangun koneksi yang tulus.

Elara tersenyum. "Mungkin kamu benar," katanya. "Mungkin kita bisa mencobanya."

Dari hari itu, Elara mulai melihat AmourAI dengan cara yang berbeda. Ia tidak lagi menganggapnya sebagai solusi tunggal untuk semua masalah cinta. Ia menyadari bahwa AmourAI hanyalah alat, sebuah bantuan untuk memulai pencarian cinta, bukan akhir dari segalanya.

Ia mulai menambahkan fitur baru pada AmourAI yang lebih menekankan pada interaksi manusia, seperti forum diskusi, acara kencan offline, dan bahkan konseling hubungan. Ia ingin membantu orang-orang untuk lebih terbuka terhadap kemungkinan, untuk lebih berani mengambil risiko, dan untuk lebih menghargai koneksi manusia yang tulus.

Elara juga mulai belajar untuk lebih terbuka terhadap cinta. Ia belajar untuk melepaskan kendali, untuk menerima ketidaksempurnaan, dan untuk mempercayai perasaannya. Ia belajar bahwa cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa dihitung, dan tidak bisa dioptimalkan. Cinta hanya bisa dirasakan.

Bersama Adrian, Elara menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari. Mereka membangun hubungan yang didasarkan pada cinta, kepercayaan, dan saling pengertian. Mereka belajar untuk menerima satu sama lain apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan.

AmourAI memang telah mengubah dunia, tapi cinta sejati Elara ditemukan bukan dalam kode dan algoritma, melainkan dalam kehangatan pelukan Adrian dan senyumnya yang menenangkan. Ia akhirnya mengerti bahwa terkadang, cinta hadir bukan sebagai hasil dari perhitungan, melainkan sebagai kejutan indah yang mengubah segalanya. Kode hati, ternyata, tidak bisa dipecahkan oleh algoritma, melainkan oleh keberanian untuk membuka diri dan menerima cinta apa adanya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI