Hujan malam itu seperti deretan kode yang jatuh tak henti-hentinya di jendela apartemen Anya. Di layar laptopnya, barisan kode Python terpampang, sama dingin dan teratur seperti rintik hujan di luar. Ia sedang memburu bug, sebuah anomali kecil yang merusak algoritma pencarian jodoh buatannya sendiri, “SoulMate 2.0”. Ironis, pikirnya. Ia menciptakan sebuah sistem untuk menemukan cinta, tapi hidupnya sendiri terasa seperti terminal yang gagal terhubung ke server.
SoulMate 2.0 adalah mahakaryanya. Bukan sekadar aplikasi kencan biasa, tapi mesin pencari cinta berbasis kecerdasan buatan yang menganalisis data kepribadian, minat, dan bahkan ekspresi wajah untuk menemukan pasangan paling kompatibel. Aplikasi itu sudah mencetak ratusan kisah bahagia. Tapi, untuk Anya, sang pencipta, cinta masih terasa seperti variabel yang tak terdefinisi.
“Mungkin karena aku terlalu sibuk menganalisis data orang lain, sampai lupa menganalisis hatiku sendiri,” gumam Anya sambil menyeruput kopi yang sudah dingin.
Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul di layar. Sebuah pesan dari akun anonim bernama "SyntaxError".
"Algoritma hatimu hilang? Mungkin aku bisa membantu."
Anya mengerutkan kening. Siapa ini? Dan bagaimana dia tahu apa yang sedang dipikirkannya? Rasa penasaran mengalahkan skeptismenya. Ia membalas pesan itu.
"Siapa kamu? Dan bagaimana kamu tahu soal algoritmaku?"
Balasan datang hampir seketika. "Aku pengagum karyamu. Dan mungkin sedikit peretas hati yang terlatih."
Anya tertawa kecil. "Peretas hati? Kedengarannya klise."
"Mungkin. Tapi aku melihat ada kesalahan dalam kode hatimu. Ada variabel yang tidak terinisialisasi. Sebuah kerinduan yang tak terungkapkan."
Percakapan mereka berlanjut hingga larut malam. SyntaxError, yang belakangan Anya ketahui bernama Rian, ternyata seorang programmer senior dengan selera humor yang unik dan pemahaman mendalam tentang algoritma cinta. Ia tidak menawarkan solusi instan, tapi ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memaksa Anya untuk merenungkan kembali definisi cintanya.
Rian menantang Anya untuk keluar dari zona nyamannya. Ia menyarankannya untuk berhenti terlalu fokus pada data dan mulai merasakan. Ia mengajaknya berdiskusi tentang film-film klasik, musik jazz, dan bahkan teori konspirasi yang aneh. Setiap percakapan terasa seperti debug sesi yang membuka lapisan demi lapisan dalam diri Anya.
"Mungkin masalahmu bukan karena algoritma hatimu hilang," kata Rian suatu malam, "tapi karena kamu terlalu terpaku pada kode yang sempurna, sampai lupa bahwa cinta itu penuh dengan bug dan glitch yang tak terduga."
Anya terdiam. Kata-kata Rian menamparnya dengan kenyataan yang menyakitkan. Ia selama ini berusaha mengendalikan cinta dengan logika dan data, padahal cinta adalah emosi yang irasional dan tak terduga.
Beberapa minggu berlalu. Anya dan Rian semakin dekat. Mereka bertukar cerita, tawa, dan bahkan sedikit rasa cemas. Anya mulai merasa nyaman dengan Rian, dengan kejujurannya, dengan humornya, dan dengan caranya melihat dunia.
Suatu malam, Rian mengajak Anya bertemu di sebuah kafe kecil di pinggir kota. Tempat itu sepi dan nyaman, dengan lampu-lampu temaram yang menciptakan suasana romantis.
Saat Rian tersenyum padanya, Anya merasakan sesuatu yang aneh dan familiar sekaligus. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Pipinya terasa panas. Ia menyadari sesuatu yang mengejutkan.
"Rian," kata Anya, "kurasa aku… aku menyukaimu."
Rian tersenyum lebar. "Aku juga menyukaimu, Anya. Sejak pertama kali aku melihat karyamu."
Mereka berdua tertawa. Keheningan menyelimuti mereka sejenak, lalu Rian meraih tangan Anya. Sentuhannya lembut dan hangat.
"Jadi, bagaimana? Apa kita akan mencoba menulis ulang kode cinta kita bersama?" tanya Rian.
Anya mengangguk, air mata haru menggenang di matanya. "Ya. Tapi kali ini, tanpa terlalu banyak logika dan lebih banyak perasaan."
Malam itu, di kafe kecil itu, Anya menemukan bahwa cinta tidak selalu bisa diprediksi atau dianalisis. Kadang-kadang, cinta datang dalam bentuk kode yang tak terduga, dalam sapaan dari orang asing, dalam percakapan yang menggugah jiwa.
Ia menyadari bahwa SoulMate 2.0 memang membantu orang menemukan pasangan, tapi yang terpenting adalah keberanian untuk membuka hati dan menerima kemungkinan adanya bug dalam algoritma cinta. Karena justru di dalam ketidaksempurnaan itulah, cinta sejati ditemukan.
Beberapa bulan kemudian, Anya dan Rian berdiri di depan altar, diapit oleh teman dan keluarga. Anya mengenakan gaun putih sederhana, Rian mengenakan setelan jas abu-abu. Mereka berjanji untuk saling mencintai, dalam suka maupun duka, dalam kode maupun tanpa kode.
Saat mereka bertukar cincin, Anya melihat ke arah Rian dan tersenyum. Ia tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Akan ada banyak tantangan, banyak glitch, dan mungkin beberapa crash sistem di sepanjang jalan. Tapi, bersama-sama, mereka akan selalu menemukan cara untuk memperbaiki kode cinta mereka, untuk menjaga agar algoritma hati mereka tetap berjalan, dan untuk terus saling mencintai selamanya.
Dan di layar laptop Anya, di antara barisan kode yang rumit, muncul sebuah pesan singkat: "Error 404: Hati yang Hilang. Status: Resolved. Cinta: Found."