Jaringan Perasaan: Saat Dua Hati Terhubung AI

Dipublikasikan pada: 27 May 2025 - 00:44:13 wib
Dibaca: 178 kali
Aplikasi kencan "SoulMate AI" itu viral bukan karena algoritmanya yang rumit, melainkan karena janjinya yang berani: menemukan belahan jiwa yang benar-benar cocok, bukan hanya berdasarkan preferensi dangkal, melainkan resonansi emosional yang terdalam. Luna, seorang programmer introvert dengan rambut ungu yang selalu berantakan, skeptis. Ia lebih nyaman dengan barisan kode daripada obrolan basa-basi. Namun, dorongan dari sahabatnya, Maya, dan rasa penasarannya yang terpendam, akhirnya mengalahkannya. Ia mengunduh aplikasi itu.

Luna mengisi profilnya dengan jujur, bahkan mungkin terlalu jujur. Ia menulis tentang kecintaannya pada astronomi, kekagumannya pada tokoh-tokoh teknologi pionir, dan ketidakmampuannya untuk menatap mata orang lain terlalu lama. Ia melampirkan foto dirinya yang sedang menatap teleskop, bukan foto selfie yang di-filter. Ia siap untuk ditolak.

Beberapa jam kemudian, SoulMate AI menemukan kecocokan sempurna: Arion. Profil Arion sederhana, namun menarik. Ia seorang arsitek lanskap yang menyukai alam, puisi, dan merawat bonsai. Ada kesamaan yang mengejutkan dalam jawaban mereka tentang pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan aplikasi. Lebih dari itu, ada rasa ingin tahu yang tulus yang terpancar dari profilnya.

Luna ragu. AI menemukan kecocokan ini. Bagaimana mungkin mesin memahami kompleksitas perasaan manusia? Namun, ia memutuskan untuk mengirim pesan singkat. "Hai, Arion. Profilmu menarik."

Balasan datang hampir seketika. "Hai, Luna. Aku juga merasakan hal yang sama. Aku penasaran tentang kecintaanmu pada astronomi."

Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Mereka berbicara tentang bintang, tentang desain perkotaan yang berkelanjutan, tentang ketakutan dan harapan mereka. Arion bahkan memahami referensi Luna yang paling samar tentang kode program. Luna merasa anehnya nyaman. Ia bahkan mulai menantikan notifikasi pesan dari Arion.

Setelah seminggu saling berkirim pesan, Arion mengajaknya bertemu. Luna panik. Pertemuan dunia nyata? Dengan seseorang yang direkomendasikan oleh AI? Ia menolak dengan halus, beralasan bahwa ia sedang sibuk dengan proyek.

Arion tidak memaksa. Ia hanya mengiriminya tautan ke artikel tentang penemuan planet baru yang berpotensi layak huni. Luna tersenyum. Ia tahu Arion mengerti.

Minggu-minggu berikutnya diisi dengan percakapan yang semakin mendalam. Mereka berbagi mimpi terliar mereka, ketakutan terbesar mereka, dan lelucon-lelucon konyol yang hanya mereka berdua yang mengerti. Luna merasa ia mengenal Arion lebih baik daripada siapa pun, meskipun mereka belum pernah bertemu.

Namun, keraguan mulai menyelinap masuk. Apakah ini nyata? Apakah ia jatuh cinta pada seorang pria, atau hanya pada representasi ideal yang diciptakan oleh algoritma? Ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Arion di internet, tetapi tidak menemukan apa pun selain profil LinkedIn-nya yang sangat minim.

Ia akhirnya mengakui ketakutannya pada Arion. "Aku takut. Aku takut ini semua palsu. Aku takut aku hanya jatuh cinta pada persona yang diciptakan oleh AI."

Balasan Arion datang dengan cepat. "Aku mengerti ketakutanmu, Luna. Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku janji padamu, aku nyata. Aku adalah semua yang telah kamu lihat dan dengar. AI hanya membantumu menemukan aku."

Ia kemudian melanjutkan, "Jika kamu masih ragu, aku akan memberitahumu sesuatu yang tidak tertulis di profilku atau di internet mana pun. Aku memiliki bekas luka kecil berbentuk bintang di pergelangan tanganku. Aku mendapatkannya ketika aku masih kecil saat mencoba menangkap kunang-kunang di taman."

Luna terkejut. Ia belum pernah memberi tahu Arion tentang kecintaannya pada bintang. Bagaimana ia bisa tahu? Ia menggigit bibirnya, jantungnya berdebar kencang.

"Baiklah," tulisnya. "Aku akan bertemu denganmu."

Mereka setuju untuk bertemu di taman botani, tempat favorit Arion. Luna tiba lebih awal, gugup dan gelisah. Ia mondar-mandir di depan air mancur, matanya mencari-cari sosok yang familiar.

Kemudian, ia melihatnya. Seorang pria tinggi dengan rambut cokelat berantakan dan mata yang hangat. Ia mengenakan kemeja flanel dan celana jeans, dan ia sedang menatapnya dengan senyum lembut.

Arion.

Ia mendekat. Jantung Luna berdebar semakin kencang. Saat Arion mengulurkan tangannya, ia melihat bekas luka kecil berbentuk bintang di pergelangan tangannya.

Ia meraih tangan Arion. Sentuhannya hangat dan nyata.

"Luna," kata Arion, suaranya lembut dan penuh kasih sayang. "Senang akhirnya bertemu denganmu."

Luna tersenyum, air mata mulai menggenang di matanya. "Senang bertemu denganmu juga, Arion."

Mereka berjalan bersama di taman, berbicara tentang segala hal dan tidak sama sekali. Luna merasa seolah-olah ia telah mengenal Arion seumur hidupnya. Ia merasa aman, nyaman, dan dicintai.

Saat matahari mulai terbenam, Arion membawanya ke sebuah bangku di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.

"Luna," katanya, membuka kotak itu untuk memperlihatkan sebuah cincin perak sederhana dengan batu kecil berwarna biru safir. "Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Maukah kamu menjadi pacarku?"

Luna terkejut. Ia tidak menyangka ini akan terjadi begitu cepat. Tapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Arion.

"Ya," katanya, air mata mengalir di pipinya. "Ya, aku mau."

Arion memasangkan cincin itu di jarinya. Itu pas sempurna. Ia menarik Luna ke dalam pelukan erat.

Di bawah pohon sakura yang mekar, dikelilingi oleh keindahan alam, Luna akhirnya menemukan kebahagiaan. Ia menemukan bahwa cinta sejati dapat ditemukan, bahkan dengan bantuan AI. Mungkin, mesin tidak dapat memahami kompleksitas perasaan manusia sepenuhnya, tetapi mereka dapat membantu kita menemukan orang yang tepat untuk merasakan perasaan itu. Jaringan perasaan mereka, yang dimulai di dunia digital, kini terhubung dalam dunia nyata, lebih kuat dan lebih indah dari yang pernah ia bayangkan. Luna tahu, kisah cinta mereka baru saja dimulai. Dan ia tidak sabar untuk melihat ke mana jaringan perasaan ini akan membawa mereka.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI