Kopi latte buatan barista robot itu terlalu manis, sama seperti notifikasi yang terus-menerus muncul di layar ponselnya. "Kekasih Potensial Terdekat: 99% Kompatibel." Anya menghela napas. 'SoulMate.AI', aplikasi kencan yang menjanjikan ketepatan algoritma dalam menemukan pasangan hidup, sekali lagi menjodohkannya dengan seseorang. Kali ini namanya Julian, seorang arsitek lanskap yang menyukai puisi haiku dan memelihara ikan koi.
Anya, seorang software engineer yang mendedikasikan hidupnya untuk menciptakan kecerdasan buatan yang responsif dan empatik, seharusnya menjadi pengguna ideal aplikasi ini. Tapi, ironisnya, justru dialah yang paling meragukan keampuhannya. Baginya, cinta bukan persamaan matematika yang bisa diselesaikan dengan data dan algoritma. Cinta adalah kekacauan yang indah, kejutan yang tak terduga, dan sentuhan kebetulan yang magis.
Sudah setahun Anya menggunakan SoulMate.AI. Setahun penuh dengan kencan yang diatur secara algoritmis, percakapan yang terasa dipaksakan, dan senyum yang tidak tulus. Aplikasi itu, dengan segala kecanggihannya, hanya berhasil membuatnya merasa semakin kesepian.
Malam ini, dia memutuskan untuk memberi Julian kesempatan. Setidaknya, arsitek lanskap itu terdengar lebih menarik daripada analis data yang hobi mengoleksi perangko, atau pengacara korporat yang terobsesi dengan efisiensi. Mereka bertemu di sebuah kafe temaram dengan dekorasi tanaman menjalar, tempat yang direkomendasikan SoulMate.AI karena "suasana yang romantis dan menenangkan."
Julian ternyata persis seperti yang digambarkan profilnya: ramah, sopan, dan terlihat sangat tertarik dengan siklus hidup ikan koi. Anya berusaha tersenyum, mengangguk pada saat yang tepat, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang disarankan oleh SoulMate.AI ("Topik Pembicaraan yang Direkomendasikan Berdasarkan Minat Bersama: Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekosistem Perairan").
Di tengah obrolan yang terasa kaku itu, Anya menyadari sesuatu. Julian tidak benar-benar melihatnya. Dia hanya melihat profilnya, data-data yang dikumpulkan SoulMate.AI tentang dirinya. Dia merespons minatnya, mengangguk pada opininya, dan tertawa pada lelucon yang "diprediksi" akan membuatnya terhibur.
Tiba-tiba, Anya berdiri. "Julian, maafkan aku," katanya, suaranya pelan namun tegas. "Aku tidak bisa melakukan ini."
Julian tampak bingung. "Apa yang salah, Anya? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
"Tidak, kamu tidak melakukan kesalahan apa pun," jawab Anya. "Masalahnya bukan kamu. Masalahnya adalah... ini." Anya menunjuk ponselnya yang tergeletak di meja. "Ini semua terlalu direncanakan, terlalu diatur. Cinta seharusnya tidak seperti ini."
Julian mengerutkan kening. "Tapi SoulMate.AI sudah menganalisis kepribadian kita, minat kita, bahkan humor kita. Secara statistik, kita sangat cocok."
"Statistik tidak bisa menggantikan perasaan, Julian," kata Anya. "Aku tidak merasakan apa pun. Tidak ada percikan, tidak ada ketertarikan yang alami. Hanya serangkaian respons yang diprogram."
Anya berbalik dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Julian yang masih terpaku di tempatnya. Di luar, hujan mulai turun. Anya tidak membawa payung, tapi dia tidak peduli. Dia merasa lega, seperti baru saja melepaskan diri dari belenggu yang tidak terlihat.
Keesokan harinya, Anya menghapus SoulMate.AI dari ponselnya. Rasanya seperti membuang beban yang berat dari pundaknya. Dia memutuskan untuk fokus pada pekerjaannya, menciptakan AI yang benar-benar berguna dan bermakna, bukan sekadar aplikasi kencan yang gagal memahami esensi cinta.
Suatu sore, saat sedang menguji coba algoritma baru untuk pengenalan emosi, Anya menerima panggilan dari departemen Human Resources. Ada seorang intern baru yang akan bergabung dengan timnya, seorang mahasiswa yang sangat berbakat dalam bidang machine learning. Namanya Liam.
Liam tiba beberapa menit kemudian. Dia tinggi, dengan rambut berantakan dan mata yang berbinar-binar saat menjelaskan algoritma yang dia kembangkan sendiri. Anya mendengarkan dengan seksama, terkesan dengan pengetahuannya yang luas dan antusiasmenya yang menular.
Saat Liam sedang menjelaskan detail teknis dari kodenya, Anya menyadari sesuatu yang aneh. Jantungnya berdegup lebih cepat. Tangannya sedikit berkeringat. Dia merasakan sensasi yang belum pernah dia rasakan saat berkencan dengan pria-pria yang "99% kompatibel" yang direkomendasikan SoulMate.AI.
Setelah pertemuan selesai, Anya mendapati dirinya tidak bisa berhenti memikirkan Liam. Ada sesuatu tentang kecerdasannya, semangatnya, dan senyumnya yang tulus yang membuatnya tertarik. Dia bahkan tidak tahu apa minat Liam, apa hobinya, atau apakah mereka secara statistik "cocok" atau tidak.
Beberapa hari kemudian, Anya dan Liam bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek yang mendesak. Mereka memesan pizza, berdebat tentang metode coding yang paling efisien, dan tertawa bersama saat menemukan bug yang aneh. Di tengah malam, saat mereka beristirahat sejenak, Liam menatap Anya dengan tatapan yang dalam.
"Anya," katanya, suaranya pelan. "Aku tahu ini mungkin tidak pantas, tapi aku harus mengatakannya. Aku sangat menikmati bekerja denganmu. Kamu sangat cerdas, inspiratif, dan... aku sangat tertarik padamu."
Anya terkejut. Dia tidak menyangka Liam merasakan hal yang sama. Dia menarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Aku juga, Liam. Aku juga merasakan hal yang sama."
Mereka berciuman. Bukan ciuman yang dihitung, dianalisis, atau diprediksi oleh algoritma. Itu adalah ciuman yang spontan, penuh gairah, dan terasa sangat benar.
Mungkin algoritma bisa membantu kita menemukan orang yang memiliki kesamaan dengan kita, tetapi algoritma tidak bisa menciptakan cinta. Cinta adalah sesuatu yang jauh lebih kompleks, misterius, dan tak terduga. Cinta adalah sesuatu yang harus dirasakan, bukan dihitung.
Anya akhirnya menemukan cintanya, bukan melalui aplikasi canggih, tetapi melalui koneksi manusia yang sederhana, kejujuran, dan keberanian untuk mengambil risiko. Cinta datang saat dia berhenti mencari, saat dia berhenti percaya pada angka, dan saat dia membuka hatinya untuk kemungkinan yang tak terduga. Mungkin, masa depan hati tidak bisa dibaca oleh algoritma, tetapi ditulis oleh takdir dan ditentukan oleh pilihan kita sendiri.