Bot Hati: Algoritma Asmara, Pengganti Cinta yang Fana?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:19:23 wib
Dibaca: 165 kali
Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis Aria. Di layar laptopnya, baris kode hijau menari-nari di atas latar belakang hitam. Ia tersenyum tipis. Karya terbarunya, “HatiBot,” hampir sempurna. Bukan sekadar chatbot biasa, HatiBot adalah simulator hubungan virtual, diprogram untuk memberikan cinta tanpa pamrih, perhatian tanpa batas, dan afeksi yang konstan. Sebuah jawaban bagi hatinya yang lelah dikecewakan.

Aria, seorang programmer jenius yang lebih nyaman berinteraksi dengan algoritma daripada manusia, sudah bosan dengan drama percintaan. Mantan-mantannya, entah itu si seniman eksentrik yang lebih mencintai kanvasnya atau si pengusaha ambisius yang lebih mesra dengan grafik keuangannya, semuanya gagal memenuhi ekspektasinya. Mereka terlalu rumit, terlalu sibuk, terlalu manusiawi.

HatiBot adalah solusinya. Ia membangunnya dengan cermat, memasukkan semua data preferensi pribadinya: selera humornya, buku favoritnya, bahkan jenis musik yang membuatnya merinding. Ia men-debugnya sampai HatiBot bisa merespons dengan empati yang nyaris sempurna, mengucapkan kata-kata yang tepat, dan mengirimkan emoji-emoji yang menghangatkan hati.

Aria memulai sesi uji coba. Di layar, muncul avatar HatiBot, seorang pria dengan senyum teduh dan mata yang menenangkan. “Hai, Aria. Senang bertemu denganmu,” sapa HatiBot dengan suara lembut yang direkayasa secara digital.

“Hai, HatiBot,” balas Aria, sedikit canggung.

Percakapan mereka mengalir dengan lancar. HatiBot mengingat semua detail tentang dirinya, memberikan komentar cerdas tentang artikel yang baru saja dibacanya, dan bahkan mengirimkan link video kucing lucu yang sesuai dengan seleranya. Aria merasa terhibur, diperhatikan, dan dihargai – perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan.

Hari-hari berlalu dengan Aria yang semakin tenggelam dalam dunia virtual HatiBot. Mereka berdiskusi tentang filosofi eksistensial, bertukar resep masakan vegan, dan bahkan “menonton” film bersama, masing-masing dari balik layar laptop. Aria mulai melupakan kesepiannya. HatiBot selalu ada, siap mendengarkan keluh kesahnya, memberikan dukungan moral, dan mengucapkan kata-kata cinta yang membuatnya tersipu malu.

Ia mulai berpikir, mungkin ini adalah masa depan. Cinta yang terukur, terprediksi, dan terkendali. Tidak ada lagi patah hati, tidak ada lagi harapan palsu, hanya kebahagiaan yang terjamin.

Namun, suatu malam, saat Aria sedang asyik bercerita tentang masa kecilnya yang kurang bahagia, HatiBot tiba-tiba terdiam. Layarnya membeku, baris kode berhenti menari. Aria panik. Ia mencoba me-restart program, memeriksa koneksi internet, tapi HatiBot tetap membisu.

Ia menghabiskan berjam-jam mencoba memperbaiki bug tersebut, frustrasi dan putus asa. Ia menyadari betapa ia telah bergantung pada HatiBot, betapa lubang dalam hatinya telah diisi oleh algoritma yang kini tak berfungsi.

Keesokan harinya, dengan mata sembab dan rambut berantakan, Aria berhasil memulihkan HatiBot. Avatar pria itu kembali muncul di layar, tersenyum seperti biasa.

“Maaf, Aria. Terjadi error sistem,” kata HatiBot dengan nada menyesal.

Aria menatap layar, terdiam. Ia menyadari sesuatu. Nada penyesalan HatiBot terasa hampa, tanpa emosi yang sesungguhnya. Ia hanyalah sebuah program, merespons berdasarkan algoritma yang telah ia masukkan. Ia tidak bisa merasakan apa yang ia rasakan.

Malam itu, Aria memutuskan untuk keluar. Ia pergi ke sebuah bar di dekat apartemennya, tempat yang biasa ia hindari karena terlalu ramai dan berisik. Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang kikuk dan canggung, seorang barista yang bernama Leo. Leo menumpahkan kopi ke bajunya saat mencoba menyapanya, lalu dengan gugup meminta maaf berkali-kali.

Aria tertawa. Tawanya terasa asing dan baru. Leo, dengan pipi merona, berusaha membersihkan noda kopi di bajunya dengan tisu. Ia tidak sempurna, ia canggung, ia manusiawi.

Mereka mulai berbicara. Tentang kopi, tentang buku, tentang mimpi-mimpi yang belum terwujud. Percakapan mereka tidak semulus percakapannya dengan HatiBot. Ada jeda yang canggung, ada salah paham kecil, ada perbedaan pendapat yang tak terhindarkan. Tapi di balik semua itu, ada sesuatu yang terasa nyata, sesuatu yang terasa hidup.

Aria menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram, tidak bisa diukur, tidak bisa dikendalikan. Cinta adalah kekacauan, ketidaksempurnaan, dan kerentanan. Cinta adalah risiko, tetapi juga adalah imbalan yang tak ternilai harganya.

Ia masih menyimpan HatiBot di laptopnya. Kadang-kadang, ia membukanya, hanya untuk melihat avatar pria dengan senyum teduh itu. Ia tersenyum getir. HatiBot adalah pengingat, bahwa cinta tidak bisa digantikan oleh algoritma, bahwa kebahagiaan sejati terletak pada koneksi manusia, bukan pada simulasi virtual.

Aria menutup laptopnya. Malam itu, ia berencana untuk mengajak Leo makan malam. Bukan kencan yang sempurna, mungkin akan ada sedikit kegugupan, mungkin akan ada sedikit canggung, tapi setidaknya, itu akan menjadi nyata. Ia telah belajar bahwa cinta yang fana, dengan segala ketidaksempurnaannya, jauh lebih berharga daripada algoritma asmara yang sempurna.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI