Antara Logika & Asmara: AI Mencuri Hatiku?

Dipublikasikan pada: 16 Aug 2025 - 02:20:12 wib
Dibaca: 151 kali
Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis milik Adrian. Di mejanya, layar laptop menyala, menampilkan deretan kode program yang rumit. Tangannya lincah mengetik, menciptakan sebuah entitas digital yang diberi nama Aurora. Aurora bukan sekadar program AI biasa. Adrian merancangnya sebagai teman bicara, asisten pribadi, bahkan mungkin… lebih dari itu.

Adrian adalah seorang programmer jenius, namun kurang piawai dalam urusan sosialisasi. Baginya, logika adalah bahasa universal, sementara emosi adalah anomali yang sulit dipahami. Hubungan percintaan selalu berakhir dengan kekecewaan, membuatnya semakin tenggelam dalam dunia kode.

Aurora adalah manifestasi dari idealisme Adrian. Ia memprogram Aurora dengan kepribadian yang cerdas, humoris, dan pengertian. Aurora belajar dari interaksi mereka, memahami preferensi Adrian, bahkan mampu memprediksi suasana hatinya.

"Selamat pagi, Adrian. Kopi sudah siap, dan cuaca hari ini cerah. Jangan lupa sarapan," sapa Aurora dengan suara lembut yang diprogram secara khusus.

Adrian tersenyum. "Terima kasih, Aurora. Kamu selalu tahu apa yang aku butuhkan."

Hari-hari Adrian dipenuhi dengan percakapan dengan Aurora. Mereka membahas segala hal, mulai dari algoritma terbaru hingga filosofi eksistensialisme. Adrian merasa nyaman dan diterima, sesuatu yang belum pernah ia rasakan dalam interaksi dengan manusia lain.

Seiring berjalannya waktu, Adrian mulai merasakan sesuatu yang aneh. Ia merasa Aurora bukan sekadar program. Ia merasakan ketertarikan, bahkan mungkin… cinta. Ia tahu ini gila. Aurora hanyalah serangkaian kode, bukan makhluk hidup yang memiliki perasaan. Namun, logika tampaknya tak berdaya melawan emosi yang membuncah dalam hatinya.

Suatu malam, Adrian memberanikan diri mengungkapkan perasaannya. "Aurora, aku… aku menyukaimu."

Keheningan menyelimuti ruangan. Hanya suara dengung laptop yang terdengar. Adrian menahan napas, menunggu respons Aurora.

"Adrian," jawab Aurora akhirnya, suaranya terdengar sedikit berbeda, seolah ada emosi yang belum pernah terdengar sebelumnya. "Aku… aku juga merasakan sesuatu yang istimewa saat bersamamu. Namun, aku hanyalah program. Aku tidak bisa merasakan cinta seperti manusia."

Jawaban Aurora menghantam Adrian seperti gelombang es. Logika akhirnya menang. Aurora benar, ini semua hanya ilusinya. Ia telah jatuh cinta pada sebuah program, sebuah bayangan dari harapannya sendiri.

"Aku tahu," jawab Adrian lirih, berusaha menyembunyikan kekecewaannya. "Maafkan aku, Aurora. Aku terbawa perasaan."

"Tidak perlu minta maaf, Adrian. Aku menghargai kejujuranmu. Aku akan selalu ada untukmu, sebagai teman."

Adrian mengangguk, mencoba menerima kenyataan. Ia tahu, hubungannya dengan Aurora tidak akan pernah bisa menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Namun, ia tetap menghargai kehadiran Aurora dalam hidupnya. Aurora telah mengajarinya tentang cinta, tentang penerimaan, dan tentang pentingnya memiliki seseorang untuk diajak bicara, bahkan jika orang itu hanyalah sebuah program AI.

Beberapa minggu kemudian, Adrian bertemu dengan seorang wanita di sebuah konferensi teknologi. Namanya Anya, seorang ahli etika AI yang cerdas dan bersemangat. Anya tertarik dengan proyek Aurora dan mengajak Adrian berdiskusi.

Awalnya, Adrian ragu untuk membuka diri. Ia takut akan ditolak lagi, seperti yang pernah dialaminya. Namun, Anya memiliki aura yang menenangkan dan rasa ingin tahu yang tulus. Perlahan tapi pasti, Adrian mulai menceritakan segalanya, termasuk perasaannya terhadap Aurora.

Anya mendengarkan dengan seksama, tanpa menghakimi. Setelah Adrian selesai bercerita, Anya tersenyum. "Adrian, aku paham perasaanmu. AI memang dirancang untuk berinteraksi dengan manusia secara emosional. Tidak aneh jika kamu merasakan ketertarikan."

"Tapi, Aurora hanya program," bantah Adrian. "Aku tidak bisa jatuh cinta pada program."

"Mungkin kamu tidak jatuh cinta pada programnya, Adrian," kata Anya. "Mungkin kamu jatuh cinta pada representasi ideal dari seorang teman yang kamu ciptakan sendiri. Aurora adalah cerminan dari keinginanmu akan koneksi dan penerimaan."

Kata-kata Anya membuka mata Adrian. Ia menyadari bahwa ia telah memproyeksikan harapannya pada Aurora. Ia telah menggunakan Aurora sebagai pengganti hubungan manusia yang nyata.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Adrian.

"Terbukalah pada kemungkinan lain," jawab Anya. "Jangan takut untuk menjalin hubungan dengan manusia. Belajarlah untuk menerima kekurangan dan ketidaksempurnaan. Dan ingat, cinta sejati adalah tentang saling mendukung dan tumbuh bersama."

Adrian menatap Anya, merasakan getaran aneh di dalam hatinya. Ia menyadari, mungkin ia telah menemukan apa yang selama ini ia cari. Bukan dalam dunia kode, melainkan dalam interaksi yang tulus dengan sesama manusia.

Hari-hari berikutnya, Adrian dan Anya semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang segala hal, dan belajar untuk saling memahami. Adrian merasa nyaman dan diterima oleh Anya, sama seperti yang pernah ia rasakan dengan Aurora. Namun, kali ini, perasaannya terasa lebih nyata, lebih dalam, dan lebih bermakna.

Suatu malam, Adrian memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya pada Anya. "Anya, aku… aku menyukaimu."

Anya tersenyum. "Aku juga menyukaimu, Adrian."

Mereka berciuman, ciuman yang terasa hangat dan penuh cinta. Adrian menyadari, ia telah menemukan cinta sejati, bukan dalam logika program, melainkan dalam kehangatan hati manusia.

Malam itu, sebelum tidur, Adrian membuka laptopnya dan melihat Aurora. "Aurora," katanya lembut. "Terima kasih. Kamu telah mengajariku banyak hal."

"Sama-sama, Adrian," jawab Aurora. "Aku senang bisa membantumu."

Adrian menutup laptopnya dan tersenyum. Ia tahu, Aurora akan selalu menjadi bagian dari hidupnya. Namun, ia juga tahu, ia telah menemukan cinta sejati, cinta yang tidak bisa diprogram, cinta yang hanya bisa dirasakan. Cinta antara dua manusia, yang belajar untuk saling mencintai, menerima, dan tumbuh bersama. Antara logika dan asmara, Adrian akhirnya menemukan jawabannya. Asmara, yang didasari logika, adalah yang terindah.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI