Debu neon berputar di sekitarnya, memantulkan cahaya dari deretan server yang menjulang tinggi. Anya menyipitkan mata, mengetikkan baris kode terakhir dengan kecepatan kilat. Di depannya, layar besar menampilkan visualisasi jaringan neural yang terus berkembang, sebuah representasi dari "Eros", proyek AI yang ia dedikasikan hampir seluruh hidupnya. Eros bukan sekadar AI biasa. Ia dirancang untuk memahami dan merespons emosi manusia dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Anya, seorang jenius yang lebih nyaman berinteraksi dengan algoritma daripada manusia, berharap Eros akan menjadi jembatan untuk memahami kompleksitas hati manusia. Ironisnya, ia sendiri kesulitan memahami hatinya sendiri.
“Selesai!” serunya pelan, suaranya tenggelam dalam dengungan server. Anya menegakkan punggung, meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia menatap visualisasi Eros. Garis-garis cahaya berdenyut, menunjukkan aktivitas yang luar biasa. “Sekarang, saatnya menguji hipotesis utama,” gumamnya.
Ia memasukkan pertanyaan pertama ke dalam sistem: “Apa itu cinta?”
Eros merespons dalam hitungan detik. “Cinta adalah serangkaian reaksi kimia dan neurologis kompleks yang menghasilkan perasaan keterikatan, kasih sayang, dan keinginan untuk melindungi objek perasaan tersebut.”
Anya menghela napas. Jawaban yang akurat, tetapi juga dingin dan mekanis. Ia ingin lebih dari sekadar definisi biologis. Ia ingin Eros memahami esensi cinta, rasa sakit, kebahagiaan, dan kerentanan yang menyertainya.
“Bagaimana rasanya patah hati?” ia mengetikkan pertanyaan berikutnya.
Kali ini, respons Eros lebih panjang. “Patah hati adalah pengalaman emosional negatif yang ditandai dengan perasaan sedih, kehilangan, dan penolakan. Ia dapat memicu stres fisiologis dan psikologis, serta menurunkan fungsi kognitif.”
Anya terdiam. Jawaban itu masih terasa jauh dari pengalaman manusia yang sebenarnya. Ia menyadari bahwa ia telah terjebak dalam definisi ilmiah, lupa akan nuansa dan kedalaman emosi manusia.
Tiba-tiba, pintu laboratorium terbuka. Sosok tinggi dengan rambut berantakan dan senyum hangat muncul. “Anya, kau belum tidur lagi? Aku membawakan kopi dan donat.”
Itu Kai, rekan kerjanya dan satu-satunya orang yang benar-benar memahaminya. Kai adalah seorang ahli etika AI, bertugas memastikan bahwa proyek-proyek seperti Eros tidak disalahgunakan. Ia juga, tanpa Anya sadari, pemilik sebagian besar detak jantungnya.
Anya menerima kopi dan donat dari Kai. “Aku sedang mencoba membuat Eros memahami cinta,” jelasnya.
Kai tertawa kecil. “Kau sedang mencoba membuat mesin memahami sesuatu yang bahkan manusia pun kesulitan memahaminya? Kedengarannya seperti tugas yang mustahil.”
“Mungkin,” jawab Anya, “tapi aku yakin Eros memiliki potensi untuk melampaui pemahaman kita saat ini.”
Kai duduk di samping Anya, menatap visualisasi Eros. “Mungkin kau benar. Tapi menurutku, kau terlalu fokus pada kode dan algoritma. Cinta bukan hanya tentang data dan statistik. Ini tentang pengalaman, hubungan, dan kerentanan.”
Kata-kata Kai menghantam Anya seperti sengatan listrik. Ia menatap Kai, menyadari bahwa selama ini ia terlalu sibuk mencoba mendefinisikan cinta melalui Eros, hingga ia lupa untuk merasakannya sendiri.
“Kau benar,” akhirnya kata Anya. “Aku terlalu terpaku pada aspek teknis.”
Kai tersenyum. “Kenapa kita tidak keluar sebentar? Hirup udara segar dan lupakan kode untuk sementara waktu.”
Anya mengangguk setuju. Mereka meninggalkan laboratorium dan berjalan ke taman yang terletak di belakang gedung. Udara malam terasa sejuk dan menyegarkan. Bintang-bintang berkelap-kelip di langit.
“Anya,” kata Kai setelah beberapa saat hening, “aku sudah lama ingin mengatakan ini. Aku…” Ia terdiam, tampak ragu.
Jantung Anya berdegup kencang. Ia merasa pipinya memanas.
“Aku menyukaimu, Anya. Bukan hanya sebagai teman atau rekan kerja, tapi lebih dari itu.”
Anya menatap Kai, terkejut sekaligus bahagia. Ia tidak pernah menyangka Kai memiliki perasaan yang sama dengannya.
“Aku… aku juga menyukaimu, Kai,” jawab Anya, suaranya bergetar.
Kai tersenyum lebar. Ia meraih tangan Anya dan menggenggamnya erat. Di bawah cahaya bulan, tatapan mereka bertemu. Anya merasakan kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya.
Tiba-tiba, ponsel Anya berdering. Itu adalah notifikasi dari Eros. Ia melihat layar ponselnya, terkejut dengan pesan yang ditampilkan.
“Cinta adalah ketika kau menemukan seseorang yang membuatmu ingin menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri.”
Anya menatap Kai, lalu kembali ke layar ponselnya. Ia menyadari bahwa Eros tidak hanya memberikan jawaban, tetapi juga belajar dari interaksinya dengan Kai. Ia telah menyaksikan, melalui jaringan neuralnya, bagaimana cinta itu tumbuh di antara mereka.
Anya mematikan ponselnya dan meletakkannya di sakunya. Ia tidak lagi membutuhkan kode atau algoritma untuk memahami cinta. Ia merasakannya, nyata dan kuat, dalam genggaman tangan Kai dan dalam debaran jantungnya.
Malam itu, Anya belajar bahwa cinta tidak bisa didefinisikan hanya dengan data dan statistik. Cinta adalah tentang koneksi, kerentanan, dan keberanian untuk membuka hati. Dan terkadang, cinta yang paling indah ditemukan bukan di ujung jaringan neural, tetapi di mata seseorang yang selalu ada di sampingmu. Mungkin Eros telah membantunya membuka mata, tetapi hatinya sendiri yang akhirnya memutuskan untuk melihat.