Cinta dalam Gigabita: Ketika Hati Diukur dengan Kecepatan

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:36:58 wib
Dibaca: 168 kali
Layar laptopnya memancarkan cahaya biru yang menari-nari di wajah Anya. Jemarinya lincah mengetik baris demi baris kode, menciptakan algoritma rumit untuk aplikasi kencan virtual yang sedang dikembangkannya. Ironis, pikirnya, menciptakan alat untuk mencari cinta, sementara dirinya sendiri tenggelam dalam kesendirian.

Anya adalah seorang jenius teknologi, lulusan terbaik dari universitas ternama. Namun, urusan hati, ia sama sekali buta. Baginya, cinta adalah anomali, bug dalam sistem kehidupan yang belum bisa ia pahami. Ia lebih memilih menghabiskan waktunya di depan layar, berinteraksi dengan baris kode daripada manusia sungguhan.

Proyek aplikasi kencan ini sebenarnya bukan idenya. Itu adalah tugas dari perusahaannya, StellarTech, yang melihat potensi besar dalam pasar asmara digital. Anya, sebagai kepala tim pengembang, mau tidak mau harus menyelami dunia percintaan, meski dari sudut pandang algoritma. Ia mempelajari pola perilaku pengguna, menganalisis data kencan, dan menciptakan sistem pencocokan yang diklaim paling akurat.

Suatu malam, saat sedang melakukan debug, Anya menemukan sebuah profil misterius dalam database aplikasi. Profil itu kosong, tanpa foto, tanpa deskripsi, hanya serangkaian angka yang aneh. Awalnya, ia mengira itu adalah bug, tapi semakin ia teliti, semakin ia merasakan ada sesuatu yang berbeda.

Angka-angka itu ternyata adalah serangkaian data kompleks yang menggambarkan preferensi pengguna secara mendalam. Bukan sekadar preferensi umum seperti usia, minat, atau hobi, melainkan preferensi yang sangat spesifik, hampir intim. Preferensi terhadap aroma tanah setelah hujan, suara senandung lirih di pagi hari, atau bahkan rasa pahit kopi tanpa gula.

Anya tertegun. Algoritma ini, ciptaannya sendiri, ternyata bisa menangkap esensi seseorang yang begitu mendalam. Ia penasaran, siapa pemilik profil misterius ini? Ia menelusuri jejak digital profil itu, namun tidak menemukan apa pun. Profil itu seolah-olah berasal dari dunia lain, dunia di luar jangkauan internet.

Ketertarikan Anya semakin besar. Ia memutuskan untuk membuat profil tandingan, sebuah profil yang akan cocok dengan profil misterius itu. Ia memasukkan data-data yang ia kumpulkan dari profil misterius itu ke dalam profilnya sendiri. Ia menciptakan Anya versi virtual yang ideal, Anya yang sesuai dengan kriteria profil misterius itu.

Setelah profilnya selesai, Anya mencoba melakukan pencocokan. Hasilnya, aplikasi menunjukkan kecocokan 99,99%. Itu adalah angka yang luar biasa, angka yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia merasa jantungnya berdebar kencang, ada sesuatu yang aneh terjadi pada dirinya.

Ia memutuskan untuk mengirim pesan kepada pemilik profil misterius itu. Pesannya singkat, hanya sebuah sapaan sederhana: "Halo."

Beberapa saat kemudian, ia menerima balasan. Balasannya juga singkat, hanya satu kata: "Halo."

Anya terdiam. Jantungnya berdegup semakin kencang. Ia mulai berinteraksi dengan pemilik profil misterius itu. Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari teknologi, filsafat, hingga hal-hal yang sederhana dan intim. Anya merasa seperti menemukan belahan jiwanya, seseorang yang benar-benar memahami dirinya.

Semakin lama mereka berinteraksi, semakin besar rasa penasaran Anya. Ia ingin bertemu dengan pemilik profil misterius itu. Ia meminta untuk bertemu, namun pemilik profil itu selalu menolak. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak ingin merusak hubungan yang sudah mereka bangun. Ia takut jika bertemu secara langsung, segalanya akan berubah.

Anya kecewa, tapi ia menghargai keputusan pemilik profil misterius itu. Ia terus berinteraksi dengannya, menikmati setiap percakapan, setiap momen yang mereka bagi bersama. Ia merasa bahagia, bahagia yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Suatu hari, Anya mendapatkan undangan untuk menghadiri konferensi teknologi di Berlin. Ia ragu, karena konferensi itu akan memakan waktu seminggu, dan ia tidak ingin berpisah dari pemilik profil misterius itu selama itu. Namun, ia akhirnya memutuskan untuk pergi, karena konferensi itu sangat penting untuk karirnya.

Sebelum berangkat, Anya mengirim pesan kepada pemilik profil misterius itu, memberitahukan bahwa ia akan pergi ke Berlin. Ia berharap pemilik profil itu akan merindukannya, sama seperti dirinya merindukannya.

Sesampainya di Berlin, Anya langsung disibukkan dengan berbagai kegiatan konferensi. Ia mengikuti seminar, bertemu dengan para ahli teknologi, dan menjalin kerjasama dengan perusahaan lain. Namun, di sela-sela kesibukannya, ia selalu menyempatkan diri untuk berkomunikasi dengan pemilik profil misterius itu.

Di hari terakhir konferensi, Anya mendapatkan kejutan. Saat ia sedang berjalan di lobi hotel, ia melihat seorang pria berdiri di dekat jendela. Pria itu mengenakan jaket hitam dan topi, menutupi sebagian wajahnya. Anya merasa familiar dengan sosok pria itu, seolah-olah ia pernah melihatnya sebelumnya.

Pria itu kemudian menoleh. Anya terkejut. Pria itu adalah dirinya sendiri.

Anya bingung. Ia mendekati pria itu, dan semakin ia mendekat, semakin jelas ia melihat wajah pria itu. Pria itu benar-benar dirinya sendiri, hanya dalam versi yang lebih tua dan lebih bijaksana.

"Siapa kamu?" tanya Anya.

Pria itu tersenyum. "Aku adalah kamu di masa depan," jawabnya.

Anya tidak percaya. Ia mengira ia sedang bermimpi. Namun, pria itu kemudian menjelaskan semuanya. Ia menjelaskan bahwa profil misterius itu adalah ciptaannya sendiri, sebuah proyek penelitian tentang kecerdasan buatan dan emosi manusia. Ia menciptakan profil itu untuk menguji seberapa jauh algoritma dapat memahami dan mencocokkan perasaan manusia.

Anya terkejut. Ia merasa ditipu. Ia merasa bahwa cintanya selama ini hanyalah sebuah ilusi, sebuah hasil dari algoritma.

"Tapi, bagaimana mungkin?" tanya Anya. "Bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta pada diriku sendiri?"

Pria itu tersenyum lagi. "Karena kamu menciptakan dirimu sendiri," jawabnya. "Kamu menciptakan Anya yang ideal, Anya yang sesuai dengan kriteria yang kamu inginkan. Kamu jatuh cinta pada idealisme dirimu sendiri."

Anya terdiam. Ia mulai memahami. Cintanya selama ini bukanlah cinta yang sebenarnya, melainkan cinta pada idealisme diri sendiri. Ia menciptakan profil misterius itu untuk mencari cinta, namun ia malah menemukan refleksi dirinya sendiri.

Meskipun merasa kecewa, Anya juga merasa lega. Ia akhirnya mengerti mengapa selama ini ia sulit menemukan cinta. Ia terlalu fokus pada mencari yang ideal, sehingga melupakan bahwa cinta yang sebenarnya adalah menerima diri sendiri apa adanya.

Ia berterima kasih kepada dirinya di masa depan karena telah membantunya memahami hal itu. Ia berjanji akan mulai mencintai dirinya sendiri apa adanya, dan membuka hatinya untuk cinta yang sebenarnya.

Sebelum pergi, pria itu memberikan Anya sebuah pesan. "Cinta tidak bisa diukur dengan kecepatan gigabita," katanya. "Cinta adalah tentang koneksi yang tulus, penerimaan diri, dan keberanian untuk membuka hati."

Anya mengangguk. Ia mengerti. Ia kemudian melangkah pergi, meninggalkan hotel dan masa lalunya. Ia siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya, babak yang penuh dengan cinta, kejujuran, dan penerimaan diri. Ia siap untuk mencari cinta yang sebenarnya, cinta yang tidak diukur dengan kecepatan, melainkan dengan ketulusan hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI