Debug Hati: Mencari Cinta di Tumpukan Kode

Dipublikasikan pada: 10 Jun 2025 - 23:00:19 wib
Dibaca: 165 kali
Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard. Cahaya monitor memantul di mata Arina, menciptakan lingkaran-lingkaran kecil yang bersemangat. Di hadapannya, barisan kode Python yang rumit, sebuah proyek ambisius yang ia kerjakan siang dan malam: AI pendeteksi kebohongan dalam teks. Sebuah proyek yang, jujur saja, lebih mudah ia pahami daripada perasaan sendiri.

Arina, seorang programmer andal di sebuah perusahaan teknologi terkemuka, lebih akrab dengan algoritma dan logika daripada kencan romantis. Urusan cinta? Sebuah bug yang selalu gagal ia perbaiki. Ia lebih suka mengisolasi diri di apartemennya yang minimalis, ditemani bergelas-gelas kopi pahit dan alunan musik lo-fi yang menenangkan.

Suatu malam, saat larut dalam debugging, sebuah notifikasi muncul di layar komputernya. Slack, dari kanal internal perusahaan. Sebuah tantangan menarik: Hackathon internal bertema “Aplikasi Kencan Masa Depan.”

Arina mendengus. Aplikasi kencan? Sungguh ironis. Namun, ide-ide mulai bermunculan di benaknya, bagai deretan kode yang terkompilasi sempurna. Ia membayangkan sebuah aplikasi yang jujur, yang meminimalkan profil palsu dan ekspektasi yang tidak realistis. Sebuah aplikasi yang mendasarkan kecocokan pada minat dan nilai-nilai inti, bukan sekadar penampilan luar.

Ia memutuskan untuk ikut. Ini bukan soal mencari cinta, tentu saja. Ini murni tantangan intelektual. Sebuah kesempatan untuk membuktikan kemampuannya.

Arina bekerja keras. Ia membangun algoritma pencocokan yang canggih, memanfaatkan data dari berbagai sumber terpercaya. Ia menerapkan prinsip-prinsip kejujuran dan transparansi. Aplikasi buatannya, yang ia beri nama "TruthMatch," berjanji untuk memberikan pengalaman kencan yang lebih autentik.

Di hari Hackathon, Arina berdiri di depan para juri, gugup meskipun berusaha menyembunyikannya. Ia menjelaskan TruthMatch dengan penuh semangat, memamerkan fitur-fitur inovatifnya. Responnya positif. Banyak yang terkesan dengan pendekatan jujur dan algoritmanya yang unik.

Setelah presentasi, seorang pria menghampirinya. Tinggi, berkacamata, dengan senyum yang tulus. “Arina, kan?” sapanya. “Saya Dimas, dari tim user interface. Saya sangat terkesan dengan TruthMatch kamu. Pendekatan yang menyegarkan.”

Dimas. Arina tahu namanya. Ia sering melihatnya di kantin kantor, selalu dikelilingi teman-teman. Ia dianggap sebagai salah satu desainer terbaik di perusahaan. Arina tidak pernah berani mendekat. Ia merasa minder, tidak sekeren Dimas.

Mereka mulai berbicara tentang TruthMatch, tentang tantangan dalam membangun aplikasi kencan yang jujur. Dimas memberikan beberapa saran yang insightful tentang desain dan user experience. Arina terpana dengan pengetahuannya dan kemampuannya untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda.

Selama beberapa minggu berikutnya, Arina dan Dimas bekerja sama untuk menyempurnakan TruthMatch. Mereka bertemu setiap hari, membahas kode, desain, dan strategi pemasaran. Arina mulai menyadari bahwa ia menikmati kebersamaan Dimas lebih dari sekadar kolaborasi profesional. Ia menyukai humornya yang cerdas, kebaikan hatinya, dan semangatnya yang menular.

Suatu sore, saat mereka sedang brainstorming di kedai kopi favorit mereka, Dimas tiba-tiba berhenti berbicara. Ia menatap Arina dengan tatapan yang intens. “Arina,” katanya pelan, “saya harus mengakui sesuatu.”

Jantung Arina berdebar kencang. Ia merasa pipinya memanas. Apakah ini…?

“Saya… saya sangat menikmati bekerja denganmu,” lanjut Dimas. “Saya kagum dengan kecerdasanmu, semangatmu, dan kejujuranmu. Sebenarnya, saya mendaftar di TruthMatch, hanya untuk melihat apakah algoritma itu benar-benar berfungsi.”

Arina tertawa gugup. “Dan… hasilnya?”

Dimas tersenyum. “Hasilnya… algoritma itu ternyata sangat akurat. TruthMatch bilang, kita punya banyak kesamaan.” Ia meraih tangan Arina. “Dan saya rasa, algoritma itu benar.”

Arina membalas genggaman Dimas. Perasaan aneh dan menyenangkan menjalar di seluruh tubuhnya. Ini bukan lagi sekadar kode dan logika. Ini adalah… cinta?

Beberapa bulan kemudian, TruthMatch diluncurkan secara resmi. Aplikasinya sukses besar. Banyak pengguna memuji kejujuran dan akurasinya. Arina dan Dimas diwawancarai oleh berbagai media, menjadi wajah baru di dunia aplikasi kencan.

Namun, bagi Arina, kesuksesan TruthMatch hanyalah bonus. Hadiah yang sebenarnya adalah hubungannya dengan Dimas. Ia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar mengerti dirinya, seseorang yang menghargai kecerdasannya dan mencintai kejujurannya.

Suatu malam, mereka duduk berdua di balkon apartemen Arina, menikmati pemandangan kota yang berkilauan. Arina menyandarkan kepalanya di bahu Dimas. “Dulu, saya pikir cinta itu seperti bug yang tidak bisa diperbaiki,” gumamnya.

Dimas tertawa pelan. “Mungkin cinta memang bug, tapi bug yang indah. Dan bersama-sama, kita bisa debug itu.”

Arina tersenyum. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, bahwa akan ada tantangan dan kesulitan di depan. Tapi ia yakin, bersama Dimas, ia bisa menghadapi apa pun. Karena ia telah menemukan cintanya, bukan di tumpukan kode, melainkan di hati seseorang yang tulus dan penuh kasih. Dan itu, baginya, adalah kode yang sempurna.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI