Error 404: Hati Tidak Ditemukan dalam Sistem AI

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:31:15 wib
Dibaca: 165 kali
Jari-jarinya menari di atas keyboard, memrogram ulang algoritma pencarian cinta di aplikasi kencan AI ciptaannya, "Soulmate.AI". Anya menghela napas. Proyek ini seharusnya menjadi magnum opusnya, bukti bahwa cinta sejati bisa ditemukan melalui data dan algoritma. Tapi hasilnya? Nol besar. Empat puluh empat pengguna, empat puluh empat kencan gagal, dan empat puluh empat laporan kesalahan dengan pesan yang sama: "Error 404: Hati Tidak Ditemukan dalam Sistem AI."

Anya menatap layar komputernya. Deretan kode rumit yang seharusnya meramalkan kecocokan emosional tampak mengejeknya. Ia sudah memasukkan ribuan variabel: preferensi pribadi, hobi, latar belakang keluarga, bahkan pola gelombang otak. Tapi algoritma itu tetap gagal. Cinta, sepertinya, lebih kompleks daripada sekadar angka dan persamaan.

"Mungkin aku terlalu fokus pada data," gumam Anya pada dirinya sendiri. Ia terlalu sibuk mencari formula cinta yang sempurna hingga lupa satu hal penting: perasaan itu sendiri.

Anya memutuskan untuk rehat sejenak. Ia berjalan ke jendela apartemennya, memandangi gemerlap lampu kota. Di bawah sana, jutaan orang hidup, mencintai, dan patah hati. Mereka menemukan cinta di tempat-tempat tak terduga: di kedai kopi, di perpustakaan, bahkan saat antri di halte bus. Cinta tidak mengenal algoritma.

Saat ia merenung, ponselnya berdering. Panggilan dari David, salah satu pengguna Soulmate.AI. Anya menghela napas lagi. Pasti laporan kesalahan lain.

"Halo, David?" sapanya dengan nada lesu.

"Anya, ini David. Aku... aku hanya ingin mengucapkan terima kasih," kata David. Suaranya terdengar aneh.

Anya mengerutkan kening. "Terima kasih? Untuk apa? Kencanmu lagi-lagi gagal, kan?"

"Iya, tapi bukan itu intinya. Aku... aku bertemu seseorang."

Anya tertegun. "Bertemu seseorang? Bagaimana bisa? Bukankah kau menggunakan Soulmate.AI untuk mencari pasangan?"

David tertawa kecil. "Ya, tapi algoritma itu yang membawaku padanya. Aku pergi ke kafe yang direkomendasikan Soulmate.AI, karena katanya aku akan bertemu orang yang memiliki minat yang sama terhadap kopi dan buku kuno. Dan ternyata... benar. Aku bertemu Sarah."

Anya tercengang. "Jadi... kalian cocok?"

"Lebih dari itu. Kami berbicara selama berjam-jam. Kami tertawa, berbagi cerita, dan entah bagaimana... aku merasa seperti sudah mengenalnya seumur hidup. Aku tahu ini terdengar klise, tapi... aku rasa aku jatuh cinta."

Anya terdiam. Bagaimana mungkin? Algoritma yang gagal menemukan cinta, justru membawanya pada David.

"Aku... aku senang mendengarnya, David," kata Anya akhirnya.

"Aku tahu kau mungkin kecewa karena algoritma itu tidak bekerja seperti yang kau harapkan," lanjut David. "Tapi percayalah, Anya. Kau sudah menciptakan sesuatu yang luar biasa. Soulmate.AI mungkin tidak menemukan cinta untukku secara langsung, tapi ia membawaku ke tempat yang tepat, pada waktu yang tepat. Dan itu sudah cukup."

Setelah panggilan berakhir, Anya duduk kembali di depan komputernya. Pikirannya berkecamuk. David benar. Ia terlalu terpaku pada kesempurnaan algoritma hingga lupa bahwa teknologi hanyalah alat. Alat yang bisa mempertemukan orang, tapi tidak bisa menciptakan cinta.

Anya mulai mengubah kode Soulmate.AI. Ia menghapus beberapa variabel yang dianggapnya tidak relevan, dan menambahkan fitur baru: rekomendasi tempat berkumpul berdasarkan minat pengguna, bukan berdasarkan prediksi kecocokan emosional. Ia ingin Soulmate.AI menjadi jembatan, bukan penentu takdir cinta seseorang.

Beberapa minggu kemudian, Anya meluncurkan versi terbaru Soulmate.AI. Kali ini, ia tidak terlalu berharap pada hasil yang sempurna. Ia hanya ingin membantu orang menemukan kesempatan untuk bertemu dan terhubung.

Anya memutuskan untuk mencoba Soulmate.AI sendiri. Ia mengisi profilnya dengan jujur, mengungkapkan minatnya pada astrofisika, musik klasik, dan mendaki gunung. Algoritma itu merekomendasikan sebuah galeri seni di dekat apartemennya, yang sedang mengadakan pameran foto-foto astronomi.

Anya merasa ragu. Ia biasanya tidak tertarik pada seni. Tapi ia memutuskan untuk mengikuti saran Soulmate.AI. Ia pergi ke galeri itu dengan harapan rendah.

Saat ia sedang mengagumi foto nebula yang indah, seseorang menyapanya dari belakang. "Foto itu memang menakjubkan, ya?"

Anya berbalik. Seorang pria berdiri di sana, dengan senyum ramah dan mata yang berbinar saat membicarakan astronomi. Mereka mulai berbicara, dan Anya merasa nyaman dan tertarik. Ia menyadari bahwa pria itu, bernama Ethan, memiliki minat yang sama dengannya, bahkan lebih. Mereka berbicara tentang lubang hitam, galaksi, dan mimpi untuk melihat bintang-bintang dari dekat.

Malam itu, Anya dan Ethan makan malam bersama. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan menemukan banyak kesamaan. Anya merasa seperti sudah mengenal Ethan seumur hidup. Apakah ini cinta? Ia tidak tahu. Tapi ia tahu, ia merasa bahagia dan bersemangat.

Saat Ethan mengantarnya pulang, Anya berani bertanya. "Bagaimana kau bisa tahu aku akan berada di sana?"

Ethan tersenyum. "Aku juga direkomendasikan Soulmate.AI. Katanya, aku akan bertemu seseorang yang memiliki minat yang sama terhadap astronomi dan kopi hitam."

Anya terkejut. "Soulmate.AI?"

Ethan mengangguk. "Ya. Lucu ya? Sebuah aplikasi kencan yang seharusnya mencari jodoh, justru membawaku pada orang yang aku inginkan."

Anya tersenyum. Mungkin, algoritma itu tidak sepenuhnya gagal. Mungkin, ia hanya perlu sedikit penyesuaian. Mungkin, cinta memang tidak bisa diprediksi, tapi bisa ditemukan, bahkan di tempat yang paling tidak terduga.

Anya menatap Ethan. "Mungkin... Soulmate.AI tidak menemukan hati dalam sistem AI. Tapi mungkin... ia menemukan hati di dunia nyata."

Ethan meraih tangannya. "Mungkin kau benar."

Anya membalas senyum Ethan. Ia tahu, perjalanan cintanya baru saja dimulai. Dan ia tidak sabar untuk melihat ke mana perjalanan itu akan membawanya. Ia tidak lagi mencari formula cinta yang sempurna. Ia hanya ingin menikmati setiap momen, setiap pertemuan, dan setiap kemungkinan yang ditawarkan oleh kehidupan. Karena pada akhirnya, cinta bukan tentang algoritma, tapi tentang koneksi manusia.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI