Kencan Algoritmik: Cinta, Data, dan Deja Vu?

Dipublikasikan pada: 20 Nov 2025 - 00:00:14 wib
Dibaca: 126 kali
Debu neon kota berkilauan di lensa kacamatanya, memantulkan siluet gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Anya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debaran jantung yang tidak karuan. Aplikasi "SoulmateSync" berdering pelan, menandakan bahwa ia telah tiba di lokasi yang ditentukan. "AR Cafe", sebuah kedai kopi unik yang memadukan kopi tradisional dengan teknologi augmented reality.

Anya, seorang analis data di sebuah perusahaan teknologi raksasa, selalu percaya pada kekuatan angka. Logika, algoritma, dan pola adalah bahasa yang ia pahami. Itulah sebabnya ia akhirnya menyerah pada desakan teman-temannya untuk mencoba SoulmateSync, sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan analisis data biologis, preferensi pribadi, dan bahkan, kata mereka, potensi masa depan.

Pintu kafe bergeser terbuka, menyambutnya dengan aroma kopi yang kuat dan dengungan lembut percakapan. Anya mencari sosok yang sesuai dengan deskripsi yang diberikan aplikasi: tinggi, rambut cokelat gelap, dan mata biru sebiru langit di musim panas.

Di sudut ruangan, seorang pria melambai padanya. Senyumnya tulus, dan tatapannya hangat. "Anya?" tanyanya, suaranya sedikit serak namun menyenangkan.

"Benar," jawab Anya, membalas senyumnya. "Kamu pasti Liam."

Liam menarik kursi untuknya, "Senang akhirnya bertemu denganmu. Algoritma sepertinya tahu apa yang dilakukannya."

Anya terkekeh, merasa sedikit canggung. "Semoga saja. Aku masih skeptis, jujur saja. Data bisa dimanipulasi, preferensi bisa berubah..."

"Tapi pola tetap ada," potong Liam, matanya berbinar. "Sebagai seorang programmer, aku juga percaya pada kekuatan data. Tapi aku juga percaya pada hal-hal yang tidak bisa diukur, seperti intuisi dan chemistry."

Mereka memesan kopi. Percakapan mengalir dengan lancar, membahas minat masing-masing, pekerjaan, dan pandangan tentang masa depan. Liam ternyata seorang programmer game independen yang memiliki idealisme tinggi. Ia ingin menciptakan dunia virtual yang dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan nyata. Anya, dengan pola pikir analitisnya, tertarik dengan ide-ide inovatif Liam.

Semakin lama mereka berbicara, semakin Anya merasa nyaman. Ada sesuatu dalam diri Liam yang terasa familiar, seolah ia telah mengenalnya sejak lama. Ia teringat pada deskripsi SoulmateSync tentang potensi masa depan yang mereka bagikan. Mungkinkah aplikasi itu benar?

Namun, keanehan mulai muncul. Saat Liam bercerita tentang mimpinya menciptakan game bertema eksplorasi laut dalam, Anya merasa deja vu yang kuat. Ia ingat pernah mendengar cerita yang sama persis, dengan detail yang sama, dari seseorang di masa lalu.

"Liam," tanya Anya hati-hati, "pernahkah kamu menceritakan ide game ini pada seseorang sebelumnya? Mungkin... setahun yang lalu?"

Liam mengerutkan kening. "Aku memang pernah bercerita pada beberapa teman. Kenapa?"

Anya menelan ludah. "Apa... apa kamu pernah menghadiri konferensi game di Tokyo setahun yang lalu? Dan bertemu dengan seorang analis data?"

Mata Liam membulat. "Bagaimana kamu bisa tahu? Ya, aku menghadiri konferensi itu. Dan aku memang bertemu dengan seorang analis data yang sangat cerdas dan cantik. Tapi namanya... aku lupa."

Anya terdiam. Itu tidak mungkin. Ia menghadiri konferensi itu. Ia ingat percakapannya dengan seorang programmer muda yang penuh semangat. Tapi ia tidak ingat nama pria itu. Ia hanya ingat ide-ide brilian dan senyumnya yang hangat.

"Liam," kata Anya dengan suara bergetar, "apa kamu ingat... apa kamu ingat pernah memberiku sebuah prototipe game kecil tentang penjelajah laut?"

Liam tampak terkejut. "Ya! Aku memberikannya pada seorang gadis yang tertarik dengan ideku. Aku tidak pernah tahu apa yang terjadi padanya setelah itu."

Anya meraih tasnya dan mengeluarkan sebuah USB drive yang sudah usang. "Ini," katanya, menyerahkannya pada Liam. "Apa ini yang kamu maksud?"

Liam menatap USB drive itu dengan tak percaya. "Itu... itu prototipeku! Bagaimana kamu bisa memilikinya?"

Anya menarik napas dalam-dalam. "Aku adalah gadis itu, Liam. Aku analis data yang kamu temui di Tokyo."

Keheningan menggantung di antara mereka, tebal dan berat. Liam menatap Anya, matanya dipenuhi keterkejutan dan kebingungan. "Tapi... tapi bagaimana mungkin? SoulmateSync seharusnya menemukan kita. Bukan... bukan pertemuan kebetulan."

Anya menggelengkan kepalanya. "Mungkin algoritma itu hanya mengonfirmasi apa yang sudah ada di sana. Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bertemu, dengan atau tanpa bantuan teknologi."

Malam itu, mereka berbicara hingga larut malam, mengungkap detail-detail yang hilang dalam ingatan mereka. Mereka menyadari bahwa pertemuan mereka di Tokyo bukan hanya kebetulan. Ada ketertarikan, ada percikan yang tak terbantahkan. Tapi mereka terlalu sibuk dengan karir masing-masing untuk mengejar perasaan itu.

SoulmateSync, dengan semua data dan algoritmanya, hanya berfungsi sebagai pemicu, mengingatkan mereka tentang koneksi yang sudah lama terlupakan. Aplikasi itu tidak menciptakan cinta, tetapi mengungkapnya.

Anya menatap Liam, wajahnya diterangi cahaya neon kota. Deja vu tidak lagi terasa menakutkan. Itu terasa seperti konfirmasi, sebuah pengingat bahwa takdir, atau mungkin hanya kebetulan yang luar biasa, telah membawa mereka kembali bersama.

Ia meraih tangan Liam, menggenggamnya erat. "Mungkin," kata Anya, "algoritma tidak bisa memprediksi masa depan. Tapi mungkin ia bisa membantu kita menulis cerita kita sendiri."

Liam membalas genggamannya, senyumnya kembali menghiasi wajahnya. "Aku sangat ingin tahu bagaimana kelanjutan ceritanya."

Di luar, hujan mulai turun, membasahi jalanan dengan kilauan basah. Namun di dalam AR Cafe, cahaya cinta membara lebih terang dari lampu neon kota, cinta yang lahir dari data, ditegaskan oleh deja vu, dan ditulis ulang oleh pilihan mereka sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI