Jejak Algoritma di Hatimu: Cinta di Ujung Jari?

Dipublikasikan pada: 24 Oct 2025 - 00:40:14 wib
Dibaca: 141 kali
Deretan angka dan kode seolah menari di layar laptop Sarah. Jemarinya lincah menekan tuts, menciptakan baris demi baris algoritma yang rumit. Bagi Sarah, ini adalah bahasa cinta yang sebenarnya. Bukan melodi gombal, bukan puisi picisan, melainkan logika yang tertata rapi, efisien, dan memecahkan masalah. Ia adalah seorang programmer jenius, bintang di perusahaan teknologi rintisan bernama "Simpul Hati," yang mengkhususkan diri dalam aplikasi kencan berbasis kecerdasan buatan.

Ironisnya, Sarah sendiri justru kesulitan menemukan cinta. Aplikasi Simpul Hati, yang seharusnya membantunya, justru terasa seperti cermin yang memantulkan kekurangannya. Terlalu fokus pada pekerjaan, terlalu analitis, terlalu... algoritma. Itulah kata teman-temannya.

Suatu malam, saat sedang lembur membenahi bug di sistem pencocokan profil Simpul Hati, sebuah notifikasi muncul. Bukan notifikasi error, melainkan pesan dari sistem: "Profil Pengguna Potensial Ditemukan: Elias Rahman."

Sarah mendengus. Ia sudah mematikan fitur pencocokan otomatis untuk dirinya sendiri sejak lama. Pasti ada kesalahan. Namun, rasa penasaran mengalahkannya. Ia mengklik profil Elias.

Foto profil Elias menampilkan seorang pria dengan senyum hangat dan mata yang meneduhkan. Deskripsinya singkat namun padat: "Arsitek lanskap, penyuka buku, dan percaya bahwa keindahan ada di detail." Jauh berbeda dengan tipe pria idaman Sarah selama ini, yang biasanya lebih berorientasi pada karir dan pencapaian. Algoritma Simpul Hati pasti sedang bercanda.

Namun, semakin ia menelusuri profil Elias, semakin banyak kesamaan kecil yang muncul. Mereka berdua menyukai film-film klasik Charlie Chaplin, sama-sama benci kopi instan, dan diam-diam bermimpi memiliki kebun stroberi sendiri. Hal-hal remeh, memang, tapi terasa personal.

Sarah kemudian menyadari, algoritma Simpul Hati tidak hanya mencocokkan data, tapi juga menganalisis pola perilaku, preferensi tersembunyi, dan bahkan nada bicara dari unggahan-unggahan penggunanya. Algoritma itu telah menggali lebih dalam dari yang ia kira, dan menemukan sesuatu yang tersembunyi di dalam hatinya.

Dengan ragu, Sarah mengirimkan pesan singkat ke Elias: "Hai, Elias. Algoritma Simpul Hati memberitahuku bahwa kita mungkin cocok. Apa kabarmu?"

Jantungnya berdegup kencang saat menunggu balasan. Ia membayangkan Elias akan menertawakannya, atau menganggapnya aneh. Namun, beberapa menit kemudian, sebuah pesan masuk.

"Hai, Sarah. Aku penasaran bagaimana algoritma bisa tahu. Aku baik, dan sangat tertarik untuk membuktikan kebenaran teori algoritma tersebut."

Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas arsitektur lanskap, buku-buku favorit, dan tentu saja, kecerdasan buatan. Sarah terkejut menemukan bahwa Elias tidak hanya tertarik pada teknologi, tapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang etika dan implikasinya.

Setelah seminggu saling bertukar pesan, mereka memutuskan untuk bertemu. Sarah gugup setengah mati. Ia bahkan sempat ingin membatalkan pertemuan itu, takut algoritma Simpul Hati salah perhitungan.

Saat melihat Elias di kedai kopi yang telah mereka sepakati, Sarah tertegun. Elias terlihat lebih menawan dari fotonya. Senyumnya tulus, dan matanya memancarkan kehangatan.

Mereka berbicara selama berjam-jam, melupakan waktu dan tempat. Sarah merasa nyaman dan terbuka, sesuatu yang jarang ia rasakan dengan orang lain. Elias mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberikan komentar yang cerdas dan insightful.

Namun, di tengah obrolan yang menyenangkan, Sarah teringat akan pekerjaannya. Ia merasa bersalah karena telah menggunakan Simpul Hati untuk keuntungannya sendiri. Ia harus jujur pada Elias.

"Elias, ada sesuatu yang harus kukatakan. Aku... aku adalah salah satu programmer di Simpul Hati. Akulah yang bertanggung jawab atas algoritma pencocokan itu."

Elias terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Aku sudah tahu."

Sarah mengerutkan kening. "Bagaimana bisa?"

"Aku memperhatikan pola pesanmu. Ada jejak kode di setiap kalimatmu, Sarah. Bahasa algoritmamu sangat khas."

Sarah tersipu malu. "Jadi, kau tidak marah?"

"Marah? Justru aku terkesan. Algoritmamu bekerja dengan sangat baik. Dan jujur, aku senang kau yang menciptakannya."

Mereka tertawa bersama. Sarah merasa lega dan bahagia. Ia menyadari bahwa cinta tidak selalu harus ditemukan melalui rumus yang rumit, tapi kadang-kadang, algoritma hanyalah pemicu, sebuah jembatan yang menghubungkan dua hati yang sebenarnya sudah ditakdirkan untuk bertemu.

Sejak saat itu, hubungan Sarah dan Elias berkembang. Mereka belajar untuk saling melengkapi, menggabungkan logika dan intuisi, kode dan emosi. Sarah belajar untuk lebih terbuka dan menerima ketidaksempurnaan, sementara Elias belajar untuk menghargai kekuatan logika dan ketelitian.

Beberapa tahun kemudian, Sarah dan Elias menikah. Pernikahan mereka diadakan di sebuah kebun yang indah, yang dirancang sendiri oleh Elias. Di tengah resepsi, Sarah menatap suaminya dengan penuh cinta. Ia tahu bahwa algoritma Simpul Hati telah membantunya menemukan cinta sejatinya.

Namun, ia juga tahu bahwa cinta sejati tidak hanya ditentukan oleh algoritma, melainkan oleh pilihan, komitmen, dan kemauan untuk saling mencintai tanpa syarat. Ia telah menemukan jejak algoritma di hatinya, tetapi cinta itu sendiri tumbuh dan berkembang di luar batas kode dan angka. Cinta adalah tentang koneksi yang lebih dalam, koneksi yang tidak bisa dihitung, diprediksi, atau diprogram. Cinta adalah tentang keindahan yang tak terduga, yang muncul dari detail-detail kecil kehidupan, sama seperti bunga-bunga stroberi yang mereka tanam bersama di kebun mereka. Dan Sarah akhirnya mengerti, bahwa cinta sejati selalu, dan akan selalu, lebih dari sekadar algoritma.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI