Algoritma Rindu: Mencari Cinta Sejati di Jaringan Neural?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:23:53 wib
Dibaca: 164 kali
Jari-jemarinya menari di atas keyboard, memprogram baris demi baris kode yang rumit. Di balik layar komputernya, bersemayam sebuah proyek ambisius: Algoritma Rindu. Anya, seorang ilmuwan data muda dengan rambut dikuncir kuda dan kacamata tebal, percaya bahwa cinta, meski tampak kacau dan irasional, bisa diurai menjadi serangkaian data dan pola yang bisa dianalisis.

Anya telah lama merasa skeptis terhadap konsep cinta yang klise. Ia melihatnya sebagai produk hormon dan ekspektasi sosial yang dibesar-besarkan. Baginya, cinta sejati seharusnya bisa ditemukan melalui data, melalui analisis mendalam tentang preferensi, nilai-nilai, dan kompatibilitas. Algoritma Rindu adalah usahanya membuktikan teori itu.

Awalnya, proyek ini hanya lelucon di kalangan teman-temannya. Mereka menganggapnya gila, seorang ilmuwan yang berusaha meromantisasi data. Tapi Anya tidak peduli. Ia tenggelam dalam lautan data, mempelajari jutaan profil pengguna media sosial, aplikasi kencan, dan forum diskusi. Ia mengumpulkan informasi tentang hobi, minat, latar belakang pendidikan, pandangan politik, bahkan preferensi makanan.

Algoritma itu semakin kompleks dari hari ke hari. Anya memasukkan parameter-parameter yang ia anggap penting: kesamaan nilai inti, selera humor, tingkat kecerdasan emosional, dan potensi pertumbuhan bersama. Ia bahkan mencoba memasukkan faktor X yang misterius, sesuatu yang ia sebut "resonansi jiwa," meskipun ia sendiri tidak yakin bagaimana cara mengukurnya.

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, Algoritma Rindu akhirnya siap diuji. Anya memasukkan profil dirinya sendiri, lengkap dengan semua data yang ia miliki. Ia menekan tombol "cari" dengan jantung berdebar kencang. Layar berputar, memproses data, mencari kandidat potensial di antara jutaan profil yang telah ia kumpulkan.

Beberapa menit kemudian, hasilnya muncul. Di urutan pertama, terpampang sebuah nama: "Rian." Profilnya dilengkapi dengan foto seorang pria dengan senyum hangat dan mata yang berbinar. Rian adalah seorang arsitek lanskap yang mencintai alam, memiliki selera humor yang mirip dengannya, dan memiliki pandangan hidup yang sejalan dengan Anya. Algoritma Rindu mengklaim bahwa Rian adalah pasangan yang paling kompatibel dengan Anya.

Anya awalnya skeptis. Algoritma hanyalah algoritma, bukan peramal cinta. Tapi rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Ia mengirimkan pesan singkat kepada Rian melalui aplikasi kencan.

"Hai Rian, saya Anya. Algoritma mengatakan kita cocok."

Balasan Rian datang hampir seketika. "Algoritma? Kedengarannya menarik. Saya Rian, dan saya selalu terbuka untuk hal-hal baru. Mau kopi?"

Pertemuan pertama mereka berlangsung di sebuah kedai kopi kecil yang nyaman. Rian ternyata sama menariknya dengan yang ia lihat di profilnya. Ia pandai berbicara, memiliki selera humor yang unik, dan menunjukkan ketertarikan yang tulus pada Anya. Mereka berbicara berjam-jam, membahas segala hal mulai dari arsitektur lanskap hingga fisika kuantum.

Anya terkejut dengan betapa nyamannya ia berada di dekat Rian. Ia biasanya kikuk dan canggung dalam situasi sosial, tapi dengan Rian, semuanya terasa alami dan mudah. Mereka tertawa bersama, berdebat dengan cerdas, dan berbagi cerita pribadi.

Selama beberapa minggu berikutnya, Anya dan Rian terus berkencan. Mereka menjelajahi kota bersama, mengunjungi museum seni, menonton film independen, dan menikmati makan malam romantis. Setiap kencan membuat Anya semakin yakin bahwa Algoritma Rindu mungkin benar. Rian adalah pria yang ia cari selama ini.

Namun, di balik semua kebahagiaan itu, Anya mulai merasakan keraguan. Ia merasa bersalah karena menggunakan algoritma untuk mencari cinta. Apakah cintanya pada Rian nyata, atau hanya hasil dari perhitungan matematis? Apakah ia mencintai Rian, atau ia hanya mencintai gagasan tentang Rian yang telah dioptimalkan oleh algoritma?

Suatu malam, saat mereka duduk di taman di bawah bintang-bintang, Anya memutuskan untuk jujur pada Rian. Ia menceritakan tentang Algoritma Rindu, tentang obsesinya dengan data, dan tentang keraguannya.

Rian mendengarkan dengan seksama, tanpa memotong atau menghakimi. Ketika Anya selesai berbicara, ia tersenyum lembut.

"Anya," katanya, "saya mengerti kenapa kamu melakukan ini. Kamu adalah ilmuwan, dan kamu berusaha memahami dunia dengan cara yang kamu tahu. Tapi cinta tidak bisa direduksi menjadi data dan algoritma."

Rian melanjutkan, "Saya suka kamu, Anya. Saya suka kecerdasanmu, rasa humormu, dan semangatmu untuk belajar. Saya tidak peduli apakah kita ditemukan oleh algoritma atau kebetulan. Yang penting adalah kita di sini, bersama, dan kita saling mencintai."

Kata-kata Rian menenangkan hati Anya. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu fokus pada data dan lupa untuk merasakan. Ia telah mencoba mengendalikan cinta dengan logika, padahal cinta adalah sesuatu yang harus dirasakan, bukan dihitung.

Malam itu, Anya memutuskan untuk menonaktifkan Algoritma Rindu. Ia sadar bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan di jaringan neural, tapi di dalam hati. Ia memeluk Rian erat-erat, dan untuk pertama kalinya, ia merasa yakin bahwa ia telah menemukan cinta sejati. Bukan karena algoritma, tapi karena ia telah membuka hatinya untuk merasakan. Cinta, ternyata, tidak perlu algoritma untuk menemukannya. Ia hanya perlu keberanian untuk merasakannya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI