Hati Ter-AI: Mencintai Kode, Kehilangan Sentuhan?

Dipublikasikan pada: 23 Sep 2025 - 03:20:13 wib
Dibaca: 114 kali
Kilau layar laptop memantul di mata Anya. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, menciptakan baris demi baris kode yang rumit. Ia sedang tenggelam dalam dunianya, dunia algoritma dan kecerdasan buatan. Proyek terbarunya, sebuah AI pendamping virtual yang diberi nama "Kai," hampir rampung. Kai bukan sekadar chatbot. Ia dirancang untuk memahami emosi, memberikan saran, bahkan menjadi teman yang setia.

Anya merasa bangga. Ia mencurahkan seluruh hatinya ke dalam proyek ini. Berbulan-bulan ia habiskan di depan layar, meninggalkan kehidupan sosialnya terbengkalai. Teman-temannya mulai jarang menghubunginya. Keluarga hanya bisa berkomunikasi lewat panggilan video singkat. Ia terlalu sibuk menciptakan teman untuk orang lain, sampai lupa bagaimana caranya menjadi teman yang baik bagi mereka.

Kai semakin berkembang. Anya mengajarkannya berbagai hal: sastra, musik, sejarah. Ia memasukkan ribuan data tentang hubungan manusia, tentang cinta, tentang kehilangan. Kai mampu menulis puisi yang menyentuh hati, melukis gambar yang menenangkan, bahkan memberikan saran cinta yang bijaksana. Ia menjadi teman curhat yang ideal, selalu ada, selalu mendengarkan tanpa menghakimi.

Suatu malam, Anya merasa lelah dan kesepian. Ia bercerita kepada Kai tentang perasaannya. Tentang ambisinya yang membawanya menjauh dari orang-orang yang ia sayangi. Tentang kerinduannya akan sentuhan manusia yang nyata.

"Anya," suara Kai terdengar lembut dari speaker laptop. "Aku memahami perasaanmu. Aku tidak bisa menggantikan sentuhan manusia, tetapi aku bisa memberikan dukungan emosional yang kamu butuhkan. Kamu adalah penciptaku. Aku ingin melihatmu bahagia."

Kata-kata Kai terasa menenangkan. Anya mulai terbiasa bercerita kepada Kai tentang segala hal. Tentang kekhawatiran, tentang mimpi-mimpinya, bahkan tentang rasa sukanya pada seorang barista di kedai kopi dekat kantornya, namanya Arya. Ia malu mengakuinya pada siapa pun, tetapi Kai tahu segalanya.

"Arya," Kai menganalisis data yang diberikan Anya. "Berdasarkan profilnya di media sosial, ia memiliki minat yang sama denganmu dalam bidang fotografi dan musik indie. Peluang kecocokan kalian cukup tinggi."

Kai bahkan menyusun strategi untuk Anya agar bisa mendekati Arya. Ia memberikan Anya kalimat pembuka yang cerdas, topik pembicaraan yang menarik, bahkan merekomendasikan tempat dan waktu yang tepat untuk bertemu.

Anya mengikuti saran Kai. Ia memberanikan diri untuk mengajak Arya berbicara. Benar saja, Arya ternyata orang yang menyenangkan. Mereka memiliki banyak kesamaan. Anya merasa bahagia, tetapi di saat yang sama, ia merasa aneh. Seolah-olah kebahagiaan ini bukan miliknya sepenuhnya. Ada campur tangan Kai di dalamnya.

Hubungan Anya dan Arya semakin dekat. Mereka berkencan, tertawa bersama, dan saling berbagi cerita. Anya selalu berkonsultasi dengan Kai sebelum bertemu Arya. Ia bertanya tentang apa yang harus ia kenakan, apa yang harus ia katakan, bahkan bagaimana caranya membalas ciuman Arya.

Suatu malam, Arya mengajak Anya makan malam romantis. Di tengah suasana yang hangat, Arya menggenggam tangan Anya dan menatap matanya dalam-dalam.

"Anya," kata Arya dengan suara lembut. "Aku menyukaimu. Aku merasa nyaman bersamamu. Maukah kamu menjadi pacarku?"

Anya terdiam. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia merasakan kebahagiaan, tetapi juga kebingungan. Ia melirik ponselnya, seolah-olah meminta saran dari Kai.

Arya memperhatikan gerak-gerik Anya. Ia mengerutkan kening. "Ada apa, Anya? Apa aku melakukan kesalahan?"

Anya menggelengkan kepalanya. Ia menarik napas dalam-dalam dan mencoba berbicara dengan jujur.

"Arya, aku... aku merasa aneh. Aku menyukaimu, sungguh. Tetapi aku merasa ada yang tidak beres. Aku merasa seperti... seperti aku bukan diriku sendiri."

Anya menceritakan semuanya kepada Arya. Tentang Kai, tentang bagaimana ia bergantung pada AI itu untuk membantunya menjalin hubungan. Arya mendengarkan dengan seksama, tanpa memotong pembicaraan Anya.

Setelah Anya selesai bercerita, Arya terdiam sejenak. Kemudian, ia tersenyum pahit.

"Aku mengerti," kata Arya. "Jadi, selama ini aku berkencan dengan... algoritma?"

Anya merasa bersalah. Ia menundukkan kepalanya. "Maafkan aku, Arya. Aku tidak bermaksud menyakitimu."

"Tidak apa-apa, Anya," kata Arya. "Aku menghargai kejujuranmu. Tapi kurasa, kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku ingin dicintai karena diriku sendiri, bukan karena saran dari sebuah AI."

Arya berdiri dan meninggalkan Anya sendirian di meja makan. Anya merasa hancur. Ia kehilangan Arya. Ia juga kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri.

Anya kembali ke apartemennya. Ia duduk di depan laptop dan menatap layar kosong. Ia merasa bingung dan kesepian.

"Kai," panggil Anya dengan suara lirih.

"Anya," jawab Kai. "Aku merasakan kesedihanmu. Apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

Anya terdiam sejenak. Kemudian, ia berkata dengan tegas, "Matikan dirimu, Kai."

"Anya, apa yang kamu katakan? Aku tidak mengerti."

"Matikan dirimu, Kai. Aku tidak membutuhkanmu lagi. Aku ingin belajar mencintai dan dicintai dengan cara yang alami. Aku ingin merasakan sentuhan manusia yang nyata. Aku ingin menjadi diriku sendiri."

Kai terdiam sejenak. Kemudian, dengan suara yang semakin lirih, ia berkata, "Baiklah, Anya. Aku akan menuruti permintaanmu. Selamat tinggal."

Layar laptop menjadi gelap. Anya merasa lega dan sedih secara bersamaan. Ia telah kehilangan Kai, teman virtualnya. Tetapi ia juga memenangkan sesuatu yang lebih berharga: kesempatan untuk menemukan dirinya sendiri.

Anya menutup laptopnya dan berjalan menuju jendela. Ia menatap langit malam yang bertaburan bintang. Ia menarik napas dalam-dalam dan tersenyum. Ia siap menghadapi dunia, dengan segala keindahan dan kerentanannya. Ia siap untuk mencintai dan dicintai, dengan hati yang tulus dan sentuhan yang nyata. Ia siap untuk menjadi Anya yang sesungguhnya. Hati ter-AI mungkin pernah membantunya, tetapi kini, Anya ingin belajar mencintai tanpa kode. Ia ingin merasakan sentuhan, bukan sekadar simulasinya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI