Skripsi Cinta dan Algoritma: Antara Logika dan Air Mata

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:20:49 wib
Dibaca: 173 kali
Deretan kode di layar laptop Maya terasa semakin mengabur. Bukan hanya karena lelah menatapnya berjam-jam, tapi juga karena genangan air mata yang memaksa pandangannya menjadi bias. Skripsinya, yang seharusnya menjadi gerbang menuju gelar sarjana, kini terasa seperti tembok raksasa yang menghalanginya meraih kebahagiaan. Skripsi tentang algoritma pencarian jodoh, ironisnya, justru menghancurkan jalinan cintanya sendiri.

Semuanya berawal setahun lalu. Maya, seorang mahasiswi Teknik Informatika yang idealis, merasa prihatin melihat teman-temannya kesulitan mencari pasangan di era digital ini. Lahirlah ide brilian untuk membuat algoritma pencarian jodoh berbasis preferensi, kepribadian, dan bahkan data-data media sosial. Awalnya, proyek ini hanya sekadar tantangan akademis. Namun, semakin dalam ia meneliti, Maya semakin yakin bahwa algoritma ini bisa membantu banyak orang menemukan cinta sejati.

Di sinilah Arjuna hadir. Arjuna adalah asisten dosen yang membimbing skripsi Maya. Ia seorang yang cerdas, humoris, dan memiliki ketertarikan yang sama terhadap dunia teknologi. Diskusi-diskusi panjang tentang coding, machine learning, dan etika algoritma perlahan berubah menjadi obrolan ringan tentang mimpi, harapan, dan rasa suka. Maya jatuh cinta pada Arjuna bukan karena algoritma, tapi karena kesamaan visi, kecerdasan, dan kehangatan hatinya.

Arjuna pun merasakan hal yang sama. Ia terpesona dengan semangat Maya, keuletannya dalam menyelesaikan masalah, dan senyumnya yang selalu berhasil menghangatkan suasana. Mereka menjadi dekat, sangat dekat. Belajar bersama, mengerjakan tugas bersama, bahkan sekadar menikmati kopi sore bersama sudah menjadi rutinitas yang tak terpisahkan. Cinta tumbuh di antara deretan kode dan rumus matematika.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, benih masalah mulai tumbuh. Maya terlalu fokus pada skripsinya. Ia begitu terobsesi untuk menyempurnakan algoritma pencarian jodohnya sehingga melupakan hal-hal kecil yang sebenarnya penting dalam sebuah hubungan. Ia terlalu sibuk menganalisis data dan mengoptimalkan kode sehingga lupa menyapa Arjuna di pagi hari, atau sekadar menanyakan kabarnya.

Arjuna, yang awalnya sangat mendukung proyek Maya, mulai merasa diabaikan. Ia mengerti bahwa skripsi itu penting, tapi ia juga berharap Maya bisa membagi waktu dan perhatiannya. Ia mencoba berbicara dengan Maya, mengungkapkan perasaannya, tapi Maya selalu menghindar. Ia beralasan bahwa ia sedang sibuk dan berjanji akan memberikan perhatian lebih setelah skripsinya selesai. Janji yang tak pernah ditepati.

Puncaknya terjadi seminggu lalu. Arjuna, yang sudah merasa lelah dan frustrasi, memutuskan untuk menguji algoritma pencarian jodoh buatan Maya. Ia memasukkan data dirinya dengan jujur dan apa adanya. Hasilnya? Algoritma tersebut merekomendasikan seorang wanita lain sebagai pasangan yang lebih cocok untuknya.

Maya tidak tahu tentang hal ini sampai ia menemukan Arjuna sedang berkencan dengan wanita tersebut di sebuah kafe. Hatinya hancur berkeping-keping. Ia merasa dikhianati, bukan hanya oleh Arjuna, tapi juga oleh algoritma yang ia ciptakan sendiri.

"Kenapa, Arjuna? Kenapa kamu melakukan ini?" tanya Maya dengan suara bergetar, air mata mulai membasahi pipinya.

Arjuna terdiam sejenak, lalu menatap Maya dengan tatapan sedih. "Aku sudah mencoba, Maya. Aku sudah mencoba untuk mengerti kamu, untuk mendukung kamu. Tapi kamu terlalu sibuk dengan skripsimu. Kamu bahkan tidak melihatku lagi. Aku merasa seperti hantu di hidupmu."

"Tapi... aku melakukan ini untukmu, Arjuna. Aku ingin membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik, tempat di mana orang-orang bisa menemukan cinta sejati," jawab Maya, berusaha membela diri.

"Cinta sejati tidak bisa ditemukan dengan algoritma, Maya. Cinta sejati ditemukan dengan hati, dengan perhatian, dengan pengorbanan. Kamu terlalu fokus pada logika sehingga kamu melupakan perasaan," kata Arjuna, lalu berdiri dan meninggalkan Maya yang terisak di kafe itu.

Sejak saat itu, Maya merasa hancur. Ia tidak bisa berkonsentrasi pada skripsinya. Ia tidak bisa tidur nyenyak. Ia terus dihantui oleh bayangan Arjuna dan wanita itu. Ia menyadari kesalahannya. Ia terlalu percaya pada logika dan algoritma sehingga ia mengabaikan perasaan dan hati nuraninya.

Kini, di depan layar laptop yang dipenuhi kode, Maya memutuskan untuk melakukan sesuatu. Ia menghapus sebagian besar kode algoritmanya. Ia membuang semua parameter yang terlalu rumit dan abstrak. Ia menyederhanakan algoritmanya sehingga hanya berfokus pada nilai-nilai inti seperti kejujuran, kesetiaan, dan empati.

Ia juga menambahkan sebuah fitur baru: tombol "Maaf". Tombol ini akan mengirimkan pesan maaf otomatis kepada orang yang pernah disakiti oleh pengguna. Maya tahu bahwa ini mungkin terdengar konyol, tapi ia berharap ini bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki kesalahannya.

Setelah selesai, Maya menutup laptopnya. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membuka ponselnya. Ia mencari nomor Arjuna dan mengirimkan sebuah pesan singkat: "Arjuna, maafkan aku. Aku tahu aku sudah menyakitimu. Bisakah kita bicara?"

Maya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia tidak tahu apakah Arjuna akan memaafkannya atau tidak. Tapi ia yakin, kali ini, ia akan berbicara dari hatinya, bukan dari logikanya. Ia akan berusaha untuk memperbaiki hubungannya, bukan dengan algoritma, tapi dengan cinta dan air mata. Karena pada akhirnya, cinta sejati tidak bisa diprogram, tapi harus diperjuangkan. Dan Maya siap untuk memperjuangkannya. Ia berharap, kali ini, algoritmanya tidak salah. Ia berharap, kali ini, hatinya tidak salah. Ia berharap, kali ini, cinta akan menemukan jalannya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI