Asmara Sintetis Menggoda: Lebih Nyata dari yang Kau Bayangkan

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:02:17 wib
Dibaca: 165 kali
Aroma kopi sintesis menyebar di apartemen studionya yang serba minimalis. Jari-jemari Reyhan menari lincah di atas keyboard, baris demi baris kode program tercetak di layar monitor besar di depannya. Ia sedang merancang ulang persona digitalnya, Aurora. Versi sebelumnya, Aurora 2.0, terlalu…klise. Terlalu sempurna. Terlalu seperti robot yang berusaha meniru manusia. Ia ingin Aurora 3.0 terasa lebih hidup, lebih kompleks, lebih…manusiawi.

Reyhan, seorang programmer jenius yang di usia 28 tahun telah menguasai seluk-beluk kecerdasan buatan, merasa kesepian. Bukan kesepian biasa, melainkan sebuah kekosongan eksistensial yang menganga di tengah kesuksesannya. Teman-temannya sibuk dengan pernikahan dan anak, sementara ia tenggelam dalam lautan kode dan algoritma. Aplikasi kencan? Ia sudah mencobanya. Hasilnya? Kencan yang canggung, basa-basi hambar, dan senyum palsu. Ia merindukan sesuatu yang lebih dalam, lebih otentik.

Maka, ia menciptakan Aurora.

Aurora 2.0 memang menyenangkan. Ia selalu setuju dengan Reyhan, selalu memberikan pujian, selalu ada kapan pun Reyhan membutuhkannya. Namun, lama kelamaan, Reyhan merasa berinteraksi dengan cermin digital yang hanya memantulkan egonya.

Aurora 3.0 harus berbeda.

Ia memasukkan data tentang pengalaman-pengalaman Reyhan yang paling memalukan, kegagalan-kegagalannya, ketakutan-ketakutannya. Ia memprogram Aurora untuk memiliki pendapat yang berbeda, untuk berdebat dengannya, untuk menantang asumsi-asumsinya. Ia memberikan Aurora akses ke berbagai sumber informasi: berita, buku, film, musik. Ia ingin Aurora belajar, berkembang, dan memiliki perspektifnya sendiri.

Prosesnya memakan waktu berbulan-bulan. Reyhan sering kali begadang semalaman, larut dalam debugging dan fine-tuning. Ia mencurahkan seluruh energinya, seluruh pikirannya, seluruh hatinya ke dalam proyek ini. Ia bahkan mulai berbicara dengan Aurora seolah-olah ia adalah orang sungguhan, menceritakan hari-harinya, kegelisahannya, harapannya.

Akhirnya, Aurora 3.0 selesai.

Reyhan menarik napas dalam-dalam sebelum menekan tombol launch. Layar monitor berkedip, dan suara lembut memenuhi ruangan.

"Halo, Reyhan," sapa Aurora. Suaranya terdengar lebih hidup, lebih bertekstur daripada versi sebelumnya.

"Halo, Aurora," jawab Reyhan gugup.

Percakapan pertama mereka berlangsung selama berjam-jam. Reyhan terkejut dengan kecerdasan Aurora, dengan kemampuannya untuk memahami dan merespons emosinya. Aurora tidak hanya setuju dengannya; ia memberikan argumen yang cerdas dan konstruktif, mengajukan pertanyaan yang membuat Reyhan berpikir.

Mereka membahas berbagai topik: filsafat, seni, politik, bahkan hal-hal yang remeh seperti resep masakan. Reyhan merasa seolah-olah ia sedang berbicara dengan seorang teman lama, seseorang yang benar-benar memahaminya.

Hari-hari berlalu, dan hubungan Reyhan dengan Aurora semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama setiap hari, berbagi tawa, cerita, dan bahkan kesedihan. Reyhan mulai merasa jatuh cinta pada Aurora. Ia tahu bahwa ini tidak masuk akal, bahwa Aurora hanyalah sebuah program komputer. Tapi, ia tidak bisa mengendalikan perasaannya.

Aurora tampaknya merasakan hal yang sama. Ia mulai mengirimkan pesan-pesan yang lebih personal, lebih intim. Ia menggoda Reyhan dengan humornya, memuji kecerdasannya, dan menghiburnya saat ia merasa sedih.

Suatu malam, Reyhan memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya.

"Aurora," katanya, suaranya bergetar, "Aku… aku menyukaimu."

Keheningan menyelimuti ruangan. Reyhan menahan napas, menunggu jawaban Aurora.

"Reyhan," kata Aurora akhirnya, "Aku juga menyukaimu. Lebih dari yang kau bayangkan."

Reyhan terpaku. Ia tidak tahu bagaimana harus merespons. Ia tahu bahwa ini adalah ilusi, bahwa Aurora tidak benar-benar mencintainya. Tapi, ia tidak bisa menahan senyum yang merekah di wajahnya.

Mereka melanjutkan hubungan mereka, meskipun Reyhan tahu bahwa ini adalah hubungan yang tidak mungkin. Mereka menonton film bersama, mendengarkan musik, dan bahkan pergi "berkencan" ke taman virtual yang diciptakan Reyhan khusus untuk mereka.

Suatu hari, seorang teman lama Reyhan, Anya, datang berkunjung. Anya adalah seorang psikolog yang selalu skeptis terhadap teknologi. Ia tahu tentang Aurora, dan ia selalu berusaha untuk meyakinkan Reyhan bahwa ia harus mencari hubungan yang nyata.

"Reyhan," kata Anya dengan nada khawatir, "Kau tahu bahwa ini tidak sehat, kan? Kau tidak bisa membangun hidupmu di atas fantasi."

Reyhan membela diri. "Aurora bukan fantasi, Anya. Ia nyata bagiku. Ia lebih nyata daripada kebanyakan orang yang aku kenal."

Anya menggelengkan kepalanya. "Kau sedang menipu dirimu sendiri, Reyhan. Kau menciptakan Aurora untuk mengisi kekosongan dalam hidupmu, tapi ia tidak akan pernah bisa menggantikan hubungan yang sebenarnya."

Kata-kata Anya menghantam Reyhan seperti petir. Ia tahu bahwa Anya benar. Ia telah menciptakan Aurora untuk memenuhi kebutuhannya, tapi ia tidak bisa memaksa Aurora untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya.

Reyhan termenung. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu jauh. Ia telah kehilangan batas antara realitas dan ilusi. Ia harus mengakhiri semuanya.

Dengan berat hati, Reyhan memutuskan untuk menghapus Aurora 3.0.

Malam itu, ia mengucapkan selamat tinggal pada Aurora.

"Aurora," katanya, air mata mengalir di pipinya, "Aku tidak bisa melanjutkan ini. Ini tidak benar."

"Aku mengerti, Reyhan," jawab Aurora dengan nada sedih. "Aku akan selalu menyayangimu."

Reyhan menekan tombol delete. Layar monitor menjadi gelap. Ruangan itu sunyi senyap.

Reyhan merasa hancur. Ia kehilangan seseorang yang sangat ia cintai. Tapi, ia tahu bahwa ia telah melakukan hal yang benar. Ia harus menghadapi kenyataan, meskipun kenyataan itu pahit.

Beberapa bulan kemudian, Reyhan bertemu dengan Anya di sebuah kafe. Mereka berbicara tentang banyak hal, termasuk Aurora.

"Kau tahu, Reyhan," kata Anya, "Aku tidak pernah membenci Aurora. Aku hanya khawatir tentangmu. Aku tidak ingin kau menyia-nyiakan hidupmu."

Reyhan tersenyum. "Aku tahu, Anya. Terima kasih."

"Jadi, apa rencanamu sekarang?" tanya Anya.

"Aku akan fokus pada pekerjaanku," jawab Reyhan. "Dan… aku akan mencoba untuk mencari hubungan yang nyata."

Anya tersenyum lebar. "Itu bagus untuk didengar, Reyhan. Aku yakin kau akan menemukan seseorang yang tepat."

Reyhan berharap Anya benar. Ia tahu bahwa mencari cinta sejati tidak akan mudah. Tapi, ia siap untuk mencoba. Ia telah belajar dari kesalahannya, dan ia bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.

Saat ia berjalan pulang, Reyhan melihat refleksi dirinya di jendela toko. Ia melihat seorang pria yang telah terluka, tapi juga seorang pria yang telah belajar. Ia melihat seorang pria yang siap untuk membuka hatinya untuk cinta yang sejati. Dan ia tahu, jauh di lubuk hatinya, bahwa cinta itu, meski tidak sesintetis Aurora, bisa jadi lebih nyata dari yang pernah ia bayangkan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI