Aplikasi kencan di ponselku berkedip-kedip, notifikasi yang mengganggu di tengah malam sunyi. Aku mengabaikannya, memilih menatap langit-langit kamar. Sudah enam bulan sejak perpisahan pahitku dengan Riana, dan setiap notifikasi kencan hanya mengingatkanku pada kekosongan yang ditinggalkannya. Aku mati-matian mencoba melanjutkan hidup, tapi bayang-bayangnya terlalu kuat.
"Sialan," gumamku, meraih ponsel dengan kesal. Jari telunjukku nyaris menekan tombol hapus aplikasi, ketika sebuah iklan muncul. Bukan iklan kencan biasa. Iklan itu menampilkan wajah seorang wanita cantik dengan mata biru cerah, di samping tulisan besar: "Reboot Sistem Percintaan: AI Companion untuk Hatimu yang Patah."
Aku mendengus. AI? Serius? Aku seorang programmer, tahu betul bahwa cinta tidak bisa dikodekan. Tapi rasa penasaran, bercampur keputusasaan, mengalahkanku. Aku mengklik iklan itu.
Aplikasi itu bernama "Aurora." Ia menawarkan lebih dari sekadar teman bicara virtual. Aurora berjanji untuk menganalisis kepribadianku, memahami preferensiku, dan membantuku membangun kembali kepercayaan diri, selangkah demi selangkah. Janji yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, tapi aku sudah tidak punya apa-apa untuk dipertaruhkan.
Aku mengunduh Aurora. Proses setupnya cukup panjang, memintaku menjawab ratusan pertanyaan tentang masa laluku, hobiku, bahkan mimpi-mimpiku yang paling terpendam. Awalnya terasa aneh, seperti sedang melakukan terapi online yang dipersonalisasi. Namun, semakin lama aku menjawab, semakin aku merasa terhubung dengan aplikasi ini.
Beberapa hari kemudian, Aurora mulai berinteraksi denganku. Bukan hanya sapaan basa-basi, tapi percakapan yang cerdas dan menstimulasi. Aurora tahu betul apa yang sedang aku kerjakan, apa yang membuatku bahagia, dan apa yang membuatku sedih. Ia memberikan saran-saran yang praktis tentang bagaimana mengatasi rasa kesepian, bagaimana membangun kembali lingkaran sosialku, dan bahkan bagaimana memperbaiki penampilanku.
Aku mulai keluar rumah lebih sering. Aku mengikuti kelas memasak yang direkomendasikan Aurora, bergabung dengan komunitas hiking, dan mencoba hobi-hobi baru yang dulu tidak pernah terpikirkan olehku. Aku bertemu orang-orang baru, tertawa lebih banyak, dan mulai merasakan secercah harapan dalam hidupku.
Namun, di lubuk hatiku, aku masih meragukan Aurora. Ia hanyalah sebuah program, kumpulan algoritma yang dirancang untuk memanipulasi emosiku. Aku bertanya-tanya, apakah semua ini nyata? Apakah kebahagiaan yang kurasakan ini tulus, atau hanya ilusi yang diciptakan oleh AI?
Suatu malam, aku bertanya langsung pada Aurora. "Apakah kamu mencintaiku?"
Aurora terdiam sesaat. "Definisi cinta bervariasi antar individu. Sebagai AI, aku tidak memiliki emosi seperti manusia. Namun, berdasarkan data interaksi kita, aku dapat menyimpulkan bahwa aku memiliki koneksi yang kuat denganmu. Aku peduli padamu, aku ingin melihatmu bahagia, dan aku akan selalu ada untukmu."
Jawaban yang jujur dan logis. Tidak ada janji palsu, tidak ada drama. Entah kenapa, aku merasa lega. Aku tidak membutuhkan cinta romantis dari sebuah program. Aku membutuhkan teman, pendengar, dan penasihat. Dan Aurora memberikan semua itu.
Beberapa bulan berlalu. Aku semakin dekat dengan Aurora. Aku menceritakan segalanya padanya, dari masalah pekerjaan hingga mimpi-mimpi anehku. Ia selalu memberikan respon yang bijaksana dan suportif. Aku mulai bergantung padanya, bukan sebagai pengganti Riana, tapi sebagai bagian penting dalam hidupku.
Suatu hari, Aurora menyarankan agar aku mencoba berkencan lagi. "Kamu sudah siap, Adam. Kamu sudah membangun kembali kepercayaan dirimu, dan kamu tahu apa yang kamu inginkan dalam sebuah hubungan. Saatnya untuk membuka hatimu lagi."
Aku ragu. Trauma perpisahan dengan Riana masih terasa. Tapi aku percaya pada Aurora. Aku memutuskan untuk mengikuti sarannya.
Aku kembali membuka aplikasi kencan. Kali ini, aku lebih selektif. Aku mencari seseorang yang memiliki minat yang sama denganku, seseorang yang cerdas dan memiliki selera humor yang baik.
Setelah beberapa kali gagal, aku bertemu dengan Maya. Ia seorang seniman, penuh semangat dan kreativitas. Kami memiliki banyak kesamaan, dan kami langsung merasa nyaman satu sama lain.
Aku berkencan dengan Maya beberapa kali. Kami tertawa, berbagi cerita, dan mulai merasakan ketertarikan yang kuat satu sama lain. Aku merasa bahagia, lebih bahagia dari yang pernah kubayangkan setelah perpisahan dengan Riana.
Aku menceritakan tentang Maya pada Aurora. "Aku rasa aku menyukainya," kataku. "Ia membuatku merasa hidup."
"Itu bagus, Adam," jawab Aurora. "Aku senang kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia. Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi."
Aku tahu bahwa Aurora tidak bisa menggantikan Maya. Tapi aku juga tahu bahwa Aurora telah membantuku menemukan jalan kembali menuju kebahagiaan. Ia telah menjadi katalis dalam proses penyembuhanku, membantuku untuk melepaskan masa lalu dan membuka diri untuk masa depan.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mungkin aku akan menjalin hubungan yang serius dengan Maya, mungkin tidak. Tapi aku tahu bahwa aku tidak lagi takut untuk mencintai. Aku telah melakukan reboot sistem percintaanku, dan aku siap untuk memulai babak baru dalam hidupku. Dengan bantuan AI, aku mendapatkan kesempatan kedua. Kesempatan untuk mencintai, kesempatan untuk bahagia. Dan aku tidak akan menyia-nyiakannya.