Jemari Anya menari di atas keyboard virtual, menciptakan baris demi baris kode yang rumit. Di hadapannya, layar lebar memproyeksikan simulasi kota futuristik yang sedang ia bangun. Bukan sekadar permainan, ini adalah dunia alternatif bernama "Aetheria", tempat Anya mencurahkan segala idealismenya, tempat ia bisa menjadi arsitek sekaligus penguasa.
Aetheria bukan hanya kode biner bagi Anya. Di sana, ia adalah persona lain: Lyra, seorang arsitek jenius dengan kemampuan memanipulasi gravitasi dan waktu. Lyra dikagumi, dipuja, dan yang terpenting, dicintai oleh sosok misterius bernama Kai.
Kai bukan karakter NPC. Ia adalah avatar dari seorang programmer lain, bernama Rio, yang Anya temui secara virtual di forum pengembang Aetheria. Keduanya berbagi visi yang sama tentang masa depan teknologi, dan ketertarikan itu perlahan berkembang menjadi sesuatu yang lebih. Percakapan virtual mereka berjam-jam lamanya, membahas arsitektur server, algoritma kecerdasan buatan, hingga filosofi eksistensi.
Namun, percakapan itu selalu terhenti di batas dunia maya. Anya, dengan trauma masa lalu yang mendalam, enggan melangkah lebih jauh. Ia merasa aman di balik anonimitas Lyra, di balik tembok perlindungan Aetheria. Realita, baginya, terlalu rumit, terlalu menyakitkan.
Rio, di sisi lain, terus berusaha menembus pertahanan Anya. Ia mengirimkan pesan-pesan berisi kode-kode rahasia, teka-teki yang hanya bisa dipecahkan oleh Lyra, yang sebenarnya adalah Anya. Kode-kode itu berisikan puisi-puisi cinta, gambar-gambar pemandangan indah yang ingin mereka kunjungi bersama, dan yang paling penting, ajakan untuk bertemu di dunia nyata.
Suatu malam, Rio mengirimkan sebuah algoritma kompleks yang mampu menciptakan portal virtual di Aetheria. Portal itu bukan hanya menghubungkan dua lokasi dalam permainan, melainkan juga mampu memproyeksikan bayangan real-time dari dunia nyata ke dalam Aetheria.
"Lyra," bisik Kai melalui pesan teks di dalam game, "aku ingin menunjukkanmu sesuatu."
Anya, sebagai Lyra, dengan ragu mendekati portal yang baru saja tercipta. Di baliknya, samar-samar terlihat bayangan sebuah kafe yang familiar, kafe yang sering mereka bicarakan saat larut malam. Perlahan, bayangan itu semakin jelas, semakin nyata.
"Aku ada di seberang jalan," pesan Rio muncul lagi. "Lihatlah ke luar jendela."
Jantung Anya berdegup kencang. Ia menoleh ke jendela kamarnya, dan di sana, di seberang jalan, berdiri seorang pria dengan jaket hitam dan topi, melambai ke arahnya. Itu Rio.
Ketakutan dan keingintahuan berperang dalam diri Anya. Ia ingin berlari menjauh, kembali ke kenyamanan Aetheria, kembali ke identitas Lyra yang aman. Namun, tatapan Rio, meskipun terhalang jarak dan kaca jendela, terasa begitu tulus, begitu hangat.
Anya menarik napas dalam-dalam. Ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya, meninggalkan komputer dan Aetheria untuk sejenak. Ia berjalan menyeberang jalan, mendekati Rio.
Saat keduanya berhadapan, Anya bisa merasakan jantungnya berdebar kencang. Rio membuka topinya, memperlihatkan senyumnya yang ramah.
"Hai, Lyra," sapanya lembut. "Atau, bolehkah aku memanggilmu Anya?"
Anya mengangguk kecil, masih terlalu gugup untuk berbicara.
"Aku tahu ini mungkin menakutkan," kata Rio, menyadari kegelisahannya. "Tapi aku ingin menunjukkanmu bahwa realita tidak seburuk yang kau bayangkan. Aku ingin menunjukkanmu bahwa cinta yang terprogram di Aetheria, bisa menjadi realita yang indah di dunia ini."
Rio mengajak Anya masuk ke kafe. Mereka duduk di meja dekat jendela, memesan minuman hangat. Percakapan mereka terasa canggung di awalnya, berbeda dengan percakapan virtual mereka yang lancar dan penuh canda.
Namun, seiring waktu, kecanggungan itu perlahan menghilang. Mereka berbicara tentang hobi, impian, dan ketakutan mereka. Anya menceritakan tentang masa lalunya yang kelam, tentang alasan mengapa ia lebih memilih bersembunyi di balik identitas Lyra.
Rio mendengarkan dengan sabar, tanpa menghakimi. Ia memegang tangan Anya, memberikan kekuatan dan dukungan. Ia meyakinkan Anya bahwa ia tidak perlu takut, bahwa ia tidak sendirian.
Malam itu, Anya menyadari bahwa Rio bukan hanya sosok virtual bernama Kai. Ia adalah manusia nyata, dengan kelebihan dan kekurangannya. Ia adalah seseorang yang peduli, seseorang yang tulus mencintainya, bukan hanya persona Lyra yang sempurna.
Anya memutuskan untuk membuka hatinya, untuk memberikan kesempatan pada realita. Ia menyadari bahwa cinta, meskipun dimulai dari sentuhan algoritma, bisa bersemi di dunia nyata, bisa menjadi obat bagi luka-luka masa lalu.
Anya dan Rio terus menjalin hubungan. Mereka sering bertemu, berbagi cerita, dan membangun impian bersama. Aetheria tetap menjadi bagian dari hidup mereka, namun bukan lagi satu-satunya realita. Mereka belajar menyeimbangkan dunia virtual dan dunia nyata, menemukan kebahagiaan dalam keduanya.
Anya perlahan meninggalkan identitas Lyra. Ia mulai berani menunjukkan dirinya yang sebenarnya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Ia belajar mencintai dirinya sendiri, dan membiarkan Rio mencintainya apa adanya.
Cinta mereka, yang dimulai dari kode biner dan algoritma, menjadi bukti bahwa teknologi bisa menjadi jembatan, bukan hanya tembok pemisah. Bahwa cinta yang terprogram, bisa menjadi realita yang lebih indah dari dunia virtual mana pun.