Algoritma Cinta, Jantung Manusia: Sebuah Eksperimen Romantis

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 03:55:14 wib
Dibaca: 171 kali
Debu neon berkerlap-kerlip di udara lembap laboratorium. Di balik meja kerja yang dipenuhi kabel dan monitor, Anya menyeka keringat di dahinya. Di depannya, terbaring Rio, tertidur lelap di ranjang ergonomis. Elektroda menempel di pelipisnya, terhubung ke mesin yang mengukur detak jantung dan gelombang otaknya. Ini adalah malam keenam Anya kurang tidur, tapi ia terlalu bersemangat untuk berhenti.

"Algoritma Cinta," bisiknya, memandang layar yang menampilkan barisan kode kompleks. "Hampir selesai."

Proyek ini gila, bahkan menurut standar Silikon Lembah yang liar. Anya, seorang ilmuwan saraf muda yang brilian, terobsesi untuk memecahkan kode cinta. Teori dasarnya sederhana: cinta, seperti semua emosi lainnya, adalah serangkaian impuls listrik dan pelepasan hormon. Jika ia bisa memetakan pola-pola ini dan membangun algoritma yang sesuai, ia bisa membantu siapa saja menemukan cinta sejati.

Rio adalah sukarelawan pertamanya, dan kebetulan juga adalah teman terbaiknya sejak kuliah. Rio, si programmer jenius dengan hati yang lembut, selalu kesulitan mencari cinta. Ia terlalu fokus pada kode, terlalu pemalu untuk mendekati perempuan. Anya berharap algoritmanya bisa mengubah itu.

Setelah berbulan-bulan melakukan penelitian, Anya akhirnya berhasil menyusun algoritma yang cukup canggih. Algoritma ini menganalisis data fisiologis Rio, mempelajari preferensi, ketakutan, dan harapannya, lalu mencocokkannya dengan data jutaan pengguna aplikasi kencan online. Hasilnya adalah satu nama: Maya.

Maya adalah seorang seniman keramik, dengan jiwa bebas dan senyum yang menawan. Profilnya di aplikasi kencan memancarkan kehangatan dan kreativitas. Anya tersenyum. Ini pasti berhasil.

Keesokan harinya, Anya membangunkan Rio. "Aku punya sesuatu untukmu," katanya, menyodorkan tablet dengan foto Maya terpampang di layar.

Rio mengerutkan kening. "Apa ini?"

"Kencan. Algoritma kita menemukan kecocokan sempurna untukmu."

Rio tertawa. "Algoritma? Anya, kau tahu aku tidak percaya hal seperti itu."

"Cobalah, Rio. Untukku. Anggap saja ini eksperimen."

Akhirnya, Rio setuju. Anya membantunya membuat profil yang menarik dan membalas pesan Maya. Awalnya, obrolan mereka kaku dan canggung, tapi perlahan, kecanggungan itu menghilang. Mereka berbicara tentang seni, musik, dan mimpi-mimpi mereka. Rio mulai tersenyum lebih sering.

Setelah seminggu, Rio dan Maya sepakat untuk bertemu. Anya menunggu dengan gelisah di laboratorium, memantau detak jantung Rio melalui sensor yang terhubung ke teleponnya. Setiap kali detak jantungnya meningkat, Anya mencatatnya dengan cermat.

Keesokan harinya, Rio kembali ke laboratorium dengan wajah berseri-seri. "Itu... luar biasa, Anya," katanya. "Maya sangat luar biasa. Kita berbicara selama berjam-jam. Aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya."

Anya tersenyum lebar. Algoritmanya berhasil. Ia telah menciptakan cinta.

Namun, beberapa minggu kemudian, ada masalah. Rio mulai terlihat gelisah. Ia kurang tidur, dan kinerjanya di tempat kerja menurun. Anya memperhatikan bahwa detak jantungnya tidak lagi sinkron dengan percakapan Maya. Ada sesuatu yang tidak beres.

"Ada apa, Rio?" tanya Anya suatu malam. "Kau tidak terlihat baik."

Rio menghela napas. "Aku merasa... palsu, Anya. Seperti aku bukan diriku sendiri. Aku mencoba menjadi pria yang menurut algoritma cocok untuk Maya, bukan menjadi diriku yang sebenarnya."

Anya terkejut. Ia tidak pernah mempertimbangkan kemungkinan itu. Ia begitu fokus pada algoritma, sehingga ia lupa bahwa cinta bukan hanya tentang persamaan dan data. Cinta juga tentang keaslian, kerentanan, dan koneksi manusia yang mendalam.

"Aku mengerti," kata Anya, merasa bersalah. "Aku minta maaf, Rio. Aku sudah melampaui batas."

"Bukan salahmu, Anya," kata Rio. "Aku yang terlalu bergantung pada algoritma. Aku lupa bagaimana menjadi diriku sendiri."

Rio memutuskan untuk jujur pada Maya. Ia menjelaskan tentang algoritma dan eksperimen Anya. Awalnya, Maya marah dan merasa dikhianati. Tapi setelah mendengar penjelasan Rio yang jujur, ia mulai mengerti.

"Jadi, kau mengatakan bahwa temanmu membuat algoritma yang menyuruhmu mendekatiku?" tanya Maya, dengan nada sinis.

"Ya. Tapi aku ingin kau tahu, perasaan yang aku rasakan padamu sekarang, itu nyata. Aku menyukaimu apa adanya."

Maya menatap Rio lama. "Aku menghargai kejujuranmu. Tapi aku butuh waktu untuk memproses ini."

Beberapa hari kemudian, Maya menghubungi Rio. "Aku ingin bertemu lagi," katanya. "Tapi kali ini, lupakan algoritma. Mari kita kenal satu sama lain, tanpa ada yang mengatur."

Rio tersenyum. Ia tahu bahwa ini adalah awal yang baru, awal yang dibangun di atas kejujuran dan keaslian.

Anya menghapus algoritma itu. Ia menyadari bahwa ia telah membuat kesalahan besar. Ia tidak bisa memaksakan cinta. Cinta adalah sesuatu yang harus ditemukan, dipupuk, dan dibiarkan berkembang secara alami.

Beberapa bulan kemudian, Anya melihat Rio dan Maya berjalan bergandengan tangan di taman. Mereka tertawa dan saling memandang dengan cinta. Anya merasa bahagia untuk mereka. Ia mungkin telah gagal dalam eksperimennya, tetapi ia telah belajar pelajaran berharga tentang cinta dan kemanusiaan.

Anya kembali ke laboratoriumnya. Ia punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan, penelitian yang harus dilanjutkan. Tapi kali ini, ia tahu bahwa ia harus berhati-hati. Teknologi bisa membantu kita menemukan koneksi, tapi teknologi tidak bisa menciptakan cinta. Cinta adalah sesuatu yang hanya bisa diciptakan oleh hati manusia. Dan terkadang, algoritma terbaik adalah melepaskan kendali dan membiarkan hati kita menuntun kita.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI