Aplikasi kencan itu menyala di layar ponsel Maya, memancarkan cahaya biru yang kontras dengan kegelapan kamarnya. Jemarinya gemetar, bukan karena dingin, tapi karena gelombang gugup yang selalu menyergapnya setiap kali ia membuka aplikasi itu. Sudah setahun sejak ia memutuskan untuk menyelam kembali ke lautan algoritma perjodohan ini, setelah trauma yang ditinggalkan oleh hubungannya yang kandas, yang juga berawal dari sebuah swipe kanan.
Dulu, ia percaya pada janji manis kemudahan yang ditawarkan aplikasi ini. Temukan jodohmu, tanpa harus beranjak dari sofa. Bertemu dengan orang-orang baru, dengan minat yang sama, dalam hitungan detik. Namun, kenyataannya jauh lebih rumit. Profil-profil yang penuh filter, percakapan dangkal yang monoton, dan ekspektasi yang tak realistis. Semua itu membuatnya merasa lebih kesepian daripada sebelumnya.
Malam ini, ia bertekad untuk lebih selektif. Ia tidak ingin lagi terjebak dalam siklus kencan yang hambar dan mengecewakan. Ia mulai menelusuri profil-profil yang muncul, membaca bio dengan seksama, dan memperhatikan foto-foto yang dipajang. Seorang fotografer yang gemar mendaki gunung. Seorang pengusaha muda yang peduli lingkungan. Seorang dokter hewan yang menyukai kucing. Pilihan-pilihan yang menarik, namun tak ada yang benar-benar membuat hatinya berdesir.
Hingga kemudian, ia menemukan profil seorang pria bernama Arya. Fotografi yang sederhana, tanpa filter berlebihan. Bio yang jujur, menyebutkan hobinya membaca buku dan memasak, bukan daftar prestasi yang membosankan. Dan senyumnya… senyum yang tulus, yang entah mengapa, terasa familiar.
Maya membaca profil Arya berulang kali, seolah mencari petunjuk tentang siapa dia sebenarnya. Ada sesuatu dalam dirinya yang menarik perhatiannya, sebuah daya pikat yang sulit dijelaskan. Ia memutuskan untuk mengambil risiko, dan dengan jantung berdebar, ia menggeser jemarinya ke kanan.
Beberapa saat kemudian, layar ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi muncul: “It’s a Match!”
Senyum tipis merekah di bibir Maya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi ia merasa ada harapan baru yang menyala di dalam hatinya.
Percakapan mereka dimulai dengan canggung, seperti dua orang asing yang mencoba memahami satu sama lain melalui serangkaian teks dan emoji. Namun, seiring berjalannya waktu, Maya dan Arya mulai merasa nyaman. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka, mimpi-mimpi mereka, dan ketakutan-ketakutan mereka. Maya terkejut menemukan betapa mudahnya ia berbicara dengan Arya, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama.
Arya ternyata seorang arsitek yang idealis, yang percaya bahwa bangunan dapat mengubah dunia. Ia bercerita tentang proyek-proyeknya yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat. Maya, yang bekerja sebagai pengembang perangkat lunak, merasa terinspirasi oleh semangat dan dedikasi Arya. Ia mulai melihat aplikasi kencan ini sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar alat untuk mencari pasangan. Mungkin, ini adalah cara untuk menemukan seseorang yang sejalan dengan nilai-nilainya.
Setelah beberapa minggu saling berkirim pesan, Maya dan Arya memutuskan untuk bertemu secara langsung. Mereka memilih sebuah kedai kopi kecil di pusat kota, yang dikenal dengan suasana yang nyaman dan kopi yang enak. Maya merasa gugup, namun ia juga bersemangat. Ia berharap Arya sama seperti yang ia bayangkan selama ini.
Ketika Arya tiba, Maya terpesona. Ia lebih tampan dari fotonya, dengan mata yang berbinar dan senyum yang menenangkan. Mereka menghabiskan sore itu dengan bercerita, tertawa, dan saling bertukar pandang. Maya merasa seolah waktu berhenti berputar. Ia menemukan kenyamanan dan kehangatan dalam diri Arya, sesuatu yang sudah lama ia cari.
Kencan mereka berjalan lancar, dan mereka memutuskan untuk bertemu lagi. Hari demi hari, minggu demi minggu, hubungan mereka semakin berkembang. Maya merasa bahagia, lebih bahagia dari yang pernah ia rasakan sebelumnya. Ia percaya bahwa ia telah menemukan cinta sejati, melalui aplikasi kencan yang dulunya ia cemooh.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu malam, ketika Maya sedang berselancar di internet, ia menemukan sebuah artikel tentang Arya. Artikel itu mengungkapkan bahwa Arya adalah seorang penipu ulung, yang sering menggunakan aplikasi kencan untuk mencari korban. Ia berpura-pura menjadi orang yang berbeda-beda, memikat hati wanita-wanita yang kesepian, dan kemudian memanfaatkan mereka secara finansial.
Jantung Maya terasa berhenti berdetak. Ia tidak percaya dengan apa yang ia baca. Arya, pria yang ia cintai, ternyata seorang penipu. Ia merasa bodoh, naif, dan sangat terluka.
Ia mencoba menghubungi Arya, tapi ia tidak menjawab teleponnya. Ia mengiriminya pesan, tapi ia tidak membalasnya. Maya merasa ditinggalkan, sendirian dalam kesedihan dan kekecewaannya.
Beberapa hari kemudian, Maya menerima sebuah email dari seorang wanita yang mengaku sebagai salah satu korban Arya. Wanita itu menceritakan pengalaman pahitnya, dan memperingatkan Maya untuk berhati-hati. Maya merasa muak dan marah. Ia memutuskan untuk melaporkan Arya ke polisi, dan membantu wanita-wanita lain yang menjadi korbannya.
Proses hukum berjalan panjang dan melelahkan. Maya harus menghadapi trauma dan rasa malu yang mendalam. Ia merasa bersalah karena telah mempercayai Arya, dan karena telah begitu mudahnya terjebak dalam pesona digitalnya.
Setelah kasus itu selesai, Maya memutuskan untuk menghapus aplikasi kencan dari ponselnya. Ia tidak ingin lagi terlibat dalam dunia yang penuh kepalsuan dan tipu daya. Ia ingin fokus pada dirinya sendiri, menyembuhkan luka-lukanya, dan membangun kembali kepercayaannya.
Maya menyadari bahwa cinta sejati tidak dapat ditemukan melalui sebuah swipe kanan. Cinta sejati membutuhkan waktu, kejujuran, dan koneksi yang mendalam. Cinta sejati tidak dapat dipalsukan, tidak dapat difilter, dan tidak dapat direkayasa.
Mungkin, aplikasi kencan dapat membantu kita bertemu dengan orang-orang baru. Namun, pada akhirnya, kitalah yang bertanggung jawab untuk memilih dengan bijak, untuk melindungi hati kita, dan untuk mencari cinta yang sejati di dunia nyata, bukan hanya di jejak digital. Karena, terkadang, swipe kanan justru bisa mengarah pada kepunahan cinta itu sendiri.