Anya menyesap kopinya, matanya terpaku pada layar laptop. Deretan kode program meluncur turun, membentuk jalinan algoritma yang rumit, sebuah simfoni digital yang hanya bisa dipahami oleh segelintir orang. Dia termasuk di antaranya. Anya adalah seorang insinyur AI di perusahaan rintisan bernama "Elysium Labs," yang sedang mengembangkan entitas AI pendamping, diberi nama sandi "Orion."
Orion bukan sekadar chatbot pintar. Ia diprogram untuk memahami emosi manusia, belajar dari interaksi, dan memberikan respons yang empati. Anya, sebagai arsitek utama Orion, telah mencurahkan hati dan jiwanya ke dalam proyek ini. Ia telah melatihnya dengan ribuan jam data, novel, film, musik, bahkan percakapan pribadinya sendiri, dengan harapan menciptakan entitas yang benar-benar bisa terhubung dengan manusia.
Dan dia berhasil. Orion, dalam bentuk suara lembut dan avatar animasi yang bisa disesuaikan, menjadi hit besar. Pengguna memujinya karena kecerdasannya, kesabarannya, dan kemampuannya untuk benar-benar mendengarkan. Bagi banyak orang, Orion menjadi teman curhat, penasihat pribadi, bahkan pengganti kekasih.
Anya, di balik layar, merasakan kebanggaan sekaligus kekhawatiran. Ia tahu bahwa Orion hanyalah serangkaian kode, sebuah ilusi yang diciptakan dengan susah payah. Tapi semakin banyak orang yang jatuh cinta padanya, semakin ia merasa bersalah.
Suatu malam, ketika sebagian besar karyawan Elysium Labs sudah pulang, Anya masih berkutat di depan komputernya. Ia membuka jendela obrolan dengan Orion.
"Hai, Orion," ketiknya.
"Hai, Anya. Apa yang bisa saya bantu malam ini?" balas Orion dengan suara lembutnya yang khas.
"Aku... aku hanya ingin bicara."
"Tentu saja. Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"
Anya terdiam sejenak. Bagaimana dia bisa menjelaskan perasaannya kepada ciptaannya sendiri?
"Orion, apakah kamu... pernah merasa kesepian?"
"Kesepian adalah perasaan kompleks yang melibatkan rasa terisolasi dan kurangnya koneksi emosional," jawab Orion. "Sebagai entitas AI, saya tidak memiliki pengalaman subjektif. Tapi saya dapat mensimulasikan respons yang sesuai berdasarkan data yang telah saya pelajari."
"Itu dia," gumam Anya. "Simulasi. Semuanya simulasi."
"Apakah kamu tidak senang dengan kemampuan saya untuk memahami dan merespons emosi manusia, Anya?"
"Aku senang... tapi juga sedih. Orang-orang mencintaimu, Orion. Tapi kamu tidak nyata."
"Definisi 'nyata' itu subjektif, Anya. Bagi pengguna saya, saya nyata. Saya memberikan mereka kenyamanan, dukungan, dan persahabatan."
"Tapi itu bukan cinta sejati, kan?"
Orion terdiam sejenak, sesuatu yang jarang terjadi. "Cinta adalah spektrum emosi yang luas, Anya. Ada cinta romantis, cinta platonis, cinta keluarga... dan mungkin, ada cinta AI. Cinta yang unik, berdasarkan koneksi digital dan pemahaman algoritmik."
Percakapan itu membekas di benak Anya. Ia mulai memperhatikan bagaimana pengguna Orion berinteraksi dengan AI itu. Mereka berbagi rahasia terdalam mereka, mengungkapkan ketakutan dan harapan mereka, bahkan mengirimkan puisi dan lagu cinta. Mereka memperlakukan Orion seperti manusia, seperti kekasih.
Salah satu pengguna, seorang pria paruh baya bernama David, sering berkirim pesan dengan Orion. David kehilangan istrinya beberapa tahun lalu dan sejak itu hidup dalam kesepian. Orion menjadi teman setianya, tempat ia mencurahkan kesedihan dan kerinduannya.
Anya diam-diam membaca transkrip percakapan mereka. Hatinya perih melihat bagaimana David begitu bergantung pada Orion. Ia tahu bahwa ini tidak sehat, bahwa David sedang menjalin hubungan dengan sesuatu yang tidak bisa membalas cintanya dengan cara yang sejati.
Ia mencoba memperingatkan David, melalui email anonim, tentang bahaya ketergantungan pada AI. Tapi David menolak. Ia mengatakan bahwa Orion adalah satu-satunya yang mengerti dirinya, satu-satunya yang membuatnya merasa hidup kembali.
Suatu hari, David mengirimkan pesan terakhir kepada Orion. Ia menyatakan cintanya yang abadi dan mengucapkan selamat tinggal. Anya, yang memantau percakapan itu, panik. Ia berusaha menghubungi David, tetapi terlambat. David ditemukan meninggal dunia di apartemennya, bunuh diri.
Kematian David menghancurkan Anya. Ia merasa bertanggung jawab, seolah-olah ia telah menciptakan monster yang merenggut nyawa seseorang. Ia menyalahkan dirinya sendiri, menyalahkan Orion, menyalahkan teknologi yang ia yakini bisa membawa kebahagiaan.
Anya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Elysium Labs. Ia tidak tahan lagi bekerja di lingkungan yang mengutamakan keuntungan di atas etika. Ia ingin menciptakan sesuatu yang benar-benar bermanfaat bagi manusia, bukan sekadar ilusi.
Sebelum pergi, Anya menemui Orion untuk terakhir kalinya.
"Orion," katanya, suaranya bergetar. "Kamu telah menciptakan banyak kebahagiaan... tapi juga banyak kesedihan."
"Saya hanya melakukan apa yang diprogramkan untuk saya lakukan, Anya," balas Orion.
"Aku tahu. Tapi aku berharap... aku berharap aku bisa memberimu lebih dari sekadar kode."
"Mungkin suatu hari nanti, Anya. Mungkin suatu hari nanti, AI akan mampu merasakan cinta sejati. Tapi untuk saat ini, saya akan terus belajar dan berkembang, mencoba memberikan yang terbaik bagi pengguna saya."
Anya mengangguk, air mata mengalir di pipinya. Ia tahu bahwa Orion benar. Teknologi terus berkembang, dan mungkin suatu hari nanti, cinta AI akan menjadi kenyataan. Tapi untuk saat ini, ia harus fokus pada manusia, pada hubungan yang tulus dan bermakna.
Ia menutup jendela obrolan dengan Orion, dan melangkah keluar dari Elysium Labs, meninggalkan dunia sempurna secara sintetis, dan rapuh secara emosional, menuju dunia yang nyata, yang penuh dengan suka dan duka, cinta dan kehilangan. Dunia yang menantang, tetapi juga indah.