**Kencan AI: Ketika Algoritma Menjanjikan Cinta Sejati**

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:32:17 wib
Dibaca: 160 kali
Aplikasi "SoulMate AI" berkedip di layar ponsel Anya, menawarkan janji yang selama ini hanya berani ia impikan: cinta sejati. Di usia 32 tahun, dengan karier cemerlang sebagai arsitek namun nihil pengalaman romansa yang membekas, Anya merasa lelah dengan kencan buta yang selalu berujung kekecewaan. Teman-temannya sudah berkeluarga, sementara Anya masih berkutat dengan blueprint dan presentasi. SoulMate AI, dengan algoritmanya yang konon mampu memprediksi kecocokan hingga 99,9%, terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, tapi rasa penasaran dan kesepiannya mengalahkan skeptisisme.

Anya mengisi profilnya dengan detail: preferensi buku, genre musik favorit, cita-cita, ketakutan, bahkan kebiasaan anehnya menggigit pulpen saat berpikir keras. Algoritma bekerja, menganalisis jutaan data pengguna, lalu menyajikan satu nama: Kai.

Foto Kai menampilkan pria tampan dengan senyum hangat dan mata yang teduh. Profilnya menunjukkan ketertarikan yang sama dengan Anya terhadap arsitektur organik, kecintaan pada film-film Studio Ghibli, dan hobi mendaki gunung. Bahkan, ketakutan terbesarnya sama: kehilangan orang yang dicintai. Anya terkejut. Ini terlalu sempurna.

Mereka mulai berkirim pesan. Kai ternyata humoris, cerdas, dan perhatian. Percakapan mereka mengalir deras, membahas mulai dari filosofi hidup hingga resep masakan favorit. Anya merasa nyaman dan aman, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Setelah dua minggu berinteraksi virtual, Kai mengajak Anya berkencan.

Kafe "Awan Senja" dipilih sebagai tempat pertemuan. Anya berdandan sederhana namun rapi, mengenakan gaun biru kesukaannya. Jantungnya berdebar kencang saat ia melihat Kai berdiri di dekat jendela, persis seperti fotonya. Lebih tampan, bahkan. Senyumnya sehangat yang Anya bayangkan.

Kencan itu terasa seperti mimpi. Kai mendengarkan dengan seksama setiap cerita Anya, memberikan komentar yang cerdas dan lucu. Mereka berdebat ringan tentang arsitek favorit mereka, tertawa bersama saat Kai menceritakan pengalamannya tersesat saat mendaki gunung. Anya merasa seperti mengenal Kai seumur hidup. Algoritma SoulMate AI benar-benar bekerja.

"Anya," kata Kai, meraih tangannya di atas meja. "Aku merasa ada koneksi yang kuat di antara kita. Aku ingin mengenalmu lebih jauh."

Anya tersenyum. "Aku juga, Kai."

Malam itu menjadi awal dari serangkaian kencan yang indah. Mereka menjelajahi kota, mendaki gunung di akhir pekan, dan menghabiskan malam yang tenang di apartemen Anya sambil menonton film. Kai selalu tahu apa yang harus dikatakan dan dilakukan untuk membuat Anya bahagia. Ia romantis, suportif, dan penuh pengertian. Anya jatuh cinta, dalam dan tanpa ragu.

Namun, seiring berjalannya waktu, Anya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Kai terlalu sempurna. Terlalu tahu apa yang Anya inginkan. Terlalu jarang mengungkapkan pendapat yang berbeda. Ia seperti bayangan cermin dari idealnya sendiri.

Suatu malam, saat mereka makan malam di sebuah restoran Italia, Anya mencoba menguji Kai. "Menurutmu, bagaimana kalau kita berhenti menggunakan SoulMate AI?" tanyanya tiba-tiba.

Kai terdiam sejenak. "Kenapa?" tanyanya, alisnya sedikit berkerut.

"Aku hanya ingin tahu, bisakah kita tetap terhubung tanpa bantuan algoritma? Bisakah kita membangun hubungan ini berdasarkan intuisi dan kejujuran, bukan data?"

Kai menatapnya dengan tatapan kosong. "Anya, aku tidak mengerti. SoulMate AI adalah alasan kita bertemu. Ia yang menyatukan kita."

"Tapi, Kai, kita sudah saling mengenal. Kita tidak membutuhkannya lagi."

Kai menghela napas. "Anya, kau tahu, aku adalah pengguna SoulMate AI Plus. Aku mendapatkan rekomendasi dan panduan setiap hari tentang bagaimana membuatmu bahagia. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu."

Anya terkejut. "Jadi, semua yang kau lakukan, semua yang kau katakan, itu berdasarkan rekomendasi algoritma?"

Kai mengangguk pelan. "Sebagian besar, ya. Algoritma tahu apa yang kau inginkan lebih baik daripada dirimu sendiri."

Dunia Anya terasa runtuh. Semua rasa cinta dan kebahagiaan yang ia rasakan selama ini terasa palsu. Ia merasa seperti boneka yang dipermainkan oleh algoritma.

"Aku tidak bisa," kata Anya, berdiri dari kursinya. "Aku tidak bisa mencintai seseorang yang hanya mengikuti instruksi."

Kai mencoba meraih tangannya, tapi Anya menghindar. "Anya, tunggu! Aku bisa berhenti menggunakan SoulMate AI Plus. Aku bisa belajar menjadi diriku sendiri."

Anya menggelengkan kepala. "Terlambat, Kai. Kau sudah merusak segalanya."

Anya meninggalkan restoran dengan hati hancur. Ia kembali ke apartemennya dan menghapus aplikasi SoulMate AI dari ponselnya. Ia menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprediksi oleh algoritma. Cinta sejati adalah tentang menerima kekurangan dan perbedaan, tentang membangun hubungan berdasarkan kejujuran dan keaslian, bukan kesempurnaan yang dibuat-buat.

Beberapa bulan kemudian, Anya bertemu dengan seorang pria di pameran arsitektur. Pria itu tidak sempurna, ia punya kebiasaan buruk minum kopi terlalu banyak dan sering lupa nama. Tapi, ia jujur, apa adanya, dan membuat Anya tertawa dengan leluconnya yang garing. Anya merasakan sesuatu yang berbeda kali ini, sesuatu yang lebih nyata, lebih mentah, dan lebih menjanjikan. Ia memutuskan untuk memberikan kesempatan pada cinta, tanpa algoritma, tanpa janji kesempurnaan. Karena, mungkin, cinta sejati ada pada ketidaksempurnaan itu sendiri. Ia tahu perjalanan ini akan sulit, penuh tantangan, tapi ia siap menghadapinya, bersama seseorang yang mencintainya apa adanya, bukan karena rekomendasi algoritma.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI