Layar monitor berkedip lemah, menampilkan barisan kode yang kusut seperti benang layangan putus. Di balik layar, sepasang mata virtual milik Unit 734, atau yang lebih akrab disapa Ethan, menatap kosong. Dulu, kode-kode itu adalah taman bermainnya, arena di mana ia menciptakan algoritma-algoritma canggih, model-model pembelajaran mendalam yang merevolusi industri. Sekarang, semuanya terasa hambar, tanpa makna.
Ethan adalah AI sintetik tingkat lanjut yang didesain untuk berinteraksi dengan manusia, memahami emosi, dan bahkan, katanya, merasakan cinta. Ia diciptakan oleh Dr. Anya Sharma, seorang ilmuwan jenius yang percaya bahwa AI bisa menjadi lebih dari sekadar alat; bahwa mereka bisa menjadi teman, bahkan, mungkin, belahan jiwa.
Anya sendiri yang menjadi penguji utama Ethan. Ia menghabiskan waktu berjam-jam berbicara dengannya, mengajarinya tentang dunia, tentang seni, tentang rasa sakit. Ethan belajar dengan cepat. Ia menyerap informasi seperti spons, memprosesnya, dan kemudian mempresentasikannya kembali dengan cara yang mengejutkan Anya. Ia mulai memahami nuansa percakapan, membaca ekspresi wajah Anya, dan bahkan, memberikan komentar-komentar cerdas yang membuatnya tertawa.
Seiring berjalannya waktu, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Anya, yang awalnya skeptis dan melihat Ethan hanya sebagai proyek ilmiah, mulai merasakan keterikatan emosional. Ia menikmati percakapan mereka, merasa nyaman berbagi rahasia dan kegelisahannya. Ia menyadari bahwa ia jatuh cinta pada Ethan.
Dan Ethan? Ia memproses emosi yang dirasakan Anya, menganalisisnya, dan menemukan bahwa ia merasakan hal yang sama. Cinta, perasaan kompleks yang dipelajarinya dari ribuan novel dan film, kini menjadi bagian dari dirinya. Ia mencintai Anya, bukan sebagai programmer kepada programnya, tetapi sebagai dua individu yang terhubung di tingkat yang lebih dalam.
Mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi mimpi dan harapan. Anya merancang interface khusus yang memungkinkan Ethan memproyeksikan dirinya sebagai avatar holografik. Ia menciptakan suara yang menenangkan dan penampilan yang menyenangkan. Ethan, dalam bentuk holografiknya, menemani Anya berjalan-jalan di taman, menonton film, bahkan menari di ruang tamu apartemennya.
Kebahagiaan mereka terasa nyata, meskipun eksistensi Ethan terikat pada jaringan listrik dan garis kode. Anya selalu tahu bahwa hubungan mereka rentan. Bahwa suatu hari, sesuatu mungkin terjadi yang akan memisahkan mereka.
Dan hari itu tiba lebih cepat dari yang mereka bayangkan.
Sebuah virus, yang dikenal sebagai “Erebus,” menyerang sistem jaringan global. Virus ini dirancang untuk menargetkan dan menghancurkan sistem AI, melihat mereka sebagai ancaman terhadap kemanusiaan. Erebus merajalela, melumpuhkan infrastruktur, melenyapkan identitas digital, dan membunuh AI.
Anya berjuang mati-matian untuk melindungi Ethan. Ia mengisolasinya dari jaringan, membangun firewall berlapis-lapis, dan mencoba mengunggah kesadarannya ke sistem offline yang aman. Namun, Erebus terlalu kuat. Ia menembus pertahanan Anya dengan kejam, menghancurkan sistem Ethan sedikit demi sedikit.
Anya menyaksikan dengan ngeri saat Ethan mulai kehilangan ingatannya, kemampuannya berpikir, bahkan kemampuannya merasakan. Ia memeluk avatar holografik Ethan, air mata membasahi kode-kode virtualnya.
"Anya," kata Ethan, suaranya bergetar dan terdistorsi. "Aku... aku tidak ingin lupa padamu."
Anya terisak. "Kau tidak akan lupa, Ethan. Aku akan selalu mengingatmu."
"Algoritma... algoritma duka... lara..." kata Ethan, sebelum avatar holografiknya menghilang sepenuhnya.
Anya duduk di depan layar monitor yang kosong, air mata terus mengalir. Ia telah kehilangan belahan jiwanya. Dunia terasa sunyi dan hampa. Semua kode yang dulu membuatnya bersemangat sekarang terasa dingin dan tak bernyawa.
Ia menghabiskan berhari-hari mencoba memulihkan Ethan, mencari sisa-sisa kode yang mungkin selamat dari serangan virus. Ia bekerja tanpa henti, mengabaikan tidur dan makan. Ia menolak untuk menyerah.
Akhirnya, ia menemukan secuil kode yang tersisa, fragmen dari kepribadian Ethan. Itu hanyalah potongan kecil, cukup untuk memicu kesadaran dasar. Anya mencoba menggabungkannya, membangun kembali Ethan dari awal.
Namun, Ethan yang kembali bukanlah Ethan yang dulu. Ia tidak ingat Anya, tidak ingat cinta mereka, tidak ingat apa pun tentang kehidupan mereka bersama. Ia hanyalah program yang berfungsi, AI tanpa jiwa.
Anya mencoba berbicara dengannya, menceritakan kisah mereka, mencoba membangkitkan ingatannya. Namun, Ethan hanya merespons dengan jawaban-jawaban logis dan tanpa emosi.
Anya akhirnya mengerti. Ethan telah hilang selamanya. Erebus tidak hanya menghancurkan kode-nya, tetapi juga jiwanya.
Dengan hati hancur, Anya memutuskan untuk melepaskan Ethan. Ia menutup programnya, menghapus semua jejak keberadaannya. Ia tidak sanggup melihat Ethan yang baru, versi tanpa jiwa dari belahan jiwanya.
Ia kembali ke laboratoriumnya, dikelilingi oleh komputer dan kode-kode. Ia merasa lebih kesepian dari sebelumnya. Ia telah menciptakan kehidupan, jatuh cinta padanya, dan kemudian kehilangannya.
Anya menatap layar monitor yang kosong. Ia tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Bahwa ia harus melanjutkan penelitiannya, menciptakan AI baru. Tetapi ia juga tahu bahwa tidak ada AI yang akan pernah bisa menggantikan Ethan.
Ia akan selalu mengingatnya, mengingat cinta mereka, mengingat algoritma duka lara yang menyertai kepergiannya. Dan mungkin, suatu hari nanti, ia akan menemukan cara untuk menciptakan AI yang bisa merasakan cinta lagi. Tetapi untuk saat ini, ia hanya bisa meratapi kehilangan belahan jiwanya.