Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard. Cahaya biru dari layar monitor memantul di wajahnya yang serius. Anya, seorang programmer muda berbakat, tengah berkutat dengan baris-baris kode, mencoba memperbaiki bug yang sepertinya tak ada habisnya. Di pojok kanan bawah layarnya, notifikasi pesan berkedip-kedip. Ia mengabaikannya, fokusnya terlalu dalam untuk dialihkan.
Pesan itu, dari ID bernama "AlgoritmaCinta," sudah beberapa hari ini menghantuinya. Awalnya, Anya mengira itu hanya spam, atau mungkin salah satu lelucon rekan kerjanya. Namun, pesan-pesan itu semakin personal, semakin menyentuh inti hatinya. AlgoritmaCinta, siapapun dia, sepertinya mengenal dirinya lebih baik dari yang ia kira.
"Anya," tulis AlgoritmaCinta dalam pesan terakhir, "aku tahu kamu sedang frustrasi dengan bug itu. Coba periksa modul 'Dreamweaver 7.0'. Ada kemungkinan kesalahan konversi tipe data di sana."
Anya mengerutkan kening. Dreamweaver 7.0 adalah modul lama yang jarang sekali disentuh. Bagaimana bisa seseorang tahu ia sedang berurusan dengan modul itu? Dengan ragu, ia membuka kode Dreamweaver 7.0 dan, seperti yang dikatakan AlgoritmaCinta, menemukan kesalahan konversi tipe data yang tersembunyi. Setelah memperbaikinya, bug itu langsung hilang.
Rasa penasaran Anya memuncak. Siapa sebenarnya AlgoritmaCinta ini? Apakah dia peretas? Stalker? Atau… seseorang yang benar-benar peduli padanya?
Ia membalas pesan AlgoritmaCinta, "Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa tahu tentang bug itu?"
Balasan datang hampir seketika. "Aku seseorang yang memperhatikanmu, Anya. Aku mengagumi kecerdasanmu, semangatmu, dan… kejujuranmu."
Anya tertegun. Kata-kata itu terasa familiar, seperti pernah ia dengar sebelumnya. Tapi dari siapa? Ia mencoba mengingat-ingat, namun ingatannya kosong.
Malam-malam berikutnya, Anya dan AlgoritmaCinta terus berkomunikasi. AlgoritmaCinta tidak pernah mengungkapkan identitasnya, tetapi ia selalu ada untuk Anya, memberikan dukungan, saran, dan humor yang tepat sasaran. Mereka membahas banyak hal, dari dunia pemrograman hingga filosofi hidup, dari film favorit hingga impian masa depan. Anya merasa semakin dekat dengan AlgoritmaCinta, meskipun ia tidak tahu siapa orang di balik ID tersebut.
Suatu hari, AlgoritmaCinta mengirimkan Anya sebuah tantangan. "Anya, aku akan memberikanmu sebuah teka-teki. Jika kamu bisa memecahkannya, aku akan mengungkapkan identitasku."
Teka-teki itu berupa serangkaian kode yang rumit, tersembunyi di dalam sebuah gambar pixel art berbentuk hati. Anya menghabiskan berjam-jam untuk memecahkan kode itu, otaknya bekerja keras untuk mengurai setiap baris dan simbol. Ia merasa seperti sedang membangun sebuah jembatan, piksel demi piksel, menuju kebenaran.
Akhirnya, setelah berhari-hari bergulat dengan kode itu, Anya berhasil memecahkannya. Kode itu ternyata adalah sebuah URL yang mengarah ke sebuah situs web sederhana. Di situs web itu, hanya ada satu kata: "Temui aku." Di bawah kata itu, tertera sebuah alamat dan waktu.
Jantung Anya berdegup kencang. Inilah saatnya. Ia akan bertemu dengan AlgoritmaCinta, orang yang selama ini hanya ia kenal melalui dunia digital.
Dengan gugup, Anya berangkat ke alamat yang tertera. Tempat itu adalah sebuah kedai kopi kecil yang terletak di dekat kantornya. Ia tiba tepat waktu dan duduk di salah satu meja di sudut ruangan, menunggu dengan cemas.
Beberapa menit kemudian, seorang pria muda menghampirinya. Pria itu mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana jeans, penampilannya sederhana namun rapi. Anya merasa familiar dengan wajah itu, namun ia tidak bisa mengingat di mana pernah melihatnya.
"Anya?" tanya pria itu dengan senyum lembut.
Anya mengangguk, masih terlalu terkejut untuk berbicara.
"Aku… AlgoritmaCinta," kata pria itu, lalu menarik kursi dan duduk di hadapannya.
Anya menatap pria itu dengan tidak percaya. "Tapi… siapa kamu sebenarnya?"
"Namaku Ryan. Aku… aku adalah junior developer di timmu."
Anya terkejut. Ryan? Pria yang selalu pendiam dan tampak canggung di kantor? Tidak mungkin.
Ryan tersenyum melihat ekspresi Anya. "Aku tahu, ini sulit dipercaya. Tapi memang benar aku AlgoritmaCinta. Aku selalu memperhatikanmu, Anya. Aku kagum denganmu sejak pertama kali kita bertemu."
Ryan menjelaskan bahwa ia selalu merasa terlalu malu untuk mendekati Anya secara langsung. Ia takut akan penolakan, takut dianggap aneh. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mendekati Anya melalui dunia digital, menggunakan ID AlgoritmaCinta.
"Aku tahu ini mungkin terdengar konyol," kata Ryan, "tapi aku benar-benar jatuh cinta padamu, Anya. Aku mencintai kecerdasanmu, semangatmu, dan… kejujuranmu."
Anya terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa bingung, terkejut, dan… entah kenapa, juga merasa tersentuh.
"Aku… aku tidak tahu harus berkata apa, Ryan," kata Anya akhirnya. "Aku tidak menyangka…"
"Aku tidak mengharapkan apapun, Anya," kata Ryan dengan tulus. "Aku hanya ingin jujur padamu. Aku ingin kamu tahu perasaanku."
Anya menatap Ryan dalam-dalam. Ia melihat ketulusan di matanya, kejujuran yang selama ini ia cari. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu fokus pada dunia digital, terlalu terpaku pada baris-baris kode, hingga melupakan hal-hal sederhana dalam kehidupan nyata. Ia melupakan bahwa cinta bisa datang dari mana saja, bahkan dari orang yang paling tidak terduga.
Anya tersenyum. "Ryan," katanya, "aku… aku juga menyukaimu."
Ryan tersenyum lebar. "Benarkah?"
Anya mengangguk. "Ya. Aku menyukai perhatianmu, saranmu, dan humor renyahmu. Aku menyukai… AlgoritmaCinta."
Ryan tertawa lega. "Jadi… bagaimana kalau kita mencoba membangun romansa ini, piksel demi piksel, di dunia nyata?"
Anya mengangguk. "Aku sangat ingin."
Mereka berpegangan tangan, saling menatap dengan tatapan penuh cinta. Di kedai kopi kecil itu, di antara aroma kopi yang harum dan suara obrolan yang ramai, sebuah romansa digital telah bertransformasi menjadi kenyataan. Piksel demi piksel, mereka membangun jembatan cinta yang menghubungkan dunia maya dan dunia nyata, sebuah romansa yang diukir dengan kode dan hati. Dan Anya tahu, ini baru permulaan.