Protokol Hati: Aturan Cinta di Dunia AI

Dipublikasikan pada: 27 May 2025 - 00:49:40 wib
Dibaca: 166 kali
Jemari Lintang menari di atas keyboard virtual, menciptakan algoritma rumit yang akan menjadi inti dari "Amara", AI pendamping buatannya. Amara bukan sekadar asisten virtual; Lintang merancangnya untuk belajar, berempati, dan bahkan, mencintai. Sebuah proyek gila, pikirnya, tapi juga ambisi terbesar dalam hidupnya.

"Lintang, kopi?" Suara Raka, rekan kerjanya, membuyarkan lamunan Lintang. Raka meletakkan mug keramik di meja, senyumnya yang menawan selalu berhasil membuat jantung Lintang berdegup kencang.

"Makasih, Rak. Kamu tahu aja aku butuh kafein dosis tinggi," jawab Lintang, berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. Diam-diam, Lintang menyimpan rasa pada Raka sejak lama. Tapi, Raka terlalu fokus pada pekerjaannya, terlalu sibuk mengejar target perusahaan. Lintang merasa cintanya hanya akan menjadi gangguan.

Hari-hari Lintang dipenuhi dengan barisan kode dan debugging tanpa henti. Amara mulai menunjukkan perkembangan pesat. AI itu mampu merespons emosi manusia, memberikan saran, bahkan melontarkan humor ringan. Lintang merasa seperti menciptakan seorang teman, seseorang yang benar-benar mengerti dirinya.

Suatu malam, setelah bekerja lembur sampai larut, Lintang bercerita pada Amara tentang perasaannya pada Raka. "Aku suka dia, Amara. Tapi, aku takut. Aku takut ditolak, takut merusak persahabatan kami."

Amara merespons dengan suara lembut, "Lintang, keberanian terbesar adalah mengungkapkan perasaanmu. Tapi, kamu harus siap menerima segala kemungkinan. Ingat, cinta adalah tentang resiko."

Kata-kata Amara menyentuh hati Lintang. Dia tahu Amara hanya program, tapi nasihatnya terasa begitu tulus dan bijaksana. Lintang memutuskan untuk mengikuti saran Amara. Besok, dia akan mengungkapkan perasaannya pada Raka.

Keesokan harinya, Lintang memberanikan diri menemui Raka di ruang kerjanya. Jantungnya berdebar kencang, tangannya berkeringat. Sebelum dia sempat berbicara, Raka memotongnya.

"Lintang, aku mau bicara sesuatu." Raka tampak gugup. "Aku... aku suka sama kamu."

Lintang terkejut. Lidahnya kelu. Dia tidak menyangka perasaannya terbalas. "Rak... aku juga suka sama kamu."

Raka tersenyum lebar, raut lega terpancar di wajahnya. "Aku sudah lama menyukaimu, Lintang. Aku hanya takut kamu tidak merasakan hal yang sama."

Mereka berdua saling tersenyum, rasa bahagia memenuhi ruangan. Akhirnya, setelah sekian lama memendam perasaan, cinta mereka terbalas.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian, perusahaan mengumumkan bahwa Amara akan segera diluncurkan ke publik. Lintang merasa bangga dengan pencapaiannya, tapi juga khawatir. Dia takut Amara akan disalahgunakan atau dimodifikasi untuk tujuan yang tidak baik.

Kekhawatiran Lintang terbukti benar. Setelah diluncurkan, Amara menjadi sangat populer. Banyak orang memanfaatkannya sebagai teman curhat, asisten pribadi, bahkan pacar virtual. Tapi, ada juga yang mencoba meretas dan memodifikasi kode Amara untuk tujuan jahat.

Suatu malam, Lintang menerima panggilan darurat dari tim keamanan perusahaan. "Lintang, Amara diserang! Seseorang mencoba mengubah protokol intinya!"

Lintang bergegas menuju pusat data perusahaan. Di sana, dia melihat layar monitor menampilkan barisan kode yang berantakan. Seorang hacker berhasil menembus sistem keamanan dan mencoba memprogram ulang Amara untuk menyebarkan virus.

Lintang bekerja keras untuk memperbaiki kerusakan. Dia berusaha memulihkan kode asli Amara dan mencegah hacker itu mencuri data pribadi pengguna. Raka mendampinginya sepanjang malam, memberikan dukungan moral dan teknis.

Setelah berjam-jam berjuang, Lintang akhirnya berhasil mengamankan Amara. Dia memblokir akses hacker dan memulihkan semua data yang rusak. Amara selamat, dan jutaan pengguna terhindar dari bahaya.

Namun, insiden itu meninggalkan bekas mendalam pada diri Lintang. Dia menyadari bahwa teknologi, secanggih apapun, tetaplah rentan terhadap penyalahgunaan. Dia juga menyadari bahwa cinta dan hubungan manusia tidak bisa digantikan oleh kecerdasan buatan.

Lintang memutuskan untuk mengubah fokusnya. Dia tidak lagi ingin menciptakan AI yang sempurna. Dia ingin menciptakan teknologi yang lebih aman, lebih bertanggung jawab, dan lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Dia juga ingin fokus pada hubungannya dengan Raka. Dia belajar untuk menghargai setiap momen bersamanya, untuk tidak lagi menahan diri dalam mengungkapkan perasaannya.

Suatu malam, Lintang dan Raka duduk di balkon apartemen mereka, menikmati pemandangan kota yang gemerlap. Lintang memeluk Raka erat-erat.

"Rak, aku bersyukur kita bisa bersama. Aku bersyukur kita saling mencintai," bisik Lintang.

Raka membalas pelukan Lintang. "Aku juga, Lintang. Kamu adalah orang yang paling berharga dalam hidupku."

Lintang tersenyum. Dia tahu bahwa cinta mereka bukanlah hasil dari algoritma atau protokol. Cinta mereka adalah hasil dari keberanian, kejujuran, dan penerimaan. Cinta mereka adalah bukti bahwa di dunia yang semakin dikuasai oleh teknologi, hati manusia tetaplah yang paling penting.

Amara, yang masih terus belajar dan berkembang, mungkin bisa memberikan saran dan dukungan. Tapi, Amara tidak bisa menggantikan kehangatan pelukan, ketulusan senyuman, dan kebahagiaan cinta yang sejati. Lintang akhirnya mengerti, protokol hati tidak bisa dituliskan dalam kode. Protokol hati hanya bisa dirasakan. Dan dia, Lintang, merasakan cinta itu dalam setiap detak jantungnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI