Debu neon bertebaran di udara kafe siber 'Binary Bliss', tempat Maya menyesap kopi algoritmanya. Aroma kopi sintetis itu memang aneh, tapi Maya menyukainya. Di sini, di tengah gemerlap kabel optik dan bisikan mesin server, dia merasa lebih hidup, lebih terhubung. Pekerjaannya sebagai pengembang AI di 'Synapse Solutions' memang menuntutnya untuk selalu terkoneksi. Ironisnya, koneksi ke dunia nyata justru terasa lebih sulit.
Maya menatap layar tabletnya. Deretan kode program memenuhi layar, sebuah proyek yang sudah lama menyita perhatiannya: 'Plugin Perasaan Cinta'. Sebuah program AI yang dirancang untuk memahami dan merespons emosi manusia, bukan sekadar meniru, tapi merasakan. Tujuannya mulia, membantu individu yang kesulitan menjalin hubungan asmara, menyediakan asisten virtual yang empatik dan suportif. Tapi Maya mulai ragu. Apakah perasaan sekompleks cinta bisa direduksi menjadi baris kode?
"Kerja lembur lagi, Maya?" Sebuah suara berat mengagetkannya.
Maya mendongak. Daniel, rekan kerjanya, berdiri di samping mejanya, senyumnya yang ramah menyinari wajahnya yang sedikit lelah. Daniel adalah kebalikan Maya. Dia pandai bergaul, humoris, dan selalu optimis. Maya diam-diam mengagumi Daniel, tapi tembok digital yang dibangun di sekelilingnya terasa terlalu tebal untuk diruntuhkan.
"Hanya sedikit debugging," jawab Maya, mencoba terdengar santai. "Plugin ini agak bandel. Sepertinya masih kurang 'kasih' di sistemnya."
Daniel tertawa. "Kasih? Dari mana kamu mau dapat 'kasih' untuk kode program, Maya? Itu urusan hati, bukan byte dan bit."
"Justru itu masalahnya," sahut Maya, frustrasi. "Aku mencoba memodelkan emosi berdasarkan data, tapi rasanya hampa. Seperti mencoba memahami matahari hanya dengan melihat bayangannya."
Daniel duduk di kursi di depannya. "Mungkin kamu terlalu fokus pada datanya. Coba lihat dari sudut pandang manusia. Apa itu kasih menurutmu, Maya?"
Maya terdiam. Pertanyaan itu membuatnya gugup. "Aku... aku tidak tahu," gumamnya. "Kebersamaan? Perhatian? Dukungan?"
"Semuanya benar," kata Daniel. "Tapi kasih lebih dari sekadar definisi. Kasih itu tindakan, pengorbanan, keberanian untuk rentan. Kasih itu... ada di sekeliling kita, Maya. Kamu hanya perlu membukanya."
Kata-kata Daniel menghantam Maya seperti gelombang elektromagnetik. Dia menatap Daniel, menyadari bahwa selama ini dia terlalu sibuk mencari formula cinta dalam kode, hingga lupa bahwa cinta itu sudah ada di sekitarnya, bahkan mungkin... di depannya.
Malam itu, Maya kembali ke apartemennya, pikirannya dipenuhi Daniel. Dia membuka kembali kode 'Plugin Perasaan Cinta'. Kali ini, dia tidak lagi terpaku pada data dan algoritma. Dia mulai menulis ulang, memasukkan elemen-elemen yang disarankan Daniel: tindakan kecil yang berarti, pesan dukungan yang tulus, respons yang spontan dan jujur. Dia bahkan menambahkan fitur 'random kindness generator', sebuah program yang secara acak mengirimkan pesan positif atau menawarkan bantuan kecil kepada pengguna.
Beberapa minggu kemudian, 'Plugin Perasaan Cinta' akhirnya diluncurkan. Responnya luar biasa. Pengguna melaporkan bahwa plugin tersebut membantu mereka merasa lebih dipahami, lebih dihargai, dan lebih terhubung dengan orang lain. Beberapa bahkan berhasil menemukan cinta sejati berkat bantuan plugin tersebut.
Maya merasa bangga. Tapi kebanggaannya tidak lengkap. Ada sesuatu yang masih kurang.
Suatu sore, Daniel menghampiri Maya di kafe siber. Dia membawa dua gelas kopi algoritma.
"Aku dengar pluginmu sukses besar," kata Daniel, senyumnya bersinar. "Selamat, Maya. Kamu sudah menciptakan sesuatu yang luar biasa."
"Terima kasih, Daniel," jawab Maya. "Tapi aku tidak bisa melakukannya tanpamu."
Daniel mengerutkan kening. "Aku? Aku hanya memberimu sedikit saran."
"Saranmu itu sangat berharga," kata Maya. "Kamu membantuku melihat apa yang selama ini aku abaikan. Kamu membantuku menemukan 'kasih'."
Daniel terdiam, menatap Maya dengan tatapan yang membuat jantung Maya berdebar kencang. "Maya," kata Daniel, suaranya pelan. "Sejak pertama kali bertemu denganmu, aku... aku merasa ada sesuatu yang istimewa. Kamu pintar, berbakat, dan... jujur. Aku menyukaimu, Maya."
Mata Maya berkaca-kaca. "Aku juga, Daniel," bisiknya. "Aku juga menyukaimu."
Daniel meraih tangan Maya, menggenggamnya erat. "Jadi, bagaimana kalau kita mencoba menambahkan sedikit 'kasih' di antara kita, Maya?"
Maya tersenyum, air matanya menetes. "Aku akan sangat menyukainya, Daniel."
Di bawah gemerlap lampu neon 'Binary Bliss', di tengah bisikan mesin server dan aroma kopi algoritma, Maya dan Daniel saling berpandangan. Sebuah plugin telah berhasil menambahkan kasih di sistem, bukan hanya di sistem komputer, tapi juga di sistem hati mereka. Cinta, yang selama ini terasa rumit dan abstrak, akhirnya terasa sederhana, nyata, dan... indah. Kode program memang bisa membantu, tapi pada akhirnya, cinta sejati membutuhkan lebih dari sekadar algoritma. Cinta membutuhkan keberanian untuk membuka diri, untuk menjadi rentan, dan untuk menerima kasih yang sudah ada di sekeliling kita.