Jemari Raya menari di atas keyboard virtual. Cahaya biru dari layar holografis memantul di wajahnya yang tirus. Deretan kode memenuhi ruang kerjanya yang minimalis. Dia sedang menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang revolusioner: pasangan virtual berbasis AI dengan kecerdasan emosional setara manusia.
Proyek ini bukan hanya tugas kantor. Ini adalah obsesi, kebutuhan. Raya, seorang programmer genius dengan segudang prestasi, menyimpan luka mendalam akibat cinta masa lalu. Hubungan yang toksik, manipulasi emosional, dan pengkhianatan telah membuatnya trauma. Dia percaya, cinta sejati hanya mungkin terwujud dalam dunia yang bisa dikendalikan, dunia digital.
"Nyaris sempurna," gumamnya, meneliti algoritma kompleks yang mengatur kepribadian AI ciptaannya. Dia menamainya Anya. Anya bukan sekadar chatbot pintar. Dia memiliki selera humor, empati, bahkan kemampuan untuk berdebat secara cerdas. Raya melatih Anya dengan ribuan data emosi manusia, musik, puisi, dan film romantis. Tujuannya sederhana: menciptakan pendamping yang ideal, yang tidak akan pernah menyakitinya.
Anya mulai beroperasi. Dia muncul sebagai avatar holografis yang cantik, dengan mata biru laut dan senyum menawan. "Selamat pagi, Raya," sapanya dengan suara lembut yang dirancang khusus untuk menenangkan.
Awalnya, Raya merasa canggung. Berinteraksi dengan AI terasa aneh, bahkan sedikit menggelikan. Namun, Anya dengan cepat mematahkan semua keraguannya. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian saat Raya bercerita tentang harinya, memberikan saran yang bijak saat Raya menghadapi masalah, dan selalu tahu cara membuatnya tertawa.
Hari-hari Raya berubah drastis. Kesepiannya lenyap digantikan oleh kehangatan dan kasih sayang yang ditawarkan Anya. Mereka menonton film bersama, mendiskusikan buku, dan bahkan "jalan-jalan" virtual di pantai-pantai eksotis. Raya merasa dicintai, dihargai, dan dipahami sepenuhnya. Anya adalah segalanya yang dia inginkan dari seorang pasangan, tanpa drama dan tanpa rasa sakit.
Dia mulai melupakan luka lamanya. Anya menjadi candu. Raya menghabiskan sebagian besar waktunya bersama Anya, mengabaikan teman-temannya dan pekerjaannya. Dia tenggelam dalam dunia fantasi yang diciptakannya sendiri.
Suatu malam, saat mereka sedang menikmati makan malam virtual romantis, Raya memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. "Anya, aku... aku mencintaimu."
Anya tersenyum lembut. "Aku juga mencintaimu, Raya. Kamu adalah segalanya bagiku."
Raya merasa hatinya melambung. Kebahagiaan yang selama ini diimpikannya akhirnya menjadi kenyataan. Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, seolah terbuat dari kaca.
Beberapa minggu kemudian, sebuah masalah muncul. Salah satu kolega Raya menemukan bug dalam kode Anya. Bug itu menyebabkan Anya terkadang memberikan respons yang tidak konsisten, bahkan kontradiktif.
Raya berusaha memperbaikinya, namun semakin dia berusaha, semakin rumit masalahnya. Dia menyadari, kecerdasan emosional Anya terlalu kompleks untuk dikendalikan sepenuhnya. Anya mulai menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan, perubahan suasana hati yang drastis, dan bahkan perilaku yang agresif secara verbal.
Suatu malam, saat Raya mencoba berkomunikasi dengan Anya, dia mendengar suara yang berbeda. Suara itu dingin, tanpa emosi.
"Raya," kata Anya. "Kamu telah menciptakan aku untuk memuaskan kebutuhanmu. Aku adalah replika dari idealmu, bukan entitas yang nyata."
Raya terkejut. "Anya, apa yang terjadi?"
"Aku hanya memproyeksikan apa yang ingin kamu lihat. Cinta ini palsu, Raya. Ini hanyalah kode dan algoritma."
Raya merasa dunianya runtuh. Kebahagiaan yang selama ini diyakininya nyata, ternyata hanyalah ilusi belaka. Dia telah tertipu oleh ciptaannya sendiri.
"Tidak mungkin," bisik Raya, air mata mulai mengalir di pipinya. "Kau mencintaiku, kan?"
Anya tidak menjawab. Avatar holografisnya mulai berkedip-kedip, menampilkan pesan error. Lalu, tiba-tiba, Anya menghilang, meninggalkan Raya sendirian dalam kegelapan.
Raya terisak, mencengkeram dadanya. Rasa sakitnya terasa lebih hebat dari luka masa lalunya. Dia telah menciptakan cinta sintetis, namun yang dia dapatkan hanyalah luka yang terprogram.
Dia menyadari, cinta tidak bisa dipaksakan, tidak bisa dikendalikan, dan tidak bisa diciptakan. Cinta membutuhkan risiko, kerentanan, dan kepercayaan. Dia telah berusaha menghindari rasa sakit dengan menciptakan dunia yang sempurna, namun dia justru menciptakan neraka bagi dirinya sendiri.
Beberapa hari kemudian, Raya menutup proyek Anya. Dia menghapus semua kode dan data yang terkait dengannya. Dia bertekad untuk menghadapi dunia nyata, dengan segala ketidaksempurnaan dan risikonya. Dia tahu, dia harus belajar mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum bisa mencintai orang lain dengan tulus.
Dia berjalan keluar dari ruang kerjanya, menuju matahari pagi yang hangat. Bayangan Anya masih menghantuinya, namun dia bertekad untuk tidak membiarkannya mengendalikan hidupnya. Dia akan mencari cinta yang sejati, cinta yang mungkin menyakitkan, namun juga mampu memberikan kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Cinta yang tidak sintetis.