Cinta dalam Piksel: Algoritma Hati yang Terlupakan

Dipublikasikan pada: 30 May 2025 - 08:12:38 wib
Dibaca: 159 kali
Hujan deras mengguyur Tokyo malam itu, membasahi neon-neon Shinjuku yang berpendaran liar. Di sebuah kafe terpencil, di sudut jalan yang jarang dilalui orang, Anya menyesap matcha latte-nya. Pandangannya terpaku pada layar laptop, barisan kode yang tampak asing dan rumit menari-nari di hadapannya. Anya adalah seorang programmer jenius, spesialis dalam kecerdasan buatan. Dulu, ia mengabdikan diri untuk menciptakan algoritma cinta, sebuah sistem yang mampu mencocokkan manusia berdasarkan kesamaan minat, kepribadian, bahkan kadar oksitosin dalam tubuh.

Ironisnya, ia kini merasa lebih dekat dengan deretan kode daripada dengan manusia sungguhan. Algoritma cinta buatannya, "Soulmate AI," kini menjadi aplikasi kencan paling populer di dunia. Jutaan orang menemukan pasangan melalui sistemnya. Namun, Anya sendiri? Ia justru merasa semakin hampa.

Ia ingat bagaimana dulu ia bersemangat menceritakan idenya pada Leo, kekasihnya saat itu. Leo, seorang seniman yang idealis, mencintai Anya karena keunikannya, karena cara pikirnya yang berbeda. Leo selalu mengatakan bahwa cinta tidak bisa diukur atau diprediksi. Cinta adalah kekacauan yang indah, sebuah misteri yang harus dipecahkan setiap hari. Anya muda, yang terobsesi dengan logika dan efisiensi, menertawakan pandangan Leo. Ia yakin, dengan algoritma yang tepat, ia bisa menghilangkan semua ketidakpastian dalam cinta.

Leo pergi, tentu saja. Ia tidak bisa menerima obsesi Anya yang berlebihan. "Kamu mencoba membunuh keajaiban, Anya," katanya sebelum pergi. Kata-kata itu terus menghantuinya hingga kini.

Sambil menunggu kode-kode itu selesai di-compile, Anya membuka aplikasi Soulmate AI di ponselnya. Ia melihat profil-profil yang direkomendasikan untuknya, berdasarkan data yang ia masukkan sendiri. Seorang arsitek penyuka kucing, seorang profesor filsafat yang gemar mendaki gunung, seorang musisi jazz yang sedang mencari inspirasi. Pilihan yang logis, pilihan yang sempurna. Tapi tidak ada yang membuatnya tertarik.

Tiba-tiba, notifikasi muncul. Seseorang mengiriminya pesan di Soulmate AI. Ia mengerutkan kening. Jarang sekali ada yang berani mengiriminya pesan langsung. Profil pengirimnya kosong, hanya ada nama samaran: "PixelPainter."

"Halo, Anya," tulisnya. "Aku tahu kamu yang menciptakan Soulmate AI. Aku hanya ingin mengatakan, algoritma-mu sangat bagus. Tapi algoritma tidak bisa menangkap semua warna dalam hati manusia."

Anya terkejut. Bagaimana orang ini tahu namanya? Bagaimana dia tahu dia yang menciptakan Soulmate AI? Jantungnya berdegup kencang. Ia membalas: "Siapa kamu?"

"Hanya seseorang yang melihat lebih dari sekadar piksel," balas PixelPainter. "Kamu lupa, Anya. Cinta itu bukan sekadar persamaan matematika. Cinta itu tentang risiko, tentang keberanian untuk membuka diri, tentang menerima ketidaksempurnaan."

Anya merasa seperti disambar petir. Kata-kata itu... kata-kata itu sangat familiar. Ia mencoba mengingat. Pikiran itu muncul tiba-tiba, bagai kilatan cahaya di tengah badai. Lukisan yang tergantung di dinding apartemen Leo, lukisan abstrak penuh warna yang diberi judul "Algoritma Hati." Leo sering mengatakan bahwa lukisan itu adalah representasi visual dari chaos dan keindahan cinta.

Tidak mungkin. Mungkinkah PixelPainter adalah...?

Ia mengetik dengan gemetar: "Leo?"

Beberapa saat berlalu. Jantung Anya rasanya ingin meledak. Lalu, pesan itu datang: "Hai, Anya. Lama tidak bertemu."

Anya menutup laptopnya. Ia bangkit dari kursinya, meninggalkan matcha latte-nya yang belum habis. Ia berlari keluar dari kafe, menerobos hujan yang semakin deras. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi, yang ia tahu ia harus menemukan Leo.

Ia mencari Leo di galeri seni, di kedai kopi tempat mereka biasa bertemu, bahkan di tempat-tempat yang hanya ada dalam kenangannya. Ia menelepon teman-teman Leo, mencari informasi sekecil apapun. Tapi tidak ada yang tahu di mana Leo berada.

Akhirnya, ia menyerah. Ia kembali ke apartemennya, lelah dan putus asa. Ia duduk di depan komputernya, membuka kembali Soulmate AI. Ia mencari profil PixelPainter, tapi profil itu sudah tidak ada. Akun itu sudah dihapus.

Anya merasa hancur. Apakah ini hanya khayalannya saja? Apakah ia terlalu merindukan Leo hingga berhalusinasi?

Kemudian, ia melihat sesuatu di sudut layar laptopnya. Sebuah file baru, yang muncul entah dari mana. Nama filenya: "Algoritma_Hati.jpg"

Ia membukanya. Sebuah gambar muncul. Lukisan abstrak penuh warna, lukisan yang sama persis dengan yang ada di dinding apartemen Leo. Di pojok kanan bawah lukisan itu, ada sebuah tulisan kecil: "Untuk Anya, dengan cinta yang tak terhapuskan."

Anya menangis. Ia mengerti sekarang. Leo tidak pernah benar-benar pergi. Ia selalu ada, bersembunyi di balik piksel, mencoba mengingatkannya tentang apa yang telah ia lupakan.

Ia membuka kembali program Soulmate AI. Ia mulai menghapus data pribadinya, satu per satu. Ia menghapus preferensi, kriteria, dan semua batasan yang telah ia buat sendiri. Ia ingin membuka dirinya untuk kemungkinan, untuk kejutan, untuk keajaiban yang tidak bisa diprediksi oleh algoritma manapun.

Ia menutup laptopnya dan menatap keluar jendela. Hujan sudah reda. Langit mulai cerah. Anya tersenyum. Ia tahu, ia masih memiliki banyak hal yang harus dipelajari tentang cinta. Tapi kali ini, ia tidak akan mencoba memecahkan misteri itu dengan logika. Ia akan membiarkan hatinya membimbingnya. Ia akan membiarkan algoritma hatinya yang terlupakan membawanya ke tempat yang seharusnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI