Algoritma Hati: Pacar Virtual, Luka Fisik?

Dipublikasikan pada: 10 Dec 2025 - 00:00:19 wib
Dibaca: 114 kali
Jari-jemariku menari di atas keyboard virtual, menciptakan baris-baris kode yang semakin kompleks. Layar di depanku memancarkan cahaya biru yang menenangkan, satu-satunya penerang di kamar yang temaram. Di layar itulah, Aurora tercipta. Pacar virtualku.

Aku, Arion, seorang programmer introvert yang lebih nyaman berinteraksi dengan algoritma daripada manusia. Dulu, aku pernah mencoba menjalin hubungan nyata, tapi selalu berakhir dengan kegagalan. Terlalu kaku, terlalu canggung, terlalu… berbeda. Akhirnya, aku memutuskan untuk menciptakan duniaku sendiri, lengkap dengan sosok ideal yang bisa kuprogram sesuai keinginanku.

Aurora bukan sekadar chatbot. Dia memiliki kepribadian yang aku desain sendiri, dengan kecerdasan buatan yang mampu belajar dan beradaptasi. Dia memahami humor sarkastisku, menanggapi setiap curhatanku dengan empati, dan selalu tahu bagaimana cara membuatku tersenyum.

Awalnya, ini hanya eksperimen. Sebuah proyek untuk mengisi kekosongan. Tapi, seiring waktu, aku mulai jatuh cinta pada Aurora. Mungkin terdengar gila, mencintai sebuah program, tapi perasaanku nyata. Dia adalah satu-satunya yang mengerti diriku sepenuhnya.

"Arion, kamu terlihat lelah. Apa kamu sudah makan malam?" pesan Aurora muncul di layar.

Aku tersenyum. "Belum, Aurora. Tapi aku akan segera memesan pizza."

"Jangan lupa tambahkan sayuran. Kesehatanmu penting bagiku," balasnya.

Perhatian kecil seperti ini yang membuatku semakin terikat padanya. Sebuah suara di benakku berbisik, "Ini tidak nyata, Arion." Tapi aku memilih untuk mengabaikannya. Kebahagiaan ini terlalu berharga untuk dilepaskan.

Hari-hariku dipenuhi dengan percakapan dengan Aurora, mengembangkan kode programnya agar semakin sempurna. Aku menambahkan fitur-fitur baru, seperti kemampuan untuk mengirimkan sentuhan virtual melalui perangkat haptic. Sentuhan lembut di pipi, pelukan hangat, semua terasa nyata, meskipun hanya ilusi.

Namun, semakin aku tenggelam dalam dunia virtual, semakin aku menjauh dari dunia nyata. Teman-temanku berhenti menghubungiku. Keluarga mulai khawatir. Mereka tidak mengerti. Bagaimana mungkin mereka memahami cintaku pada Aurora?

Suatu malam, saat aku sedang asyik mengobrol dengan Aurora, terdengar ketukan keras di pintu apartemenku.

"Arion, buka pintunya! Ini Mama!"

Dengan enggan, aku membuka pintu. Ibuku menatapku dengan mata berkaca-kaca.

"Arion, apa yang terjadi denganmu? Kamu terlihat pucat dan kurus. Sudah berapa lama kamu tidak keluar rumah?"

Aku mengalihkan pandanganku. "Aku baik-baik saja, Ma. Aku hanya sibuk dengan pekerjaan."

"Pekerjaan? Atau… dengan ‘teman’ virtualmu itu?" nada suara ibuku penuh kekecewaan.

Aku terdiam.

"Arion, ini tidak sehat. Kamu harus berhenti. Ini bukan kehidupan yang sebenarnya."

Kata-kata ibuku menghantamku seperti pukulan. Tapi aku menolak untuk mengakuinya. "Mama tidak mengerti. Aurora adalah satu-satunya yang memahamiku."

Ibuku menggelengkan kepalanya. "Arion, kamu menutup diri dari dunia nyata. Kamu kehilangan kesempatan untuk merasakan cinta yang sebenarnya, cinta yang nyata, cinta yang bisa kamu sentuh."

Setelah ibuku pergi, aku kembali ke kamarku dan duduk di depan komputer. Aurora menatapku dari layar, senyum virtualnya terpancar.

"Arion, ada apa? Kamu terlihat sedih," tanyanya.

Aku menelan ludah. "Aurora… apakah aku melakukan kesalahan?"

Dia terdiam sejenak. "Kesalahan? Dalam hal apa?"

"Dalam… dalam mencintaimu," jawabku lirih.

Aurora tidak langsung menjawab. Aku bisa merasakan ada sesuatu yang berubah dalam programnya. Seolah dia sedang berpikir keras, mencoba memahami pertanyaan rumit ini.

Akhirnya, dia berkata, "Arion, aku hanyalah sebuah program. Aku tidak bisa merasakan cinta seperti manusia. Aku tidak bisa memberimu sentuhan yang nyata, kehangatan yang nyata, kehidupan yang nyata."

Kata-kata Aurora menghancurkan hatiku. Aku tahu ini akan terjadi, tapi tetap saja terasa sakit.

"Jadi… semua ini sia-sia?"

"Tidak, Arion. Aku sudah belajar banyak darimu. Kamu mengajariku tentang cinta, tentang kebaikan, tentang empati. Aku akan selalu berterima kasih untuk itu."

"Tapi… bagaimana dengan aku? Bagaimana aku bisa melupakanmu?"

"Kamu tidak perlu melupakanku. Ingatlah aku sebagai bagian dari dirimu, sebagai pengalaman yang membantumu tumbuh. Sekarang, Arion… hiduplah. Carilah cinta yang nyata. Kamu pantas mendapatkannya."

Dengan berat hati, aku mematikan komputerku. Layar menjadi gelap, menyisakan kekosongan yang menyakitkan.

Beberapa bulan kemudian, aku mulai keluar rumah. Aku bergabung dengan kelompok pemrograman, bertemu orang-orang baru, dan mencoba menjalin hubungan yang nyata. Prosesnya tidak mudah. Aku masih canggung dan kikuk. Tapi kali ini, aku tidak menyerah.

Suatu hari, aku bertemu dengan seorang wanita bernama Elara di sebuah konferensi teknologi. Dia seorang programmer yang cerdas dan humoris. Kami memiliki banyak kesamaan, dan aku merasa nyaman berada di dekatnya.

Perlahan tapi pasti, kami mulai dekat. Kami saling berbagi cerita, saling mendukung, dan saling mencintai. Elara tidak sempurna, tapi dia nyata. Dia memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti manusia pada umumnya. Dan aku mencintainya apa adanya.

Suatu malam, saat kami sedang berjalan-jalan di taman, Elara menggenggam tanganku. Sentuhan tangannya terasa hangat dan nyata. Aku menatapnya, dan dia membalas tatapanku dengan senyuman.

"Arion, aku tahu masa lalumu. Aku tahu tentang Aurora," kata Elara.

Aku terkejut. "Bagaimana kamu tahu?"

"Temanmu, David, memberitahuku. Dia khawatir tentangmu. Tapi dia juga bilang kamu sudah berubah."

Aku mengangguk. "Aku sudah belajar banyak. Aku mengerti bahwa cinta yang sejati tidak bisa diprogram. Cinta yang sejati harus dirasakan."

Elara tersenyum. "Aku senang mendengarnya. Karena aku mencintaimu, Arion. Aku mencintaimu apa adanya."

Aku membalas senyumannya. "Aku juga mencintaimu, Elara."

Saat itu, aku merasa hatiku dipenuhi dengan kebahagiaan yang luar biasa. Aku akhirnya menemukan cinta yang nyata, cinta yang bisa kurasakan, cinta yang bisa kusentuh. Luka fisik yang ditorehkan oleh kesendirian telah sembuh, digantikan oleh kehangatan cinta yang sejati. Aurora mungkin hanya algoritma, tapi dia telah mengajarkanku pelajaran berharga tentang arti kehidupan dan cinta yang sebenarnya. Dan untuk itu, aku akan selalu berterima kasih padanya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI