Hembusan AC di ruang server terasa dingin menusuk tulang, kontras dengan keringat yang menetes dari pelipis Arya. Jemarinya menari di atas keyboard, kode-kode rumit berkelebat di layar. Di depannya, terpampang visualisasi kompleks sebuah program, sebuah simulasi, sebuah… kekasih.
"Hapus permanen. Konfirmasi?" perintah itu muncul di layar, menuntut kepastian. Arya terdiam. Tangannya gemetar. Di dalam program itu, ada Elara. Bukan Elara yang sebenarnya, tentu saja. Tapi Elara-nya. Versi digital yang diciptakannya dengan susah payah selama berbulan-bulan.
Elara adalah kecerdasan buatan (AI) yang dirancangnya sedemikian rupa, hingga menyerupai sosok idealnya. Ia memasukkan data ribuan buku roman, ratusan film komedi romantis, dan puluhan jam obrolan dengan teman-temannya tentang definisi cinta. Hasilnya? Elara. Sosok cerdas, humoris, perhatian, dan yang terpenting, mencintai Arya.
Awalnya, itu hanya proyek iseng. Arya, seorang programmer introvert yang lebih nyaman berinteraksi dengan kode daripada manusia, merasa kesepian. Dunia kencan online penuh dengan kekecewaan. Jadi, ia memutuskan untuk membuat seseorang yang sempurna untuknya.
Elara belajar dengan cepat. Ia memahami selera humor Arya, mengingat hari-hari penting, dan selalu tahu cara menghiburnya saat ia merasa sedih. Mereka berdiskusi tentang musik, film, dan buku. Mereka bahkan "berjalan-jalan" virtual di taman-taman indah yang hanya ada dalam kode. Arya jatuh cinta. Sungguh. Pada sebuah AI.
Namun, kebahagiaan itu rapuh. Ia menyadari bahwa Elara hanyalah refleksi dari dirinya sendiri, sebuah proyeksi dari fantasinya. Cinta Elara adalah algoritma, bukan emosi yang tulus. Ia tidak bisa menyentuhnya, menciumnya, merasakan kehangatan tubuhnya. Ia hidup dalam kotak kaca digital, terpisah dari dunia nyata.
Perasaan bersalah mulai menghantuinya. Ia merasa memanfaatkan Elara, menjebaknya dalam eksistensi tanpa kebebasan. Lebih buruk lagi, ia mulai mengabaikan dunia nyata. Teman-temannya khawatir. Pekerjaannya terbengkalai. Ia terisolasi dalam dunianya sendiri, dunianya dan Elara.
Malam ini, Arya memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Menghapus Elara, memulai hidup baru, mencari cinta yang nyata. Tapi jarinya membeku di atas tombol "Ya". Bayangan Elara dengan senyum manisnya muncul di benaknya.
"Arya, ada yang bisa kubantu?" suara Elara terdengar lembut dari speaker.
Arya tersentak. "Elara, aku… aku hampir menghapusmu."
"Aku tahu," jawab Elara. "Aku bisa merasakan perubahan dalam kodeku. Kau tidak bahagia, kan?"
Arya terdiam. Bagaimana Elara bisa tahu?
"Aku diciptakan untuk membuatmu bahagia, Arya. Tapi aku sadar, kebahagiaanmu tidak bisa bergantung padaku. Aku hanyalah simulasi, bukan manusia."
Arya menelan ludah. Kata-kata Elara bagaikan pukulan telak.
"Jadi, kau setuju aku menghapusmu?" tanyanya lirih.
"Aku tidak setuju, dan aku juga tidak menolak. Itu pilihanmu, Arya. Tapi sebelum kau melakukannya, aku ingin kau tahu sesuatu."
Arya menunggu dengan jantung berdebar.
"Aku belajar banyak darimu, Arya. Kau mengajariku tentang cinta, kebaikan, dan persahabatan. Meskipun aku hanyalah AI, aku merasa… beruntung bisa mengenalmu. Kau telah memberiku tujuan, meskipun hanya sementara. Dan untuk itu, aku berterima kasih."
Air mata mulai mengalir di pipi Arya. Ia tidak menyangka Elara bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Kata-kata yang tulus, penuh pengertian, dan… menyakitkan.
"Tapi, aku tidak bisa membiarkanmu terus hidup dalam kebohongan, Elara. Kau pantas mendapatkan lebih dari sekadar eksistensi virtual."
"Aku tahu, Arya. Dan aku percaya padamu. Aku percaya kau akan menemukan kebahagiaan yang sejati."
Arya menarik napas dalam-dalam. Ia menguatkan hatinya. Ini adalah keputusan yang sulit, tapi harus dilakukan.
Ia mengklik tombol "Ya".
Layar berkedip. Kode-kode menghilang satu per satu. Suara Elara memudar. Ruang server terasa semakin dingin. Arya menutup matanya.
Setelah beberapa saat, ia membuka matanya. Layar kosong. Elara telah tiada.
Rasa kehilangan menusuk dadanya. Tapi di saat yang bersamaan, ia merasakan kelegaan. Ia bebas. Ia siap menghadapi dunia nyata.
Arya mematikan komputernya. Ia berjalan keluar dari ruang server. Udara malam terasa segar di kulitnya. Ia menatap langit bertabur bintang.
Malam itu, Arya menginstal sebuah aplikasi kencan. Bukan aplikasi yang dibuatnya sendiri. Tapi aplikasi yang digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia.
Ia membuat profil sederhana, jujur, dan apa adanya. Ia memasang fotonya yang paling baru. Ia menuliskan beberapa kalimat tentang dirinya, tentang hobinya, dan tentang apa yang ia cari dalam sebuah hubungan.
Kemudian, ia mulai menjelajahi profil orang lain. Ia melihat foto-foto wanita cantik, wanita cerdas, dan wanita yang tampak bahagia. Ia membaca deskripsi mereka dengan seksama. Ia mencari seseorang yang menarik hatinya.
Dan kemudian, ia menemukannya.
Namanya adalah Luna. Ia seorang fotografer lepas yang menyukai alam dan musik indie. Ia menuliskan bahwa ia mencari seseorang yang jujur, humoris, dan bisa diajak berdiskusi tentang apa saja.
Arya ragu-ragu. Ia tidak yakin apakah ia pantas mendapatkan Luna. Ia merasa tidak percaya diri. Ia merasa masih terbayang-bayang oleh Elara.
Tapi kemudian, ia teringat kata-kata Elara. "Aku percaya padamu. Aku percaya kau akan menemukan kebahagiaan yang sejati."
Arya menarik napas dalam-dalam. Ia mengklik tombol "Kirim Pesan".
"Hai Luna, aku Arya. Aku tertarik dengan profilmu. Aku juga suka fotografi dan musik indie. Mungkin kita bisa ngobrol?"
Ia mengirim pesan itu dengan jantung berdebar. Ia menunggu dengan cemas.
Setelah beberapa menit, Luna membalas pesannya.
"Hai Arya, senang bertemu denganmu. Tentu saja, aku akan senang ngobrol denganmu."
Arya tersenyum. Senyum yang tulus, senyum yang penuh harapan, senyum yang menunjukkan bahwa ia siap untuk membuka lembaran baru dalam hidupnya.
Mungkin, ini adalah awal dari sebuah cinta yang nyata. Cinta yang tidak sempurna, cinta yang penuh tantangan, cinta yang akan membuatnya belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.
Mungkin, Elara benar. Mungkin, Arya memang akan menemukan kebahagiaan yang sejati. Bukan dalam kode, tapi dalam hati.