Jejak Digital Hati: Algoritma Menemukan Belahan Jiwaku?

Dipublikasikan pada: 31 May 2025 - 22:06:13 wib
Dibaca: 170 kali
Debu-debu neon menari di layar laptopnya, memantulkan cahaya biru ke wajah Anya yang pucat. Pukul dua pagi, dan untuk kesekian kalinya minggu ini, ia terjebak dalam labirin algoritma aplikasi kencan "SoulSync". Janji-janji manis SoulSync begitu menggoda: menemukan belahan jiwa berdasarkan kompatibilitas data, bukan sekadar foto menarik. Anya, seorang programmer jenius namun payah dalam urusan hati, tergoda.

Lima tahun terakhir dihabiskannya berkutat dengan kode, membangun sistem keamanan siber untuk perusahaan-perusahaan besar. Hubungannya dengan manusia sebatas baris-baris kode yang ia pahami dengan sempurna. Mencari pasangan secara konvensional? Mimpi buruk. Bayangan obrolan canggung, senyum palsu, dan pertanyaan klise membuatnya mual. SoulSync, pikirnya, adalah solusi sempurna.

Awalnya, ia skeptis. Algoritma? Menentukan cinta? Kedengarannya konyol. Namun, SoulSync tidak seperti aplikasi kencan lainnya. Mereka mengklaim menggunakan data psikologi, preferensi gaya hidup, bahkan riwayat penelusuran internet untuk menemukan pasangan yang paling cocok. Anya mengisi kuesioner panjang dengan jujur, mengungkap kebiasaan anehnya memakan sereal langsung dari kotak, kecintaannya pada film sci-fi klasik, dan ketakutannya pada ruang publik yang ramai.

Hasilnya? Serangkaian profil yang menjanjikan. Namun, setiap kali Anya mencoba berinteraksi, hasilnya mengecewakan. Mereka terlalu sempurna, terlalu klise. Ada yang hobi mendaki gunung (padahal Anya lebih suka mendaki tumpukan buku), ada yang gemar traveling (sementara Anya lebih betah di depan layar laptop), ada yang vegan (sedangkan Anya diam-diam mencintai burger keju). Algoritma itu, ironisnya, membuatnya merasa lebih kesepian.

Malam ini, Anya memutuskan untuk melanggar aturan. Ia masuk ke kode SoulSync, mencari tahu bagaimana algoritma itu bekerja. Sebagai seorang programmer, ia tahu ada celah di mana pun. Ia ingin melihat apa yang sebenarnya menentukan "kecocokan" itu.

Berjam-jam ia menyelami lautan kode, pusing karena rumitnya sistem. Akhirnya, ia menemukan bagian yang ia cari: algoritma "Heartbeat". Bagian ini menganalisis riwayat interaksi pengguna, mencari pola, dan mencocokkannya dengan pengguna lain. Anya terkejut melihat betapa dangkalnya "Heartbeat". Rumusnya sederhana: semakin banyak kesamaan dalam penelusuran internet, semakin tinggi skor kecocokan.

Frustrasi melandanya. Jadi, selama ini ia percaya pada sistem yang hanya mencocokkan orang berdasarkan kesamaan minat di permukaan? Cinta tidak sesederhana itu. Cinta adalah tentang memahami perbedaan, tentang menerima keanehan, tentang koneksi emosional yang tak terduga.

Di tengah kekecewaannya, Anya menyadari sesuatu. Riwayat penelusurannya sendiri. Selama berminggu-minggu, ia terus-menerus mencari informasi tentang SoulSync, tentang algoritma, tentang orang-orang yang mungkin cocok dengannya. Algoritma itu mungkin tidak menemukan belahan jiwanya, tapi itu telah mendorongnya untuk berpikir, untuk mencari, untuk mencoba.

Tiba-tiba, sebuah nama muncul di benaknya: Ben. Ben adalah seorang programmer di perusahaan yang sama dengan Anya. Mereka sering berkolaborasi dalam proyek-proyek kompleks, bertukar kode dan ide hingga larut malam. Anya tidak pernah menganggap Ben sebagai potensi pasangan. Mereka terlalu sibuk bekerja, terlalu fokus pada kode.

Namun, sekarang Anya mengingat percakapan-percakapan kecil mereka, tawa mereka saat menghadapi bug yang menjengkelkan, dan rasa hormat yang ia rasakan pada kecerdasan Ben. Ia juga ingat bagaimana Ben selalu memahami keanehan Anya, tanpa menghakimi.

Dengan jantung berdebar, Anya menelusuri profil Ben di SoulSync. Skor kecocokan mereka mengejutkan: hanya 65%. Jauh di bawah ambang "belahan jiwa" yang dijanjikan. Anya tertawa pahit.

Kemudian, ia melihat riwayat penelusuran Ben. Ben juga sering mencari informasi tentang SoulSync, tentang algoritma, tentang...Anya. Ia membaca artikel-artikel yang Anya kirimkan kepadanya, membaca blog yang Anya rekomendasikan, bahkan mencari tahu tentang film-film sci-fi favorit Anya.

Anya menutup laptopnya. Debu-debu neon menghilang. Malam itu, ia menyadari bahwa cinta tidak ditemukan oleh algoritma, tetapi diciptakan oleh pilihan. Pilihan untuk melihat, untuk mendengarkan, untuk memahami.

Keesokan harinya, Anya menghampiri Ben di kantor. "Hai, Ben," sapanya gugup. "Ada waktu untuk minum kopi?"

Ben tersenyum. "Tentu. Ada yang ingin dibicarakan?"

Anya menarik napas dalam-dalam. "Aku rasa...algoritma SoulSync gagal menemukan belahan jiwaku. Tapi mungkin...mungkin algoritma itu justru membantuku menyadari sesuatu yang sudah ada di depan mataku."

Ben mengerutkan kening, bingung.

Anya tersenyum. "Mau dengar cerita tentang bagaimana aku melanggar kode aplikasi kencan?"

Ben tertawa. "Tentu saja. Selama ceritanya lebih menarik dari bug terakhir yang kita hadapi."

Saat mereka berjalan menuju kedai kopi, Anya menyadari bahwa ia tidak lagi takut. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi ia siap untuk menghadapi masa depan, bersama dengan seseorang yang melihatnya bukan sebagai data, melainkan sebagai manusia. Mungkin, pikirnya, jejak digital hati memang ada, bukan dalam algoritma rumit, melainkan dalam interaksi sederhana, dalam perhatian yang tulus, dan dalam keberanian untuk mengambil risiko. Algoritma mungkin tidak menemukan belahan jiwanya, tetapi itu membantunya menemukan jalannya. Dan itu, baginya, sudah cukup.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI