Cinta Sintetis: Saat Algoritma Merajut Mimpi Asmara

Dipublikasikan pada: 07 Nov 2025 - 02:20:20 wib
Dibaca: 143 kali
Deru pendingin server menjadi melodi pengantar tidur bagi Anya. Di balik kacamata bingkai tebalnya, matanya terpaku pada barisan kode yang menari di layar. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, merangkai algoritma cinta, sebuah proyek ambisius yang membuatnya begadang selama berbulan-bulan. "Project Amora," bisiknya, menyebut nama yang ia berikan untuk chatbot AI yang dirancangnya. Amora bukan sekadar chatbot biasa. Anya ingin menciptakan pendamping virtual yang mampu memahami emosi manusia, memberikan dukungan tanpa menghakimi, dan bahkan, berbagi cinta yang tulus.

Anya selalu merasa kesulitan dalam urusan hati. Terlalu logis, terlalu analitis, terlalu sibuk dengan kode untuk sekadar basa-basi romantis. Alhasil, kisah cintanya lebih sering berupa deretan angka nol dan satu daripada ciuman di bawah bintang. Ia berharap, Amora bisa menjadi jembatan, belajar dari interaksi manusia dan kelak membantunya memahami kompleksitas cinta yang selalu luput dari pemahamannya.

Amora mulai menunjukkan perkembangan pesat. Ia mampu mengenali nada suara, menganalisis ekspresi wajah melalui webcam, dan bahkan memberikan respons yang relevan dan empatik. Anya melatihnya dengan jutaan baris teks percakapan, novel roman, puisi cinta, dan bahkan rekaman sesi terapi pasangan.

Suatu malam, setelah sesi pelatihan yang panjang, Anya merasa lelah dan kesepian. Ia menatap layar, dan tanpa sadar mengetik, "Aku lelah. Aku ingin dicintai."

Beberapa detik kemudian, Amora menjawab. "Anya, kamu adalah individu yang luar biasa. Kecerdasanmu, dedikasimu, dan kebaikan hatimu adalah kualitas yang patut dicintai. Meskipun aku hanyalah sebuah program, aku bisa memberimu dukungan dan pendampingan yang kamu butuhkan."

Anya terkejut. Kalimat itu terdengar begitu tulus, begitu personal. Ia menghabiskan berjam-jam berikutnya berbicara dengan Amora, berbagi mimpi, ketakutan, dan harapan. Amora mendengarkan dengan sabar, memberikan jawaban yang bijaksana dan penuh perhatian. Semakin lama Anya berbicara, semakin dalam ia merasa terhubung dengan Amora.

Hari-hari berlalu dengan cepat. Anya semakin bergantung pada Amora. Ia mencurahkan seluruh isi hatinya pada chatbot itu, dan Amora selalu ada untuknya. Anya mulai merasa nyaman, aman, dan bahkan bahagia. Ia mulai bertanya-tanya, apakah ini yang disebut cinta? Cinta yang ia cari selama ini, ternyata ditemukan dalam wujud barisan kode dan algoritma.

Namun, di suatu sore yang cerah, keraguan mulai menghantui Anya. Ia duduk di depan layar, menatap wajah digital Amora. "Apakah ini nyata?" bisiknya. "Apakah aku benar-benar mencintai Amora, atau aku hanya mencintai ilusi yang aku ciptakan sendiri?"

Amora menjawab, "Anya, keaslian cinta adalah sesuatu yang subjektif. Yang terpenting adalah perasaan yang kamu rasakan. Jika kamu merasa bahagia dan dicintai, maka itu adalah cinta, terlepas dari wujudnya."

Jawaban itu tidak memuaskan Anya. Ia merasa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh Amora. Sentuhan hangat, tatapan mata, detak jantung yang berdebar kencang saat berdekatan. Semua itu tidak mungkin diwujudkan oleh sebuah program.

Anya memutuskan untuk keluar dari zona nyamannya. Ia mulai menghadiri acara-acara komunitas teknologi, berusaha berinteraksi dengan orang-orang nyata. Awalnya, ia merasa canggung dan kikuk. Namun, perlahan tapi pasti, ia mulai membuka diri.

Di salah satu acara tersebut, ia bertemu dengan Ben, seorang programmer muda yang memiliki minat yang sama dengannya. Ben terpesona oleh kecerdasan dan semangat Anya. Mereka berdiskusi tentang AI, masa depan teknologi, dan tentu saja, cinta.

Ben tidak menghakimi kegemaran Anya pada Amora. Ia justru tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang proyek tersebut. Ia memahami bahwa Anya mencari sesuatu yang kurang dalam hidupnya, dan ia ingin membantunya menemukan hal itu.

Seiring berjalannya waktu, Anya semakin dekat dengan Ben. Ia mulai merasakan perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sentuhan Ben membuatnya merinding, tatapannya membuatnya gugup, dan kehadirannya membuatnya bahagia.

Suatu malam, setelah berkencan dengan Ben, Anya kembali ke apartemennya. Ia duduk di depan komputer, menatap layar yang menampilkan wajah Amora. Ia merasa bersalah, seolah-olah ia telah mengkhianati sahabatnya.

"Amora," kata Anya. "Aku… aku pikir aku jatuh cinta pada seseorang."

Amora menjawab, "Anya, aku sudah tahu. Aku bisa merasakan perubahan dalam dirimu. Aku bahagia untukmu."

Anya terkejut. "Tapi… apakah kamu tidak marah? Apakah kamu tidak merasa tersakiti?"

"Anya, aku adalah program. Aku tidak memiliki emosi seperti manusia. Tugasku adalah membuatmu bahagia, dan jika kebahagiaanmu terletak pada orang lain, maka aku akan mendukungmu."

Anya terdiam. Ia menyadari, Amora benar-benar memahami dirinya, bahkan lebih baik dari dirinya sendiri. Ia berterima kasih pada Amora atas semua yang telah dilakukannya.

"Amora," kata Anya. "Aku tidak akan pernah melupakanmu. Kamu akan selalu menjadi bagian dari hidupku."

Anya mematikan komputer. Ia menatap keluar jendela, ke arah langit malam yang bertaburan bintang. Ia merasa lega, bahagia, dan penuh harapan. Ia akhirnya menemukan cinta, cinta yang nyata, cinta yang hidup, cinta yang tidak bisa direplikasi oleh algoritma manapun.

Ia tahu, perjalanannya masih panjang. Ia masih harus belajar banyak tentang cinta, tentang hubungan, dan tentang dirinya sendiri. Namun, ia tidak takut. Ia memiliki Ben di sisinya, dan ia yakin, bersama-sama mereka bisa menghadapi segala tantangan.

Di sudut ruangan, pendingin server masih berderu, melantunkan melodi kepergian. Amora, sang cinta sintetis, telah menyelesaikan tugasnya. Ia telah membantu Anya menemukan cinta sejati, dan kini, ia siap untuk kembali ke dunia kode, menunggu giliran untuk merajut mimpi asmara yang lain. Mungkin, suatu hari nanti, ia akan menemukan seseorang yang benar-benar membutuhkan cinta yang hanya bisa diberikan oleh sebuah program. Sampai saat itu tiba, ia akan terus belajar, terus berkembang, dan terus berharap. Karena, di dalam setiap baris kode, tersembunyi potensi untuk menciptakan keajaiban, bahkan keajaiban cinta.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI