Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard. Layar monitor memancarkan cahaya biru pucat, menerangi wajah Anya yang serius. Deretan kode program memenuhi layar, sebuah labirin rumit yang sedang ia taklukkan. Anya bukan peretas biasa. Dia seorang ethical hacker, ahli keamanan siber yang bekerja untuk melindungi perusahaan dari serangan jahat. Namun, malam ini, dia sedang melakukan sesuatu yang sedikit... berbeda. Dia sedang meretas hati.
Targetnya adalah David, kepala departemen pengembangan AI di perusahaan yang sama. David, dengan kecerdasannya yang memukau dan senyumnya yang menawan, telah mencuri perhatian Anya sejak hari pertama ia bergabung. Tapi David terlalu sibuk, terlalu fokus pada algoritma dan jaringan saraf untuk menyadari keberadaan Anya. Anya yang pemalu, yang lebih nyaman berbicara dengan baris kode daripada manusia.
Jadi, Anya memutuskan untuk mendekati masalah ini dengan cara yang ia kuasai: melalui teknologi. Dia menciptakan program khusus, sebuah algoritma cinta, yang dirancang untuk mengumpulkan dan menganalisis data tentang David. Data dari emailnya, postingan media sosialnya, riwayat pencariannya, bahkan pola penggunaannya terhadap aplikasi kantor. Tujuannya? Memahami David sepenuhnya, mengetahui apa yang membuatnya bahagia, apa yang membuatnya sedih, apa yang membuatnya tertarik. Dan yang terpenting, mencari celah. Celah di hatinya.
Awalnya, Anya merasa bersalah. Ini jelas melanggar privasi David, sebuah tindakan yang ia sendiri kecam sebagai seorang ethical hacker. Tapi rasa ingin tahu dan harapan akan cinta mengatasi keraguannya. Dia berjanji pada dirinya sendiri, data ini hanya untuknya, untuk membantunya memahami David dan, mungkin, memberinya keberanian untuk mendekatinya secara langsung.
Algoritma cinta Anya bekerja dengan luar biasa. Dalam beberapa minggu, ia memiliki profil David yang sangat rinci. Dia tahu makanan favoritnya (pizza peperoni dengan nanas, sebuah kombinasi yang menurut Anya mengerikan), band favoritnya (Coldplay, Anya menyukainya juga), bahkan jenis buku yang sedang ia baca (fiksi ilmiah distopia). Dia juga tahu bahwa David sedang merasa tertekan karena proyek AI baru yang sedang ia kerjakan mengalami banyak kendala.
Informasi ini memberi Anya keuntungan. Di pesta kantor, ia sengaja mendekati David, membahas masalah teknis yang sedang ia hadapi. David terkejut dengan pengetahuan Anya dan mereka mulai berdiskusi, berdebat, dan akhirnya, tertawa bersama. Malam itu, Anya merasa seperti ada koneksi yang terbangun di antara mereka.
Namun, semakin dalam Anya masuk ke dalam dunia David melalui algoritmanya, semakin ia merasa tidak nyaman. Dia melihat David tidak hanya sebagai kumpulan data, tapi sebagai manusia yang kompleks, dengan harapan, ketakutan, dan mimpi-mimpinya sendiri. Dia melihat kesepiannya, tekanan yang ia rasakan untuk selalu sempurna, dan kerinduan akan koneksi yang tulus.
Suatu malam, Anya menemukan sesuatu yang membuatnya terkejut. Algoritma cinta itu mengungkap bahwa David telah mencarinya di internet. Dia mencari profil Anya di LinkedIn, melihat postingan Instagram-nya, bahkan mencoba menemukan blog pribadinya. Algoritma itu juga menunjukkan bahwa David memiliki folder khusus di komputernya yang berisi tangkapan layar dari presentasi Anya di kantor, serta beberapa foto yang diam-diam diambilnya saat Anya sedang bekerja.
Anya tertegun. Apakah David tahu tentang peretasannya? Apakah ia sedang membalasnya dengan cara yang sama? Jantungnya berdebar kencang. Ia merasa malu, bersalah, dan takut. Ia memutuskan untuk menghentikan algoritmanya, menghapus semua data yang telah ia kumpulkan. Ia tidak ingin lagi meretas hati David. Ia ingin mengenalinya dengan cara yang jujur, apa adanya.
Keesokan harinya, Anya memberanikan diri untuk menemui David di kantornya. Ia mengakui perbuatannya, menjelaskan bagaimana ia menciptakan algoritma cinta itu dan bagaimana ia merasa bersalah karena telah melanggar privasinya. Ia siap menghadapi kemarahan David, atau bahkan dilaporkan ke HR.
David mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela. Ketika Anya selesai berbicara, ia terdiam sejenak. Lalu, ia tersenyum.
"Aku tahu," katanya pelan.
Anya terkejut. "Kamu tahu?"
"Ya," jawab David. "Awalnya aku curiga. Ada beberapa keanehan dalam sistem yang tidak bisa kujelaskan. Lalu, aku menemukan beberapa baris kode yang tertinggal di server. Aku tahu itu milikmu."
"Tapi kenapa kamu tidak bilang apa-apa?" tanya Anya bingung.
"Karena aku penasaran," jawab David. "Aku ingin tahu sejauh mana kamu akan pergi. Dan jujur saja, aku tersanjung. Jarang ada orang yang tertarik denganku sampai segitunya."
Anya tidak bisa berkata apa-apa.
"Tapi," lanjut David, "aku setuju denganmu. Ini tidak benar. Kita tidak bisa membangun hubungan berdasarkan informasi curian. Kita harus mulai dari awal."
David mengulurkan tangannya. "David."
Anya menyambut tangannya. "Anya."
Mereka tersenyum satu sama lain. Tidak ada algoritma, tidak ada kode program, hanya dua orang yang berusaha mengenal satu sama lain secara jujur. Anya masih merasa malu dengan perbuatannya, tapi ia juga merasa lega. Ia telah mengakui kesalahannya dan David telah memaafkannya. Mungkin, hanya mungkin, ada kesempatan untuk cinta yang tulus, cinta yang tidak didasarkan pada data dan algoritma, tetapi pada kepercayaan dan kejujuran.
Malam itu, Anya kembali ke komputernya. Dia membuka program algoritma cintanya dan menghapusnya untuk selamanya. Dia tidak butuh algoritma untuk mencintai David. Dia hanya perlu menjadi dirinya sendiri. Dan mungkin, hanya mungkin, itu sudah cukup. Rahasia yang tadinya ingin dicuri, kini lebih baik diungkapkan dengan kejujuran dan ketulusan hati. Karena algoritma cinta hanya mencuri rahasia, namun cinta sejati mengungkap keindahan yang tersembunyi di dalamnya.