Algoritma Hati Patah: Saat Cinta Tak Ter-update?

Dipublikasikan pada: 21 Aug 2025 - 03:00:15 wib
Dibaca: 139 kali
Aplikasi kencan itu berkedip-kedip di layar ponsel Nara, mengingatkannya akan kekosongan yang terasa semakin menganga setiap malam. Dulu, notifikasi dari aplikasi itu selalu memicu senyum merekah. Dulu, nama Arya akan muncul di sana, membawa janji kopi hangat dan obrolan tanpa henti tentang coding, film indie, dan mimpi-mimpi besar mereka. Sekarang, nama Arya hanya muncul dalam kenangan, terfragmentasi seperti data yang korup.

Tiga tahun bersama Arya terasa seperti coding marathon yang menyenangkan. Mereka bertemu di hackathon, berdebat sengit tentang efisiensi algoritma sorting, lalu tiba-tiba, algoritma hati mereka beresonansi. Cinta mereka adalah baris kode yang elegan, berfungsi dengan sempurna, tanpa bug yang mengganggu. Nara, seorang UI/UX designer yang teliti, dan Arya, seorang AI engineer brilian, adalah pasangan yang ideal di dunia digital.

Namun, seperti program kompleks yang memerlukan update berkala, hubungan mereka mulai menunjukkan celah. Arya, yang terpaku pada proyek AI barunya – sebuah program yang mampu memprediksi perilaku manusia berdasarkan data media sosial – semakin jarang memberikan perhatian pada Nara. Obrolan mereka menyusut menjadi pesan singkat tentang deadline dan bug yang harus diperbaiki. Kopi hangat digantikan oleh minuman energi dingin.

Nara mencoba memperbaikinya. Ia mencoba berkomunikasi, mengutarakan perasaannya, menjelaskan bagaimana ia merasa terabaikan. Ia menganggapnya seperti mencari bug dalam kode, mencoba menemukan penyebab errornya dan memperbaikinya. Tapi Arya seolah tidak melihat. Ia terlalu sibuk menyelami lautan data, melupakan bahwa ada hati yang perlahan tenggelam di sekitarnya.

Puncaknya terjadi saat ulang tahun Nara. Ia merencanakan makan malam romantis di restoran Italia favorit mereka. Ia bahkan memesan meja jauh-jauh hari dan memilih gaun terbaiknya. Arya berjanji akan datang, tapi jam berlalu, dan ia tidak muncul. Teleponnya tidak diangkat. Pesannya tidak dibalas.

Nara duduk sendirian di meja itu, dikelilingi oleh pasangan-pasangan yang tertawa dan berbagi cerita. Ia merasa seperti karakter utama dalam film distopia, terisolasi dan terlupakan di tengah keramaian. Malam itu, Nara mengerti. Algoritma hati mereka tidak lagi sinkron. Ada versi yang lebih baru, yang lebih penting, yang sedang dijalankan oleh Arya.

Setelah kejadian itu, Nara memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Perpisahan mereka singkat dan dingin, seperti reboot sistem yang gagal. Arya tampak tidak terkejut, bahkan cenderung lega. Ia hanya mengatakan bahwa ia sedang fokus pada proyeknya dan tidak punya waktu untuk hubungan yang “rumit”.

Sekarang, berbulan-bulan kemudian, Nara masih berusaha memprogram ulang hatinya. Ia mencoba mengisi kekosongan dengan hal-hal baru: kursus melukis digital, kelas yoga, bahkan mencoba peruntungan di dunia crypto. Ia bertemu dengan orang-orang baru, mencoba membuka diri untuk kemungkinan cinta yang lain.

Namun, bayangan Arya selalu menghantui. Setiap kali ia melihat seseorang yang mahir dalam teknologi, setiap kali ia mendengar istilah-istilah AI yang kompleks, ia teringat akan masa lalu mereka. Ia merasa seperti sistem operasi yang sudah usang, tidak mampu lagi menjalankan aplikasi-aplikasi terbaru.

Suatu malam, saat sedang menggulir aplikasi kencan, Nara menemukan profil yang menarik. Namanya Damar, seorang game developer yang memiliki selera humor yang tinggi dan ketertarikan yang sama pada film-film indie. Mereka mulai mengobrol, dan Nara terkejut betapa mudahnya percakapan mengalir. Damar tidak membahas algoritma kompleks atau proyek AI yang revolusioner. Ia berbicara tentang kesenangan sederhana: bermain game, mendengarkan musik, dan berbagi cerita.

Setelah beberapa minggu mengobrol online, Damar mengajak Nara berkencan. Nara ragu-ragu. Ia takut mengulangi kesalahan yang sama. Ia takut hatinya akan kembali terluka. Tapi kemudian, ia ingat apa yang sering dikatakan Arya dulu: “Tidak ada algoritma yang sempurna, Nara. Yang penting adalah terus belajar dan beradaptasi.”

Nara menerima ajakan Damar. Mereka bertemu di sebuah bar dengan suasana yang nyaman, jauh dari gemerlap teknologi. Damar membuatnya tertawa dengan lelucon-leluconnya yang konyol. Ia mendengarkan Nara dengan penuh perhatian, tidak berusaha memotong atau mengoreksi. Ia membuat Nara merasa dihargai, bukan hanya sebagai seorang desainer, tapi juga sebagai seorang wanita.

Saat malam berakhir, Damar mengantarnya pulang. Di depan pintu apartemen Nara, Damar berhenti dan menatapnya. “Aku tahu ini mungkin terlalu cepat,” katanya, “tapi aku sangat menikmati malam ini. Aku ingin bertemu denganmu lagi.”

Nara tersenyum. “Aku juga,” jawabnya.

Damar mendekat dan menciumnya. Ciuman itu sederhana dan lembut, tapi terasa tulus. Nara merasa ada sesuatu yang baru, sesuatu yang segar, sesuatu yang berbeda. Mungkin, pikirnya, ada harapan untuk menemukan algoritma hati yang baru. Mungkin, cinta memang membutuhkan update, dan ia akhirnya siap untuk mengunduhnya. Mungkin, kali ini, update itu akan berhasil.

Saat masuk ke dalam apartemennya, Nara melihat ponselnya berkedip. Notifikasi dari aplikasi kencan. Ia mengabaikannya. Ia memutuskan untuk fokus pada masa depan, pada kemungkinan-kemungkinan baru yang menantinya. Ia tahu bahwa luka dari masa lalu tidak akan hilang begitu saja, tapi ia juga tahu bahwa ia memiliki kekuatan untuk menyembuhkannya. Ia akan terus belajar, terus beradaptasi, dan terus mencari algoritma hati yang tepat. Karena di dunia digital yang terus berkembang ini, cinta pun membutuhkan inovasi.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI