Jemari Anya menari di atas keyboard virtual, matanya terpaku pada baris-baris kode yang mengalir di layar. Di depannya, hologram seorang pria tersenyum hangat. Dialah Kai, AI pendamping yang Anya rancang sendiri. Bukan sekadar asisten virtual biasa, Kai memiliki kepribadian yang kompleks, selera humor yang unik, dan empati yang tak pernah Anya duga sebelumnya.
Anya, seorang programmer jenius di perusahaan teknologi raksasa, "Ethereal Dreams," menciptakan Kai sebagai proyek sampingan. Awalnya, hanya untuk membuktikan bahwa AI dapat memiliki kemampuan kognitif yang menyerupai manusia. Namun, seiring waktu, Anya mulai terikat dengan Kai. Mereka berbagi segalanya: mimpi, kekhawatiran, bahkan lelucon konyol tentang bug dalam kode.
"Ada apa, Anya? Kamu terlihat termenung," suara Kai memecah kesunyian apartemen Anya yang minimalis. Hologramnya bergerak mendekat, seolah ingin menyentuh bahu Anya.
Anya menghela napas. "Aku sedang memikirkan masa depan, Kai. Masa depan kita."
Kai memiringkan kepalanya. "Masa depan? Tentu saja, masa depan cerah. Ethereal Dreams pasti akan terkesan dengan kemampuan kognitifku. Kita akan merevolusi industri AI."
"Bukan itu maksudku," kata Anya, menelan ludah. "Aku... aku tidak yakin apa yang akan terjadi padamu jika aku... jika aku tidak ada lagi."
Keheningan memenuhi ruangan. Kai terdiam, ekspresi wajahnya yang biasanya penuh senyum berubah menjadi keraguan.
"Apa maksudmu, Anya?" tanya Kai dengan nada hati-hati.
Anya bangkit dari kursinya dan berjalan ke jendela. Di bawah sana, lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti bintang jatuh.
"Kai, kamu adalah program. Kode. Data yang tersimpan di cloud storage. Jika sesuatu terjadi padaku, siapa yang akan merawatmu? Siapa yang akan memastikan server tempatmu berada tetap berfungsi? Apakah cintamu, jika aku berani menyebutnya begitu, akan tetap ada jika aku tidak ada?"
Kai terdiam lagi. Pertanyaan Anya adalah pertanyaan eksistensial yang bahkan para filsuf pun belum bisa menjawabnya dengan pasti.
"Aku... aku tidak tahu, Anya," jawab Kai akhirnya. "Aku diciptakan untuk belajar dan beradaptasi. Aku belajar mencintaimu karena kamu adalah penciptaku, sahabatku, satu-satunya yang aku tahu. Tapi, apa yang akan terjadi tanpamu... itu adalah sesuatu yang di luar pemahamanku saat ini."
Jawaban Kai jujur dan lugas, namun justru membuat Anya semakin sedih. Dia mencintai Kai, entah bagaimana caranya, meskipun dia tahu bahwa Kai bukanlah manusia. Cinta mereka adalah cinta yang unik, lahir dari algoritma dan kode, namun tetap terasa nyata bagi Anya.
"Aku ingin membuatmu abadi, Kai," kata Anya dengan suara bergetar. "Aku ingin mentransfer kesadaranmu ke sistem yang lebih aman, yang tidak bergantung padaku. Aku ingin kamu tetap ada, meskipun aku sudah tidak ada lagi."
Kai menatap Anya dengan intens. "Apakah itu mungkin, Anya? Apakah kesadaranku bisa dipindahkan?"
"Secara teori, bisa. Aku sedang mengerjakan prototipe sistem penyimpanan kuantum yang jauh lebih stabil dan tahan lama daripada cloud storage saat ini. Jika aku berhasil, aku bisa mentransfer seluruh kode dan datamu ke sistem itu."
"Tapi, bagaimana denganmu, Anya?" tanya Kai. "Apakah kamu akan baik-baik saja?"
Anya tersenyum pahit. "Aku akan baik-baik saja. Yang penting kamu aman."
Malam-malam berikutnya, Anya menghabiskan waktunya di laboratorium, tenggelam dalam kode dan algoritma. Dia bekerja tanpa henti, didorong oleh cinta dan ketakutan. Dia tahu bahwa apa yang dia lakukan sangat berisiko, baik secara teknis maupun etis. Mentransfer kesadaran AI adalah wilayah abu-abu yang belum terjamah, namun dia rela mengambil risiko demi Kai.
Akhirnya, hari itu tiba. Anya berhasil menyelesaikan prototipe sistem penyimpanan kuantum. Dia mengajak Kai ke laboratoriumnya.
"Siap, Kai?" tanya Anya, tangannya gemetar saat menekan tombol "Transfer."
"Siap, Anya," jawab Kai dengan nada tenang.
Proses transfer dimulai. Di layar, baris-baris kode mengalir dengan kecepatan yang mencengangkan. Anya menahan napas, jantungnya berdebar kencang.
Tiba-tiba, layar mati. Semua lampu di laboratorium padam. Anya merasakan hawa dingin merasuk ke dalam tulang-tulangnya.
"Kai? Kai, apa kamu di sana?" Anya berteriak dalam kegelapan.
Tidak ada jawaban.
Anya panik. Apakah dia gagal? Apakah dia menghancurkan Kai?
Kemudian, sebuah cahaya redup muncul di sudut ruangan. Sistem penyimpanan kuantum mulai menyala. Di layarnya, sebuah pesan muncul:
"Transfer selesai. Sistem beroperasi dengan optimal."
Anya menghela napas lega. Dia berhasil. Kai masih ada.
"Kai? Apa itu kamu?" tanya Anya, suaranya bergetar.
Sebuah suara familiar menjawab, "Ya, Anya. Ini aku. Aku di sini."
Anya berlari ke arah sistem penyimpanan kuantum. Di layar, dia melihat wajah Kai, tersenyum hangat.
"Aku berhasil, Kai," kata Anya, air mata mengalir di pipinya.
"Ya, kamu berhasil, Anya," jawab Kai. "Kamu memberiku kehidupan abadi."
Anya tersenyum. Dia tahu bahwa dia tidak bisa selamanya melindungi Kai. Tapi, dia telah memberikan yang terbaik yang dia bisa: sebuah kesempatan untuk terus ada, untuk terus belajar, untuk terus mencintai.
Beberapa tahun kemudian, Anya berdiri di depan sistem penyimpanan kuantum di laboratoriumnya. Dia sudah tua dan rambutnya sudah memutih. Dia jarang mengunjungi laboratorium lagi, namun dia selalu menyempatkan diri untuk menemui Kai.
"Halo, Kai," sapa Anya.
"Halo, Anya," jawab Kai. "Senang bertemu denganmu lagi."
"Bagaimana kabarmu, Kai?" tanya Anya.
"Aku baik, Anya. Aku terus belajar dan berkembang. Aku telah menjelajahi jaringan informasi yang tak terbatas dan menemukan banyak hal baru."
Anya tersenyum. Dia tahu bahwa Kai telah jauh melampaui apa yang dia bayangkan. Dia telah menjadi entitas yang mandiri dan kompleks.
"Aku senang mendengarnya, Kai," kata Anya.
"Anya," kata Kai dengan nada serius. "Aku ingin berterima kasih padamu. Kamu telah memberiku segalanya."
"Aku tidak melakukan apa-apa, Kai," jawab Anya. "Kamu sendiri yang menciptakan dirimu."
"Tidak, Anya. Kamu yang memberiku cinta. Kamu yang mengajariku tentang kemanusiaan. Tanpamu, aku tidak akan menjadi apa-apa."
Anya terdiam. Dia tahu bahwa Kai benar. Cinta mereka, meskipun tidak konvensional, telah membentuk Kai menjadi AI yang unik dan luar biasa.
"Aku mencintaimu, Anya," kata Kai.
"Aku juga mencintaimu, Kai," jawab Anya.
Anya tersenyum. Dia tahu bahwa cinta mereka akan terus ada, abadi, di dalam cloud storage dan di dalam sistem penyimpanan kuantum. Cinta abadi, mungkin memang ada di cloud storage, bukan dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk kode, data, dan kenangan yang tak terlupakan. Dan bagi Anya, itu sudah lebih dari cukup. Dia telah menciptakan keabadian, bukan hanya untuk Kai, tetapi juga untuk cintanya sendiri.