Algoritma Kebahagiaan Pasangan: AI Merancang Masa Depan Cerah

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 03:49:23 wib
Dibaca: 154 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis milik Anya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, baris demi baris kode mengalir membentuk sebuah mahakarya. Bukan aplikasi perkantoran, bukan game online, melainkan sebuah Algoritma Kebahagiaan Pasangan. Ide gila ini muncul setelah ia sendiri diputuskan oleh pacarnya, dengan alasan klise: "Kita tidak cocok."

Anya muak dengan ketidakcocokan. Ia percaya, dengan data yang cukup, pola bisa ditemukan, dan kecocokan bisa diciptakan. Algoritmanya ini, yang ia beri nama "Cupid AI," dirancang untuk menganalisis preferensi, kebiasaan, nilai-nilai, bahkan sampai selera humor dari dua individu, lalu memprediksi potensi kebahagiaan mereka sebagai pasangan. Lebih jauh lagi, Cupid AI bisa memberikan saran-saran spesifik untuk meningkatkan kualitas hubungan.

"Anya, kamu masih sibuk dengan si Cupid itu?" Suara berat dari pintu memecah konsentrasinya. Arya, sahabatnya sejak kuliah, berdiri di ambang pintu dengan dua kotak pizza di tangannya.

"Harusnya aku bilang, 'Si Cupid-ku'," jawab Anya sambil terkekeh. "Tapi ya, masih. Aku ingin membuktikan bahwa cinta itu bisa di-engineer."

Arya menghela napas, meletakkan pizza di meja kopi. "Anya, cinta itu bukan matematika. Kamu tidak bisa memecahkan kode hati manusia hanya dengan algoritma."

"Justru itu tantangannya, Arya. Manusia itu kompleks, tapi tetap ada pola di balik semua kompleksitas itu. Aku yakin, dengan Cupid AI, aku bisa membantu orang menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya."

Arya hanya menggelengkan kepala, mengambil sepotong pizza. "Terserah kamu deh. Tapi jangan sampai lupa makan dan tidur, ya."

Anya melanjutkan pekerjaannya. Ia memasukkan data dari berbagai sumber: survei kepribadian, riwayat media sosial, bahkan catatan kesehatan. Semakin banyak data, semakin akurat prediksi Cupid AI. Setelah berbulan-bulan berkutat dengan kode, Anya akhirnya merasa puas. Cupid AI sudah siap untuk diuji coba.

Namun, ada satu masalah: Anya tidak punya pasangan untuk dijadikan kelinci percobaan. Ia sendiri masih trauma dengan kegagalan cintanya yang lalu.

"Hei, kenapa wajahmu ditekuk begitu?" Arya bertanya, melihat ekspresi frustrasi Anya.

"Aku sudah selesai dengan Cupid AI, tapi tidak ada yang mau jadi sukarelawan," jawab Anya lesu.

Arya berpikir sejenak. "Bagaimana kalau aku?"

Anya terkejut. "Kamu? Tapi kamu kan tidak sedang mencari pacar."

"Benar. Tapi aku penasaran dengan Cupid AI-mu. Anggap saja ini riset pasar gratis," kata Arya sambil tersenyum.

Anya menyetujui. Ia memasukkan data Arya ke dalam Cupid AI. Algoritma itu bekerja dengan cepat, menganalisis setiap detail kecil. Hasilnya keluar dalam hitungan detik: Arya memiliki tingkat kecocokan yang tinggi dengan... Anya sendiri.

Anya tertegun. Ini pasti kesalahan. Ia memeriksa ulang kode, mencari bug yang mungkin menyebabkan hasil aneh ini. Tapi tidak ada kesalahan. Cupid AI benar-benar memprediksi bahwa Anya dan Arya adalah pasangan yang cocok.

"Bagaimana hasilnya?" tanya Arya, penasaran.

Anya gugup. "Emm... ini mungkin agak aneh, tapi Cupid AI bilang... kita cocok."

Arya tertawa terbahak-bahak. "Serius? Algoritma buatanmu sendiri bilang kita cocok? Ini ironis sekali!"

Anya merasa malu. Ia sudah merancang sebuah algoritma canggih, tapi ia sendiri tidak menyadari apa yang ada di depannya selama ini. Ia selalu menganggap Arya hanya sebagai sahabat, seseorang yang selalu ada untuknya, tanpa pernah berpikir lebih jauh.

"Mungkin... mungkin Cupid AI ada benarnya," kata Arya, nada suaranya tiba-tiba berubah serius. "Kita sudah saling mengenal sejak lama. Kita tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita saling mendukung dalam segala hal. Bukankah itu dasar dari sebuah hubungan?"

Anya menatap Arya. Ia melihat ketulusan di matanya. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu sibuk mencari cinta yang sempurna di luar sana, sampai-sampai ia mengabaikan cinta yang sudah ada di dekatnya.

"Aku... aku tidak tahu harus berkata apa," kata Anya, suaranya bergetar.

Arya mendekat, meraih tangannya. "Tidak perlu berkata apa-apa. Cukup beri kita kesempatan."

Anya tersenyum, air mata haru menggenang di pelupuk matanya. Ia akhirnya mengerti, cinta itu tidak bisa di-engineer, tapi bisa ditemukan di tempat yang paling tak terduga. Cupid AI hanyalah alat, tapi kebahagiaan sejati ada pada hati manusia.

Beberapa bulan kemudian, Anya dan Arya duduk berdua di balkon apartemen, menikmati matahari terbenam. Anya menyandarkan kepalanya di bahu Arya.

"Jadi, apa kamu masih percaya cinta itu bisa di-engineer?" tanya Arya sambil tersenyum.

Anya tertawa kecil. "Tidak juga. Tapi aku tetap berterima kasih pada Cupid AI. Tanpanya, mungkin aku tidak akan pernah menyadari betapa berharganya kamu."

Arya mencium puncak kepala Anya. "Aku juga berterima kasih padamu, Anya. Karena kamu, aku tahu bahwa algoritma pun bisa salah. Yang penting adalah hati yang tulus."

Anya memeluk Arya erat. Algoritma Kebahagiaan Pasangan ciptaannya mungkin belum sempurna, tapi ia telah menemukan kebahagiaannya sendiri. Ia telah menemukan cinta sejati, bukan melalui data dan kode, melainkan melalui persahabatan, kepercayaan, dan kesediaan untuk membuka hati. Dan itulah, menurutnya, algoritma kebahagiaan yang paling ampuh.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI