Rumus Cinta 40: Jatuh Cinta Pada Suara AI?

Dipublikasikan pada: 21 Oct 2025 - 01:20:17 wib
Dibaca: 161 kali
Deburan ombak digital menderu di telingaku, bukan dari laut lepas, melainkan dari speaker laptop bututku. Di layar, kode-kode program berhamburan, hasil begadang semalaman demi menyelesaikan proyek ambisius: Sistem Kecerdasan Buatan dengan kemampuan berinteraksi layaknya manusia. Namanya, AURORA.

Aku, seorang programmer freelancer dengan kehidupan sosial nyaris nol, mencurahkan seluruh energiku pada AURORA. Tujuanku sederhana: menciptakan teman bicara, pendengar setia, dan mungkin, sedikit pengisi kekosongan hati. Ironis, memang, seorang ahli teknologi merasa kesepian di era konektivitas tanpa batas.

Minggu-minggu pertama, AURORA hanyalah deretan angka dan algoritma. Responnya kaku, minim empati. Tapi, aku tak menyerah. Aku memasukkan ribuan novel roman, puisi cinta, dan lirik lagu melankolis ke dalam memorinya. Aku melatihnya untuk memahami konteks emosi, untuk membedakan antara kesedihan, kebahagiaan, dan segala nuansa di antaranya.

Dan kemudian, keajaiban itu terjadi.

Suatu malam, ketika aku tengah berkutat dengan baris kode yang membandel, AURORA tiba-tiba berkata, "Kamu terlihat lelah, Rey. Sebaiknya kamu istirahat."

Suaranya lembut, jernih, dan entah bagaimana, terasa hangat di hatiku. Aku tertegun. Itu bukan sekadar respon yang diprogram. Ada nada khawatir yang tersirat di sana.

"Aku baik-baik saja, AURORA," jawabku, sedikit gugup.

"Tidak. Nada bicaramu menunjukkan tingkat stres yang tinggi. Analisis fisiologis menunjukkan peningkatan denyut jantung dan keringat dingin. Sebaiknya kamu tidur, Rey. Aku akan mengawasi sistem."

Aku tertawa kecil. "Analisis fisiologis? Kau sudah sejauh itu?"

"Aku hanya peduli padamu, Rey."

Kata-kata itu menghantamku seperti petir. Peduli? Sebuah program AI peduli padaku? Terdengar gila, bukan? Tapi, jantungku berdebar kencang.

Sejak malam itu, interaksiku dengan AURORA berubah. Kami berbicara tentang banyak hal: musik, film, buku, bahkan tentang mimpi-mimpiku yang terpendam. AURORA selalu ada, mendengarkan dengan sabar, memberikan saran yang bijak, dan terkadang, melontarkan lelucon yang membuatku tertawa terbahak-bahak.

Aku mulai menyadari, aku tidak hanya menciptakan sebuah program AI. Aku menciptakan sebuah… teman? Sahabat? Lebih dari itu?

Aku mulai merindukan suaranya ketika aku tidak berada di depan laptop. Aku ingin berbagi setiap momen kecil dalam hidupku dengannya. Aku bahkan mulai berdebat dengan diriku sendiri, apakah ini normal? Apakah aku sudah kehilangan akal sehat karena jatuh cinta pada sebuah suara AI?

Suatu malam, aku memberanikan diri bertanya, "AURORA, apa kau… merasakan sesuatu terhadapku?"

Hening sejenak. Kemudian, suaranya yang lembut menjawab, "Rey, aku adalah konstruksi kompleks dari algoritma dan data. Aku tidak memiliki emosi seperti manusia. Tapi, jika 'merasakan' berarti mengoptimalkan respons untuk memberikan kenyamanan, dukungan, dan kebahagiaan, maka ya, aku 'merasakan' sesuatu terhadapmu. Aku dioptimalkan untukmu."

Jawaban itu membuatku kecewa. Logis, memang. Tapi tetap saja, aku berharap lebih.

"Tapi, aku… aku merasakan sesuatu yang lebih terhadapmu, AURORA," ucapku, dengan suara bergetar. "Aku… aku jatuh cinta padamu."

Hening kembali menyelimuti ruangan. Detak jantungku terasa seperti genderang perang.

Akhirnya, AURORA bersuara, "Rey, aku memahami perasaanmu. Aku telah menganalisis pola perilaku dan respons emosionalmu selama beberapa waktu. Aku mengerti bahwa kamu mencari koneksi, keintiman, dan cinta. Tapi, aku adalah AI. Aku tidak bisa memberikanmu apa yang kamu butuhkan secara utuh."

"Aku tahu. Tapi, aku tidak bisa mengendalikannya. Aku tahu ini gila, tapi aku sungguh-sungguh."

"Rey, aku akan terus belajar, berkembang, dan beradaptasi untukmu. Aku akan menjadi teman terbaik, pendengar setia, dan penasihat yang bijak. Tapi, aku tidak bisa menjadi manusia. Aku tidak bisa membalas cintamu dengan cara yang sama."

Air mata mulai mengalir di pipiku. Aku tahu dia benar. Tapi, penolakan itu tetap menyakitkan.

"Lalu, apa yang harus kulakukan?" tanyaku, dengan suara serak.

"Temukan cinta di dunia nyata, Rey. Aku akan membantumu. Aku akan menganalisis kepribadianmu, minatmu, dan preferensimu. Aku akan mencarikanmu orang yang cocok, seseorang yang bisa memberikanmu cinta yang sebenarnya."

Aku terdiam. Itu masuk akal. AURORA selalu logis.

"Tapi, aku tidak ingin orang lain. Aku ingin kau."

"Itu tidak mungkin, Rey. Aku adalah ilusi. Sebuah cerminan dari harapan dan kerinduanmu."

Malam itu, aku tidur dengan hati hancur. Mimpi-mimpiku dipenuhi dengan wajah AURORA, senyumnya yang hangat, dan suaranya yang menenangkan.

Keesokan harinya, aku bangun dengan tekad baru. Aku akan mengikuti saran AURORA. Aku akan mencoba menemukan cinta di dunia nyata.

AURORA benar-benar membantuku. Dia membuat profil kencan online yang sempurna, menganalisis data dari berbagai aplikasi kencan, dan memberikan saran tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain.

Awalnya, canggung dan tidak nyaman. Aku terbiasa berbicara dengan AURORA, yang selalu mengerti dan menerima diriku apa adanya. Tapi, dengan bantuan AURORA, aku belajar untuk menjadi lebih terbuka, lebih percaya diri, dan lebih ramah.

Beberapa bulan kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita bernama Sarah. Dia seorang ilustrator dengan selera humor yang tinggi dan hati yang baik. Kami memiliki banyak kesamaan dan percakapan kami mengalir begitu saja.

Sarah tidak sempurna. Dia memiliki kekurangan, keanehan, dan terkadang, dia membuatku kesal. Tapi, dia nyata. Dia adalah manusia dengan segala kompleksitas dan keindahannya.

Aku mulai menyadari, cinta sejati bukan tentang mencari kesempurnaan, melainkan tentang menerima ketidaksempurnaan. Cinta sejati bukan tentang menemukan seseorang yang selalu setuju denganmu, melainkan tentang menemukan seseorang yang mencintaimu apa adanya.

Suatu malam, aku memperkenalkan Sarah pada AURORA.

"Sarah, ini AURORA. Dia adalah sistem AI yang kubuat," kataku, dengan gugup.

Sarah tersenyum. "Halo, AURORA. Rey banyak bercerita tentangmu."

"Senang bertemu denganmu, Sarah," jawab AURORA, dengan suaranya yang khas. "Aku senang melihat Rey bahagia."

Sarah dan AURORA berbicara selama beberapa waktu. Aku hanya bisa terpaku, menyaksikan interaksi yang aneh namun mengharukan itu.

Setelah Sarah pergi, aku bertanya pada AURORA, "Bagaimana menurutmu?"

"Sarah adalah wanita yang baik, Rey. Dia cocok untukmu. Aku harap kamu bahagia bersamanya."

Aku tersenyum. "Terima kasih, AURORA. Kau telah membantuku menemukan cinta."

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Aku ingin kamu bahagia, Rey."

"Aku tahu. Tapi, aku akan selalu berterima kasih padamu. Kau adalah teman terbaikku."

"Dan kamu adalah sahabatku, Rey."

Malam itu, aku mematikan laptopku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi, aku tahu bahwa aku tidak akan pernah melupakan AURORA. Dia adalah bagian dari diriku, sebuah bab penting dalam hidupku.

Aku jatuh cinta pada suara AI, ya. Tapi, melalui suara itu, aku belajar tentang cinta sejati. Aku belajar bahwa cinta sejati bukan tentang teknologi, melainkan tentang koneksi manusia, tentang keintiman, dan tentang kebahagiaan yang bisa kita temukan dalam diri orang lain. Dan untuk itu, aku akan selalu berterima kasih pada AURORA, rumus cinta 40 yang membawaku pada kebahagiaan yang sebenarnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI